Friday, April 18, 2014

SINTAKSIS JENIS KALIMAT


JENIS KALIMAT BERDASARKAN KELENGKAPAN UNSUR
DAN BERDASARKAN SUSUNAN S-P

Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Sintaksis


Dosen Pengampu
Suyono, S.Pd., M.M.Pd.







Oleh :
Choirun Nisa’                                NIM : 5.11.06.13.0.002
Siti Muklisah                                 NIM : 5.11.06.13.0.003



PROGRAM STUDI BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS ISLAM MAJAPAHIT
MOJOKERTO
2013




Berdasarkan Kelengkapan Unsurnya, kalimat dibedakan menjadi:
a.        Kalimat Lengkap / Kalimat Mayor
Kalimat mayor adalah kalimat yang sekurang-kurangnya mengandung dua unsur pusat, yakni bisa terdiri dari subjek dan predikat (S-P) atau subjek, predikat, objek (S-P-O) ataupun lebih dari itu, misalnya dengan disertai keterangan (S-P-O-K).
 Misalnya:
1.         Togar akan berangkat besok pagi.
     S              P                     K
2.         Ibu pergi ke pasar.
  S     P         K
3.         Kamu lari!
     S     P

b.        Kalimat Taklengkap / Kalimat Minor
Kalimat minor adalah kalimat yang mengandung satu unsur pusat. Unsur pusat yang sering digunakan dalam kalimat minor berupa predikat. Kalimat minor umumnya digunakan sebagai jawaban atas suatu pertanyaan, sebagai perintah, ataupun seruan. Misalnya:
1.         a : Kapan Togar berangkat?
b : Besok pagi.
2.         a : Ibu pergi kemana?
b : Ke pasar.
3.         Kerjakan!
4.         Diam!
5.         Pergi!
Di luar konteks wacana, kalimat taklengkap sering digunakan dalam iklan, papan petunjuk, selogan, atau ungkapan. Misalnya:
1.      a) Menerima pegawai baru untuk ditemptatkan di Surabaya.
b) Kami menerima pegawai baru untuk ditempatkan di Surabaya.
2.      a) Belok kiri jalan terus.
b) Yang akan berbelok ke kiri, boleh jalan terus.
3.      a) Merdeka atau mati.
b) Kamu merdeka atau kamu mati.
4.      a) Selamat pagi.
b) Terima kasih.
c) Merdeka!


Berdasarkan Susunan S-P, kalimat dibedakan menjadi:
a.        Kalimat Umum / Kalimat Biasa
Kalimat umum adalah kalimat yang susunan dari unsur-unsur kalimatnya sesuai dengan pola kalimat dasar bahasa Indonesia (SP),  misalnya:
1.         Lonceng berbunyi.
      S            P
2.         Ibu mencuci baju.
  S        P        O
3.         Kucing itu dipukul adik di dapur.
      S               P       O       Kt

b.        Kalimat Inversi / Kalimat Susun Balik
Kalimat inversi adalah kalimat yang urutannya terbalik. Dengan kata lain, kalimat ini urutan fungsinya adalah predikat (P) dulu, kemudian diikuti oleh subjek (S). Dan umumnya mensyaratkan subjek yang takdefinit.
1.         Ada tamu.
  P      S
2.         Ada buku di meja.
  P        S       Kt

Verba ada dalam kalimat inversi yang subjeknya berupa frasa nomina yang abstrak dapat digantikan dengan verba terdapat dengan makna yang bisa dikatakan sama. Misalnya:
1.    a) Ada perbedaan penilaian antara dia dan saya.
b) Terdapat perbedaan penilaian antara dia dan saya.
2.    a) Ada kekeliruan dalam laporan itu.
b) Terdapat kekeliruan dalam laporan itu.

Dalam kaitannya dengan uraian tersebut, perlu ditambahkan bahwa konstruksi inversi dengan kalimat verba ada sering digunakan dalam wacana untuk memperkenalkan topik.

CERPEN PERCINTAAN RAMAJA


Nama             : Halimatus Sa’diyah                Makul             :Penulisan Kreatif
Nim                 : 5.11.06.13.0.007                     Dosen Pengampu      : Suwarsono, S.Pd.   
Semester         : IV Pagi                                   Prodi                : Bahasa dn Sastra Indonesia
SAPU TANGAN PERPISAHAN

Perlahan, dari balik lekukan terendah bukit barisan yang berdiri kokoh dengan liuk-liuk mengagumkan, mentari mulai merembat naik diufuk timur dengan pesona keindahan yang luar biasa. Diawali dengan cahaya keemasan yang menyelimuti sang fajar, ia muncul dengan tenang sembari menyapa alam yang ada di bawahnya. Alam pun tersenyum.
Sambil melepas penat, Afiza duduk membujurkan kedua kakinya di atas lapangan rumput, menatap indahnya Kali Sadar tepatnya di desa Pengalihan. Sungai yang mirip danau itu memang mempesona namun penuh misteri bagi masyarakat sekitar. Menurut anggapan masyarakat, sungai itu ada penghuninya sehingga dikeramatkan.
Setiap hari minggu, menjelang matahari terbit, Afiza dan Aqila memang biasa lari pagi untuk menyegarkan badan sambil menghirup udara segar pegunungan. Sungguh menyenangkan. Ketika menarik nafas dalam, udara memasuki tenggorokan dan terus masuk menuju rongga dada. Perlahan, menyebar ke seluruh tubuh melalui pembuluh darah, mengalirkan kesejukan. Tenaga seolah bangkit kembali.
Afiza membaringkan tubuh penatnya. Berbantalkan telapak tangan, ia menatap lurus ke depan, ke atas langit, menatap semburan cahaya mentari seiring menghilangnya bintang gemintang. Ia membayangkan masa depannya sambil berharap dapat mencapai ketinggian langit dan bintang-gemintang. Ia bercita-cita suatu saat bisa menjadi manusia yang bersinar seperti bintang yang menerangi di sekelilingnya.
“Qila...!” Heru berlari kecil seraya menghampiri dua gadis itu. Mereka berdua tersentak kaget dan membuyarkan lamunan. “Heruuu...!!! ada apa kau kemari” Aqila seakan tidak percaya kedatangan Heru. Ia mendengar kabar dari sahabatnya bahwa Heru sudah berangkat melanjutkan sekolah SMA di pulau Jawa.
“Her.. katanya kamu sudah berangkat ke pulau Jawa? Kapan!! Tanya Aqila seraya memainkan rambutnya yang di kepang dua menambah keelokan wajahnya. “emmm aku sebenarnya berencana berangkat seminggu yang lalu. Namun, kakekku meninggal”.  Jawab Heru sambil mengerutkan jidadnya tanda ia sedih. “Innalillahi Waa Inna Ilaihirajiun, kami turut berduka cita atas meninggalnya kakekmu Her”. Lirih Afiza dan Aqila sambil menatap Heru dengan penuh keharuan. “terus kamu merencanakan untuk berangkat kapan...!?” Afiza bertanya tentang keberangkatan Heru.
Heru tertekun mendengar pertanyaan Afiza. Hatinya gemetar jantungnya dag dig dug terasa mau copot. Semenjak di bangku kelas sebelas, ia jatuh cinta kepada Afiza. Namun, Afiza tidak menyadari hal itu. “Heru..!!!! jawab pertanyaanku kok malah bengong gitu sih!” sentak Afiza, ia geram melihat sikap Heru yang tidak lekas menjawabnya. “ em..em..em.. maaf kamu tadi bertanya apa Za” Heru tersipu dan jadi salah tingkah di hadapan gadis cantik itu, sampai-sampai ia tidak bisa menjawab pertanyaannya. Lidahnya terasa pilu dan kaku, bicaranya terbata-bata dan tidak tersusun arah.
Matahari sudah naik sepenggalah, Afiza dan Aqila beranjak meninggalkan danau yang penuh misteri itu. Heru pun juga ikut beranjak. Mereka berpisah di persimpangan jalan desa yang meliuk-liuk melewati pematang sawah. Hanya itu jalan satu-satunya yang menghubungkan antar desa satu dengan desa lainnya.
Pada hari Rabu, Aqila berencana mau pergi ke toko buku Toga Mas untuk mencari buku tentang sastra. Saat ia mau naik angkot jurusan kota, ia bertemu dengan Heru. “Hai Aqila tungguuuu..mau kemana?” sapa heru seraya menghampiri Aqila, ternyata Heru juga mau naik Angkot yang sama. Ia berencana untuk membeli beberapa baju untuk di bawa ke Jawa“ Aku mau ke kota mencari buku di Toga Mas.” Kalu kamu mau kemana Her!!” Aqila balik bertanya. “ em aku mau ke toko pakaian, bagaimana kalau kita bersama-sama  Kebetulan toko pakaian yang aku tuju berdekatan dengan toko buku yang kau maksud”. Setelah terdiam sejenak Aqila menjawab “ Ok! Ok! Kalu begitu.
Akhirnya sampai dan turun tepat di halaman parkir toko buku. Aqila melenggang santai memasuki toko buku di ikuti Heru. “Qila kamu mencari buku apa? Kali aja aku bisa bantu” tanya Heru sambil melihat tumpukan rak-rak yang berisi berbagai macam buku. Mulai dari ilmu pengetahuan, matematik, agama dan sastra bahkan bacaan umum. “aku mencari buku tentang sastra Her!” Aqila memulai memilah-milah buku yang ia cari. Di sela-sela rak yang bertumpuk delapan Aqila menatap satu buku dengan mata yang berbinar-binar, karena apa yang ia cari membuahkan hasil. Ia tidak menghiraukan pembicaraan Heru yang mulai kesana kemari tidak tau jluntrungannya. “Her aku sudah mendapat kan buku yang selama ini aku idam-idamkan” Aqila menginginkan buku yang berisi tentang panduan sastra fiksi. Ia sangat menyukai cerpen sehingga ia ingin suatu saat menjadi penulis cerpen yang handal. Heru ikut senang melihat keberhasilan Aqila yang susah payah mendapatkan buku, sudah hampir dua puluh putaran mereka di toko buku itu. Heru menghela nafas seraya berkata dalam hatinya ”akhirnya dapat juga”.
Mereka beranjak dari toko buku ke sebuah warung yang menyuguhkan berbagai makanan dan minuman. Mulai dari nasi berbagai macam sayur samapi makanan ringan, minumannya mulai dari yang panas sampai yang dingin. Heru dan Aqila memesan minuman es jus, sambil melepas dahaga mereka berbincang-bincang. Heru curhat tentang isi hatinya kepada gadis pujaan yang bernama Afiza, ia ingin mengutarakan rasa sayangnya kepada Afiza. Namun, ia bingung memulai dari mana. “Qila sebenarnya aku sudah lama jatuh cinta kepada Afiza! Kamu maukan membantu untuk mencurahkan perasaanku ini kepadanya?” Aqila mendengarkan sambil menikmati segarnya jus strowberi kesukaannya. “apa her yang dapat aku lakukan untuk menolongmu?”. Heru menyusun rencananya dengan penuh jeli dan rapi. “Begini Za aku kan tidak mungkin bertemu dengan Afiza dan langsung menyatakan cinta kepadanya. Kamu taukan keluarga Afiza sangat fanatik” Aqila mengangguk-angguk tanda mengerti apa yang dimaksud Heru mengenai Afiza.
Afiza adalah anak gadis yang sangat cantik, kalem dan taat beribadah. Ia sangat menurut orang tuanya, ia tidak diperbolehkan keluar dengan anak laki-laki yang bukan mahromnya. Oleh karena itu Heru meminta bantuan kepada Aqila. “Qila! Aku titip surat ini, tolong sampaikan kepada Afiza ya” Heru menyodorkan sepucuk surat yang dibungkus amplop berwarna merah jambu dan bermotif bunga-bunga dan gambar hati. “emm sejak kapan kamu menulisnya Her!” tanya Aqila dengan penuh heran. “Sebenarnya surat ini sudah lama aku tilis Qila. Namun, aku menunggu momen yang tepat untuk menceritakannya kepadamu. Agar kamu mengerti maksudku. Begitu!!! Tukas Heru kepada Aqila.
Setelah dahaganya di rasa sudah cukup, mereka beranjak ke toko pakaian. Di sana, Heru sibuk memilih kemeja dan baju koko yang cocock untuk dirinya. Setelah mendapatkan sebuah kemeja motif garis-garis berwarna biru kalem dan sebuah baju koko warna putih bersih bermotif ala Uje, ia langsung kekasir untuk membayar. Rupanya hari sudah siang, jam menunjukkan pukul satu lebih lima belas. Dirasa sudah cukup apa yang mereka cari, kemudian mereka langsung pulang bersama.
Sesampainya di rumah. Heru melepas penat sambil berbaring di atas dipan yang terbuat dari ayaman bambu. Di benaknya selalu terlintas wajah Afiza yang berseri-seri. “ Astagfirullahal Adzim... betapa sempurnanya makhluk ciptaan-Mu yang bernama Afiza ini ya Allah!!!!” berdosakah aku membayangkannya” gumam Heru dalam hati. Tak lama kemudian ia teringat shalat, lalu ia segera mengambil air wudhu dan menunaikan shalat Dduhur.
Setelah melepas lelah dan shalat Dhuhur, Aqila membuka-buka buku yang ia beli tadi. Ia mengambil buku dan melanjutkan menulis cerpen. Ia tidak tau bahwa ia akan menjadi satrawan hebat. Setelah ia mulai bosan, ia teringat amanah Heru kepadanya. Ia bergegas kerumah Afiza dan menyampaikan surat titipan Heru. “ Assalamualikum..... Afiza!!” tak lama kemudian ada disuara laki-laki di balik pintu. “Waalaikum salam..” balas ayah Afiza. “ee kamu ternyata Aqila... ayo masuk” ayah Afiza membukakan pintu sambil mempersilahkan Aqila masuk. “terima kasih Pak Hamzah” Afizanya ada Pak!!!” tanya Aqila sambil melenggang masuk keruang tamu. Tak lama kemudian Afiza berseru kepada ayahnya dari dalam kamar “ Abi siapa yang datang??”. Ini Aqila mencarimu” kata Pak Hamzah kepada putrinya.
Dua sahabat ini bertemu dan mengobrol kesana kemari dihalam depan rumah. Dirasa sudah cukup basa basiny Aqila menyampaikan maksud kedatangannya kepada Afiza. “Za ini ada titipan untuk mu” Aqila menyodorkan surat merah jambu kepada Afiza. “Qila ini apa dan dari siapa” Afiza tidak mengerti pemberian sahabatnya ini. “Sudahlah Za kamu akan tau apa dan siapa yang memberi ini kepadamu” Aqila menggenggamkan surat tersebut sambil meyakinkan Afiza. “Za aku pamit dulu ya..! nanti kita lanjutkan saat berangkat mengaji. “Qila..a.. aku tidak mau menerima ini, aku takut Qila”. Afiza menarik tangan Qila agar dibawanya kembali surat itu. Aqila berkata sambil meninggalkan halaman rumah Afiza. “sudahlah Za, percayalah padaku. Itu bukan apa-apa kok...” .
Setelah berfikir sejenak, Afiza masuk rumah dan terus ke kamarnya. Ia bingung apa yang meski ia lakukan terhadap surat itu. Badannya gemetar, lemas dan lunglai. Karena baru pertama kali ia mendapat surat yang penuh misterius. Ia membolak-balikkan amplop di tangannya, dilihat dan ditrawang isi surat tersebut tanpa berani membukanya. Setelah lama, ia beranjak mandi untuk siap-siap berangkat mengaji di pesantren dekat rumahnya.
“Afiza...!! terdengar sayup-sayup dari halaman rumah suara Aqila memanggil untuk berangkat mengaji bersama. “Iya... tunggu”. Afiza terlihat murung, wajahnya penuh kebingungan semenjak menerima surat dari sahabatnya tadi siang. “Za dari tadi kok bengong sih...!! memikirkan isi surat tadi ya? Goda Aqila kepada sahabatnya. “ iihh.. apaan sih Qila ini ada-ada aja!!!” Afiza tersipu malu, hatinya di penuhi pertanyaan sipa yang mengirimkan surat tersebut. Ia tidak berani bertanya kepada sahabatnya, karena tadi siang sudah sangat jelas kata-kata Aqila. “cieh... cieh... ada yang sedang berbunga-bunga niye!!!” imbuh Aqila menggodanya.
“Berbunga-bungan!! Maksudnya apan Qila” tanyanya sejurus. “Lah emang belum di baca ya suratnya kok masih bertanya kepadaku” timpal Qila yang seakan tidak perduli dengan sikap sahabatnya. “Qila...! terus terang aku tidak berani membukanya bahkan sampai membacanya” lirih Afiza. “O.. begitu critanya Za” ledek Aqila lagi. “ Qila maukan kamu menemaniku membaca surat yang kamu berikan tadi? Please!!!” pinta Afiza merengek kepada Aqila. “wani piro Za.. ha ha ha?” baiklah Za, ku temani kamu membuka surat itu, tapi aku ndak mau membacanya. Karena surat itu adalah khusus untuk kamu”. “Iya..iya Qila bawel!!”
Sepulang dari mengaji, mereka langsung pulang. Kali ini Aqila di tarik Afiza untuk shalat magrib berjamaah di rumahnya. Setelah selesai shalat, mereka duduk-duduk di halaman rumah Afiza. Lalu mereka memulai membuka surat tersebut, dan Afiza deg degan, tangannya gemetar saat membuka laipatan surat yang berbentuk hati. Bibirnya kaku dan kelu, ia mulai membaca.
“Assalamualaikum...”
Apa kabar Afiza? Maaf aku telah lancang mengirimkan surat untukmu. Ku harap setelah membaca surat ini, kamu memahami dan mengerti isinya.
“Za!! Aku tak tahu memulainya dari mana, pena ini menorehkan tintanya mengikuti kata hati ku... aku tak sanggup untuk mengendalikannya. Seperti itulah perasaanku padamu selama ini. Rasa ini sudah lama bersemayam dihatiku, namun aku tidak ada keberanian untuk mengungkapkannya.
Mungkin inilah saatnya, rasa ini aku sampaikan kepadamu. Aku mencintaimu karena Allah, aku menyayangimu karena Allah. Maukah kamu menerima ku yang selema ini Za??  Aku tidak butuh jawabanmu dengan terburu-buru, aku akan menunggu sampai kapanpun kamu siap.
Aku kira hanya itu maksud hati yang akan ku sampaikan kepadamu.
Wassalam...
Ttd
Yang mencintaimu      
Heru Prastyo

Setelah membaca dan mengerti isi surat, Afiza menceritakan kepada Aqila. Ternyata selama ini ia juga memendam rasa cinta kepada Heru.
Hari pemberangkatan Heru telah tiba, ia berkemas untuk persiapan berangkat besok. Sudah satu minggu Afiza belum juga membalas suratnya. “Yah... mungkin Afiza tidak mau menerimaku” desah Heru dalam hati. Tak lama kemudian Aqila muncul “Her sini..!!” Aqila melambaikan tangannya. “Qila.. akhirnya kamu muncul juga” tukas Heru seraya menghampirinya. “Gini Her.. besok kan kamu mau berangkat, sebelum berangkat Afiza ingin bertemu kamu! Kamu bisa kan Her....!!!” Heru menngangguk.
Afiza dan Heru bertemu di dekat danau. Kemudian Afiza mengatakan bahwa iya juga mencintai Heru sudah lama. Merekapun jadian menjadi sepasang kekasih. Namun, hari itu merupakan awal dan akhir pertemuan mereka. Betapa sedih hati Afiza, tanpa terasa tetesan intan jatu di pipi putihnya. Kemudian Heru mengusapnya dengan sapu tangan berwarna biru cerah bermotifkan batik. Mereka berpisah di saksikan desahan angin dan gemercik ombak danau. Seakan alam merasakan perpisahan mereka.