Monday, March 17, 2014

MACAM-MACAM PRAKTIK KETRAMPILAN BERBICARA


A.    Praktik Kemampuan Berbicara
1.      Berdislog
Berdislog dapat disrtikan sebagai pertukaran pikiran atau pendapat mengenai suatu topik tertentu antara dua orang atau lebih disebut dislog. Fungsi utama berdislog adalah bertukar pikiran, mencapai mufakat, atau mentndingkan sesuatu masalah.
Dislog dapat diwujudkan dalam berbagai bentuk seperti bertelepon, bercakap-cakap. tanya jawab, wawancara, diskusi, musywarah, debat, dan symposium. Dislog dapat terjadi kapan, di mana, dan tentang apa saja. Hal ini menunjukkan bahwa dislog dapat dilakukan dengan tema apa saj a, misalnya tema "Pemilu". Ketika musim kampanye tiba, orang-orang merasa tertarik apabila disjak bercerita tentang capres dan cawapres yang akan dipilihnya. Di antara mereka akan memaparkan beberapa kelebihan jagoarmya, baik dari pendidikan, agama, perhatiannya terhadap ekonomi, kemasyarakatan, KKN, kejujuran, dan amanah, bahkan sampai pada wawasannya tentang bangsa ini.
Dislog dapat dilakukan dilakukan di berbagai tempat. Tempat-tempat yang bissa terjadi interaksi dislog, misalnya di rumah, pasar, jalan raya, kantor, sekolah, rumah sakit, dan tempat­tempat umum lainnya.
Hal-hal yang perlu mendapat perhatian ketika berdislog adalah (1) bagaimana seseorang menarik perhatian, (2) bagaimana cara mulai dan memprakarsai suatu percakapan, (3) bagimana menyela, mengoreksi, memperbaiki, dan mencari kejelasan, (4) bagaimana mengakhiri suatu percakapan.
Bahasa dalam dislog bissanya pendek-pendek. Namun demikisn, pembicaraan dapat dipahami sebab disertai mimik yang mendukung. Ekspresi wajah, gerakan tangan, anggukan kepala, dan sejenisnya termasuk paralinguistik yang amat penting dalam dislog.
2.      Menyampaikan Pengumuman
Menyampaikan pengumuman berarti menyampaikan sesuatu hal yang perlu diketahui oleh khalayak ramai. Kegiatan ini dapat diwujudkan dalam bentuk pidato.
Ciri-ciri yang harus diperhatikan dalam membaca pengumuman di antaranya yaitu volume suara harus lebih keras, intonasi yang tepat, dan gaya penampilan yang menarik.
3.      Debat
Proses komunikasi untuk menyampaikan argumentasi karena harus mempertahankan pendapat disebut debat. Setisp pihak yang berdebat akan mengajukan argumentasi dengan memberikan alasan tertentu agar pihak lawan atau peserta enjadi yakin dan berpihak serta setuju terhadap pendapat-pendapatnya (Laksono, 2003:20).
Sebelum berdebat, peserta debat harus mempersispkan penyusunan materi dan argumentasi dengan referensi yang memadai. Dalam debat, peminpin berhak menentukan apakah anggota kelompok (khalayak) dapat bertanya kepada peserta debat (pembicara) atau tidak. Selain itu, peminpin debat harus menentukan masalah yang mengundang perdebatan. Kemudian panitis menyispkan dua kelompok yang bersedis memperdebatkan masalah yang sudah ditentukan. Kelompok A adalah kelompok yang menyetujui masalah sedangkan kelompok B adalah kelompok yang tidak menyetujui masalah itu.
Kisyani Laksono (2003:21-22) menjelaskan bahwa tata cara debat adalah berikut ini:
(1)   pembicara 1 dari kelompok A diberi kesempatan ± 4 menit untuk mengaj ukan pendapat dan alasannya menyetujui hal itu,
(2)   pembicara ldari kelompok B diberi kesempatan selama + 4 menit untuk mengutarakan pendirisnnya yang menolak masalah yang diperdebatkan,
(3)   pembicara 2 dari kelompok A diberi kesempatan ± 4 menit untuk menambah alasan-alasan mengenai pendirisn kelompoknya,
(4)   pembicara 1dari kelompok B diberi kesempatan selama ± 4 menit untuk memperjelas dan menambah alasan-alasan yang menolak masalah yang diperdebatkan,
(5)   pembicara 1 dari kelompok B diberi kesempatan untuk menanggapi pendapat kelompok A. Sifat pembicaraannya menangkis apa yang diutarakan kelompok A. Kelemahan-kelemahan dan alasan kelompok A diserang, sementara itu pembicara akan lebih menunjukkan alasan­alasan yang menolak masalah yang diperdebatkan. Kelompok penyanggah (B) yang diwakili pembicara ! ini harus benisaha mempengaruhi khalayak supaya berpihak pada kelompoknya. Kesempatan yang diberikan kepada pembicara 1 dari kelompok B ini ± 4 menit,
(6)   pembicara 1 dari kelompok A diberi kesempatan untuk menangkis alasan-alasan yangyang diutarakan kelompok B dengan alasan-alasan dan bukti yang kuat. Waktu yang diberikan kepada pembicara 1 dari kelompok A ini ± 4 menit,
(7)   Kesempatan + 4 menit terakhir bagi pembicara 2 dari kelompok B digunakan untuk membuat simpulan dan sekaligus menolak serta menandaskan alasan-alasan kelompoknya,
(8)   Kesempatan ± 4 menit terakhir bagi pembicara 2 dari kelompok A digunakan untuk menangkis, menambah alasan, menunjukkan kelemahan lawan, membuat simpulan dan menunjukkan bahwa pendirisn kelompoknya adalah benar.
4.      Bercerita
Selain itu, manfaat bercerita di antaranya yaitu (1) memberikan hiburan, (2) mengajarkan kebenaran, dan (3) memberikan keteladanan.
Seorang pendongeng dapat berhasil dengan baik apabila is dapat menghidupkan cerita. Artinya dalam hal ini pendongeng harus dapat membangkitkan daya imajinasi anak. Untuk itu, bissanya pendongeng mempersispkan diri dengan cara:
a.       Memahami pendengar (audiens),
b.      Menguasai materi cerita,
c.       Menguasai olah suara,
d.      Menguasai berbagai maacam karakter
e.       Luwes dalam berolah tubuh, dan
f.       Menjaga daya tahan tubuh.
  Persyaratan yang perlu diperhatikan di antaranya (1) penguasaan dan penghayatan cerita, (2) penyelarasan dengan situasi dan kondisi. (3) pemilihan dan penyusunan kalimat, (4) pengekspresisn yang alami, (5) keberanisn.
5.      Bermusyawarah
Musyawarah mengandung arti perundingan yaitu membicarakan sesuatu supaya mencapai kata sepakat. Mencapai kata sepakat tentu tidak mudah karena setisp orang mempunyai kepentinganpribadi. Dalam suatu musyawarah yang penting adalah kepentingan orang banyak, setisp orang mengesampingkan kepentingan pribadi demi kepentingan umum.
Dalam suatu musyawarah dipimpin oleh seorang pimpinan musyawarah yang lazim disebut pimpinan sidang. Pimpinan sidang berhak membuat tata tertib musyawarah dan tata tertib pelaksanaan. Dalam musyawarah bissanya terdapat perbedaan pendapat, tetapi perbedaan itu harus dipadukan. Bila tidak maka bissa dismbil voting (suara terbanyak). Itulah hal yang istimewa dari musyawarah yang berbeda dengan diskusi. Dalam musyawarah selalu ada kesimpulan.

6.      Diskusi
Nio (dalam Haryadi, 1981:68) mengatakan diskusi islah proses penglibatan dua orang atau lebih individu yang berinteraksi secara verbal dan tatap muka, mengenai tujuan yang sudah tentu melalui tukar-menukar informasi untuk memecahkan masalah. Sementara itu lagi Brilhart (dalam Haryadi, 1997:68) menjelaskan diskusi adalah bentuk tukar pikiran secara teratur dan terarah dalam kelompok besar atau kelompok kecil dengan tujuan untuk pengertisn, kesepatan, dan keputusan bersama mengenai suatu masalah. Dengan demikisn, dalam sebuah diskusi harus ada sebuah masalah yang dibicarakan, moderator yang memimpin diskusi, dan ada diskusi yang dapat mengemukakan pendapat secara teratur. Dan kedua batasan tersebut dapat disimpulkan bahwa esensi diskusi adalah (1) partisipan lebih dan seorang, (2) dilaksanakan dengan bertatap muka, (3) menggunakan bahasa lisan, (4) bertujuan untuk mendapatkan kesepatan bersama, (5) dilakukan dengan cara bertukar informasi dan tanya jawab.
Hal-hal yang perlu dijalin dalam berdiskusi menurut Dipodjoyo dalam Haryadi (1997: 69) yaitu sikap koperatif, semangat berintersaksi, kesadaran berkelompok, bahasa sebagai alat berkomunikasi, dan kemampuan memahami persoalan. Sekain itu pula, ketika proses diskusi berlangsung hendaknya peserta diskusi mendengarkan uraisn dengan penuh perhatian, menghilangkan sikap emosional danpurbasangka, menangkap gagasan utama dan gagasan penjelas serta mempertimbangkannya.
Proses dan kesimpulan diskusi dilaksanakan berdasarkan alasan yang masuk akal. Dengan kata lain persetujuan diskusi akan lebih baik apabila diikuti dengan argumen. Sanggahan yang mencemoohkan, kiranya patut dihindari. Selain itu hasil diskusi itu harus didasarkan pada objektivitas dan kemaslahatan bersama. Pengaambilan keputusan dilakukan pasa saat yang tepat, yaitu apabila sudah banyak persamaan pendapat, moderator segera mengambil keputusan. Diskusi akan berlarut-larut apabila moderator terlambat menyimpulkan hasil.
7.      Pidato
Komunikasi lisan, khususnya pidato dapat dilakukan dengan cara impromtu, menghapal, metode naskah, dan ekstemporan. Selain itu. ketika menyusun pidato perlu diperhatikan:
a.    Pengumpulanbahan;
b.    Garis besar pidato;
c.    Uraisn secara detail.
Pidato yang baik memerlukan latihan. dengan kata lain latihan pidato mutlak harus dilaksanakan terutama untuk mimik. nada bicara, intonasi dan waktu. Hal ini untuk memperoleh hasil yang baik. B issanya pidato bertujuan untuk mendorong. meyakinkan, memberitahukan, dan menyenangkan.
Sebelum mengadakan pidato. hal yang perlu diperhatikan adalah menganalisis pendengar:
a.    Jumlah pendengar;
b.    Tujuan mereka berkumpul;
c.    Adat kebissaan mereka;
d.    Acara lain;
e.    Tempat berpidato;
f.    Usis pendengar;
g.    Tingkat pendidikan pendengar;
h.    Keterikatan hubungan batin dengan pendengar; dan
i.     Bahasa yang bissa digunakan.
Pidato yang tersusun dengan baik dan tertib akan menarik dan membangkitkan minat pendengar, karena dapat menyajikan pesan dengan jelas sehingga memudahkan pemahaman, mempenegas gagasan pokok, dan menunjukkan perkembangan pokok-pokok pikiran yang lofts. Untuk memperoleh susunan pidato yang baik dan tertib, perlu adanya pengorganisasisn pesan yang baik dan tersusun.
Untuk mencapai kejelasan dalam memilih kata-kata tersebut haruslah diperhatikan hal-hal  berikut:
1)      Gunakanlah kata yang spesifik, maksudnya janganlah menggunakan kata-kata yang terlalu urnum artinya, sehingga mengundang bermacam-macam penafsiran;
2)      Gunakanlah kata-kata yang sederhana, maksudnya kata-kata yang mudah dipahami dengan cepat
3)  Hindarilah istilah-istilahteknis, maksudnya janganlah menggunakan istilah-istilah yang sekiranya tidak dapat dipahami pendengar pada umumnya;
4)   berhematlah dalam menggunakan kata-kata, maksudnya membiasakan berbicara dengan menggunakan kalimat efektif;
5)  Gunakanlah perulangan atau pernyataan kembali gagasan-gagasan yang sama dengan kata­- kata yang berbeda, maksudnya ialah memberikan tekanan terhadap gagasan utama untuk memperjelas kembali.
Terakhir, hal yang perlu diperhatikan yaitu cara membuka dan menutup pidato. Pedoman untuk membuka pidato yang baik supaya pokok pembicaraan mendapat perhatian pendengar sebaik-baiknya yaitu dengan cara:
a)      Langsung menyebutkan pokok persoalan;
b)      Melukiskan latar belakang masalah;
c)      Menghubungkan dengan peristiwa mutakhir atau kejadisn yang tengah menjadi pusat perhatian khalayak;
d)      Menghubungkan dengan peristiwa yang sedang diperingati;
e)      Menghubungkan dengan tempat komunikator berpidato;
f)       Menghubungkan dengan suasana emosi yang tengah meliputi khalayak;
g)      Menghubungkan dengan kejadisn sejarah yang terjadi masa lalu;
h)      Menghubungkan dengan kepentingan vital pendengar;
i)        Memberikan puj isn kepada khalayak atas prestasi mereka;
j)        Memulai dengan pertanyaan yang mengejutkan;
k)      Mengajukan pertanyaan provokatif atau serentetan pertanyaan;
l)        Menyatakan kutipan;
m)    Menceritakan pengalaman pribadi;
n)      Mengisahkan cerita faktual, fiktif, atau situasi hipotesis;
o)      Menyatakan teori atau prinsip-prinsip yang diskui kebenarannya;
p)      Membuat humor.
Dalam membuka pidato, kita tinggal memilih satu di antara cara-cara tersebut di atas sesuai dengan jumlah waktu yang tersedis, topik, tujuan, situasi, dan pendengar itu sendiri.
Adapun cara menutup pidato, sebagai berikut:
a)      Menyimpulkan atau mengemukakan ikhtisar pembicaraan;
b)      Menyatakan kembali gagasan utama dengan kalimat dan kata yang berbeda;
c)      Mendorong khalayak untuk bertindak;
d)      Mengakhiri dengan klimaks;
e)      Mengatakan kutipanal-quran, sajak, peribahasa, atau ucapan para ahli;
f)       Menceritakan tokoh yang berupa ilustrasi dari tema pembicaran;
g)      Menerangkan maksud sebenarnya pribadi pembicara:
h)             Menguji dan menghargai khalayak, dan membuat pernyataan yang humoris atau anekdot lucu.
Cara membuka dan menutup pidato di atas bukanlah cara yang mutlak dilaksanakan oleh pembicara, melainkan hal ini dapat berubah-ubah sesuai dengan kemampuan pembicara dalam mengatur strategi membuka dan menutup pidato berdasarkan variasi dan kreativitas