Thursday, May 23, 2013

sinopsis Novel Mereguk Cinta dari Surga


SINOPSIS DAN PERMASALAHAN

DALAM NOVEL MEREGUK CINTA DARI SURGA

KARYA ABDULKARIM KHIARATULLAH


Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pengkajian Fiksi


Dosen Pengampu
Syamsun, M.A



 




Oleh
Nama  : Halimatus Sa’diyah
Nim:    5.11.06.13.0.007


PROGRAM STUDI BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS ISLAM MAJAPAHIT
MOJOKERTO
2013
SINOPSIS NOVEL MEREGUK CINTA DARI SURGA
KARYA ABDULKARIM KHIARATULLAH

Aziz adalah anak semata wayang keturunan Pak Agung Septiadi yang dididik tegas dan disiplin, sehingga ia menjadi anak yang cerdas, rendah hati, dan sabar. Ia menempuh pendidikan disebuah pesantren MTI Candung yang didirikan oleh Syekh Sulaiman ar-Rasuly yang mengkontribusi agama dan Bangsa pada zaman penjajahan Belanda. Nama lengkapnya adalah Abdul Aziz Muhsin.
Awal pertemuannya dengan gadis cantik anak semata wayang pemilik kos yang bernama Mutia Zahara (Mutia) siswi pelajar SMU Negeri 1 Bukittinggi. Di pesantren nama Aziz menjadi buah bibir dikalangan para santriwati karena prestasinya di pesantren. Hal ini membuat Mutia menjadi penasaran terhadapnya, karena sifatnya berbeda dengan para santri lain yang sering menggodanya.
Pada suatu hari mereka bertemu di kantor kelurahan untuk membuat KTP. Nama mereka dipanggil petugas secara bersamaan untuk mengisi berkas, kemudian berkas tersebut harus ditandatangani Camat. Mutia mengajak Aziz untuk berangkat bersama, karena Aziz tidak tau kantor Camat serta tidak mempunyai kendaraan Aziz menerima tawarannya. Dari situ mereka mulai saling akrap satu sama lain.
Tidak semua santri tinggal di pesantren, begitupula Aziz yang tinggal di rumah kos bersama Farhan, Syukri, dan Fadhli. Saat Aziz dan Farhan asyik makan, tiba-tiba ada yang mengetuk pintu saat di buka Farhan ternyata Mutia. Kedatangan Mutia yaitu untuk mengundang mereka bertemu ayahnya yang bernama Pak Rudi yang merupakan sahabat ayah Aziz di pesantren. Farhan tidak bisa ikut karena mau ke warnet chatting dengan Bang Mahmud untuk mencari info Universitas Al-Azhar di Mesir. Akhirnya Aziz yang memenuhi undangan ayah Mutia. Ayah Mutia mengundangnya untuk menjelaskan tentang hukum zakat maal. Aziz menjelaskan bahwa zakat adalah hak Allah SWT, sehingga Pak Rudi merasa kleliru membayar zakat selama bertahun-tahun. Dari penjelasan Aziz, ayah Mutia mengerti bagaimana membayar zakat yang baik dan benar.
Didesa Candung terdapat surau tua yang bersejarah, yang di urus Pak Rahmat. Meski keadaan surau mau roboh di makan usia, ia menolak untuk direnovasi oleh masyarakat sekitar. Bagi Pak Rahmat surau tersebut memiliki sejarah panjang bagi dirinya sewaktu muda di masa perjuangan melawan penjajah Belanda dan Jepang.
Ketika Aziz pulang dari surau tua, ia melewati sebuah gang. Ia mendengar teriakan perempuan meminta tolong bahwa ada pencuri masuk kerumahnya. Namun, pencuri gagal ditangkap oleh petugas ronda. Rumah yang dijadikan sasaran pencuri adalah rumah orang yang memiliki kekayaan di atas rata-rata. Farhan memiliki firasat bahwa pencuri akan kerumah Mutia besok malam, oleh karena itu Aziz dan Farhan ronda di rumah Mutia.
Dugaan Farhan benar, kawanan pencuri menyatroni rumah Mutia. Akhirnya pencuri itu tertangkap oleh Aziz dan Farhan, setelah pencuri itu masuk disebuah kamar. Mereka menyergap tetapi hanya satu yang tertangkap, yang satu kabur lewat cendela yang sebelumnya sudah dibuka oleh pencuri. Ternyata pencuri itu teman Aziz yang bernama Udin, ia nekat mencuri demi anak-anak yatim yang ada dipanti dimana sejak ia dirawat disana. Udin menyerah dan mengakui kesalahan yang ia lakukan selama ini, dan membuat warga menjadi resah. Aziz dan Farhan melepaskan Udin setelah ia berjanji tidak akan melakukan pencurian lagi. Aziz memberi tahu warga bahwa tidak akan ada pencurian lagi, ia juga menghimbau tidak perlu ronda lagi.
Dipagi yang cerah Aziz mengajak Farhan ke toko buku yang lengkap di Bukittinggi di Pasar Aur Kuning. Aziz dan Farhan membeli dua buku. Aziz membeli buku tentang Fiqh dan sastra, sedangkan Farhan membeli keduanya tentang Filsafat. Setelah dari toko buku mereka melanjutkan perjalanan ke Ramayana yang baru di buka. Usai dari Ramayana mereka belanja kebutuhan dapur di Pasar Atas dan membeli bahan makanan di Pasar Bawah. Kemudian mereka langsung pulang, mereka melewati SMU 1 Bukittinngi, tempat belajar Mutia.
Dua bulan lagi, masa pengapdian Aziz dan teman-temannya yang tamat tahun lalu akan berakhir. Ia dan teman-temannya sudah memmikirkan matang-matang ke mana akan melanjutkan kuliah. Farhan dan Syukri ingin kuliah ke Universitas Al-Azhar di Mesir. Mereka mengikuti tes penerimaan beasiswa di IAIN Imam Bonjol, Padang. Sedangkan Fadhli berencana melanjutkan kuliah ke IAIN Imam Bonjol, Padang. Aziz sendiri memutuskan untuk kuliah ke Jakarta sambil mencari kerja. Kalau ada kesempatan dan biaya terkumpul maka ia akan mencoba mendaftar untuk mengikuti tes beasiswa ke Kairo, untuk jenjang S2.
Sejak pagi perasaan Aziz tidak enak, sepertinya ada sesutu yang terjadi. Kemudian ia jalan-jalan ke pematang sawah untuk menyegarkan pikirannya. Sepulang dari pematang sawah, ia disongsong Fadhli untuk manyampaikan bahwa ayahnya datang untuk memberi tahu bahwa Ibunya yang bernama Bu Hasna ke Rumah Sakit Achmad Mochtar. Aziz langsung pulang untuk menemui ibunya di rumah sakit. Ibunya sakit dibagian dada, kata dokter ibunya mengalami tekanan jantung dan harus dioprasi.
Bu Hasna sudah cukup lama mengidap kangker jantung. Setahun yang lalu dokter sudah menyarankan kepada Pak Agung agar istrinya dioprasi. Akan tetapi, belum ada bianya. Setelah tiga jam dioprasi, ternyata Bu Hasna meninggal dunia.
 Kelurga Mutia bertakziah kerumah Azia. Dua sahabat lama bertemu antara Pak Rudi dan Pak Agung. Mutia menemui Aziz dan memberinya nasehat agar tabah menghadapi musibah yang menimpanya. Kata-kata Mutiara dapat meluluhkan kesedihan Aziz bak embun pagi yang memberikan kesejukan, hingga membuat hatinya berdesir.
Setelah tiga hari kepergian Bu Hasna, ada beberapa hal yang ada dibenak Aziz. Ia ingin menggapai cita-cita dan kuliah di Jakarta, tapi tidak tega meninggalkan ayahnya yang sudah berumur. Iapun membicarakan hal itu kepada ayahnya, Aziz mendapat restu dari ayahnya. Keesokan harinya Aziz berpisah dengan Pak Agung untuk kembali ke kos menemui teman-temannya. Hari yang ia nantikan tiba, ia bersama tiga puluh teman-temanya telah menyelesaikan pengabdian dengan baik. Aziz didampingi ayahnya, di pesantren ia meraih rangking satu dengan nilai tertinggi dan mengalahkan nilai tertinggi tahun lalu. Malam harinya Aziz makan bersama dengan sahabatnya, di malam itu menjadi malam perpisahan.
Menjelang pukul sembilan pagi, Syukri dan Fadhli pamit. Mereka saling berdekapankan dengan dua sahabatnya Aziz dan Farhan. Tinggal Aziz dan Farhan yang ada di kos. Mereka memutuskan untuk pergi kerumah Pak Rudi. Sesampainya dirumah Pak Rudi, ternyata keluarganya akan pergi ke pantai Padang untuk refresing. Merekapun diajak Pak Rudi untuk ikut jalan-jalan. Di pantai mereka menikmatinya, karena pantainya yang indah dan cantik. Pak Rudi merupakan orang kaya yang baik dan murah hati, keluarganya harmonis. Aziz dan Farhan sangat nyaman dan akrab dengan keluarga Pak Rudi. Setelah pulang dari jalan-jalan mereka berpamitan, Pak Rudi berpesan kepada mereka berdua, pesannya kalian adalah harapan masyarakat dan jangan sampai mengecewakan orang tua. Aziz dan Farhan berpisah dengan keluarga Pak Rudi. Mutia menangis saat mereka berpamitan, ia menyadari bahwa hari ini adalah hari terakhir bertemu dengan Aziz.
Aziz berangkat ke Jakarta. Tanpa disadarinya bahwa hari itu merupakan hari terakhir bertemu ayahnya. Aziz sampai di Terminal Pulo Gadung pukul dua belas malam. Sesampainya disana ia tidak langsung mencari alamat saudaranya, ia mencari masjid yang terdekat untuk melepas lelah. Ternyata dalam perjalanannya ke masjid ia di jambret. Semua barang berharga yang ia miliki diambil bahkan ijazah dan catatan alamat saudaranya yang bernama Pak Zailan yang diberi ayahnya ikut raib. Ia mencari pekerjaan untuk ongkos mencari alamat saudaranya di Pasar Minggu.
Setelah Aziz bertanya ke sana-sini, akhirnya ia sampai di Pasar Minggu. Ia bertahan di sana demi untuk menemukan saudaranya. Pada suatu malam ia melihat jambret  yang merampok wanita, ia pun menolongnya. Ia terkena tusukan di rusuk kirinya, ia terkapar tidak berdaya. Akhirnya ia ditolong Pak Burhan kerumah sakit. Pak Burhan adalah orang kaya yang baik hati, ia memiliki dua yang bernama Burhan dan Silvi. Namun kakak Silvi meninggal bersama Ibunya saat kecelakaan terjadi. Semua biaya Aziz yang menanggung Pak Burhan, padahal ia tidak mengenal siapa dan dari mana Aziz. Aziz pun diajak kerumahnya. Kedatangan Aziz tidak disukai anak semata wayang Pak Burhan, Silvi sifatnya berubah semenjak ditinggal Ibunya.
Di rumah Pak Burhan, Aziz di beri tugas untuk mengantarka Silvi ke sekolah. Pak Burhan khawatir atas keselamatan Silvi, karena Silvi baru mengalami kecelakaan. Pak Burhan tidak ingin anak semata wayangnya mengalami kejadian dua tahun lalu yang dialami istri dan anaknya. Sepulang sekolah Silvi bersama dua temannya pergi ke Mall, Aziz mengikutinya. Disana mereka ternyata sudah janjian dengan tiga lelaki, ternyata mereka berpacaran. Silvi di putus pacarnya, karna ia tidak terima, mereka bertengkar dan Silvi di tampar. Aziz bermaksud menolongnya. Namun kebencian Silvi bertambah atas sikap Aziz yang dirasa ikut campur. Aziz hanya melaksanakan amanah dari ayah Silvi.
Setelah kejadian di Mall tadi siang. Silvi demam tinggi. Sebagai ayah Pak Burhan sangat khawatir dengan keadaan putrinya, sehingga ia memanggil dokter untuk memeriksanya. Silvi hanya kecapean dan butuh istirahat yang cukup. Aziz dengan kejadian itu, ia merasa sangat bersalah kepada Silvi. Maafnya tidak ditanggapi Silvi.
Seperti biasa Pak Burhan berangkat bekerja, ia memberi amanah kepada Aziz untuk mengingatkan anaknya minum obat. Azizpun melaksanakan apa yang di amanahkan Pak Burhan. Aziz akan melakukan apapun untuk membalas kebaikan Pak Burhan atas pertolongan yang di berikannya. Silvi tidak mau makan, Bi Asih sudah memaksanya namun ia tidak mau makan. Akhirnya Aziz masuk kekamar Silvi untuk menyuruhnya makan dan minum obat, tapi Silvi menolak dengan alasan masih kenyang. Ia gengsi sama Aziz. Setelah Aziz keluar kamar, Silvi dengan lahapnya makan nasi goreng yang diberikan Aziz kepadanya, tanpa sengaja Aziz kembali kekamarnya. Ia pun malu dengan Aziz.
Jam sembilan pagi, Silvi terbangun dan mencoba keluar kamar. Ia melihat Aziz membersihkan rumah dan merapikan perabot rumah. Silvi merasa bersalah apa yang ia lakukan selama ini kepada Aziz. Dugaannya salah selama ini kepada Aziz, ternyata ia adalah anak yang rajin dan suka bekerja keras. Bi Asih merasa ringan dengan pekerjaannya selama Aziz di rumah Pak Burhan. Perasaan Silvi mulai berubah terhadap Aziz, ia mulai perhatian dan selalu menanyakan keberadaan Aziz kepada Bi Asih. Tak biasanya Silvi seperti itu, Bi Asih kaget dengan perubahan Silvi terhadap Aziz.
Sepulang dari kantor Pak Burhan langsung ke kamar putrinya, ia mendapati Silvi masih agak demam dan menyuruhnya untuk tidur. Di tengah malam Silvi terbangun untuk minum di dapur, begitu melewati kamar Aziz, ia mendengar Aziz dan melihatnya dari lubang kunci ternyata Aziz murattal Al-Qur’an. Silvi pun kembali ke kamarnya, ia tidak bisa memejamkan mata. Dibenaknya selalu teringat dan di kuasai sesosok pemuda yang begitu istimewa di banding dengan pemuda yang ia dapati selama ini.
Adzan subuh berkumandang, Azizpun bergegas kemasjid untuk jamah sholat subuh. Setelah sholat ia murattal sejenak untuk mengingat kembali hafalan Al-Qur’an yang ia abaikan selama ini. Matahari sudah naik sepenggalah, iapun kembali kerumah. Ia menyediakan segelas susu di meja kamar Silvi, ia melihat obat Silvi tinggal sedikit berarti Silvi sudah sembuh. Setelah itu Aziz merapikan taman sepeninggalan istri Pak Burhan. Silvi terbangun dari tidurnya lalu merapikan tempat tidur dan terus mandi. Setelah mandi ia memakai pakaian yang sopan menutupi bagian tubuhnya, biasanya ia di rumah hanya memakai kaus dan celana Levi’s. Lalu ia ke dapur dan menyapa Bi Asih. Bi Asih terkesima melihat Silvi bak seorang bidadari. Cantik sekali.
Tiba-tiba Silvi akan membuat susu, selama ini ia tidak pernah membuat sendiri. Kalau ada apa-apa pasti minta tolong Bi Asih. Bi Asih heran melihat tingkah Silvi, ia mengerti ternyata Silvi membuatkan susu Aziz yang sedang merapikan taman. Bi Asih sudak menebak, bahwa Aziz bisa melunakkan hati Silvi.
Aziz terbelalak melihat perubahan Silvi yang aneh, ia terasa bermimpi. Silvi berusaha mendekati Aziz, namun Aziz berusaha menghindar dengan menyudahi membersihkan taman lebih cepat. Hari itu, ia ingin pergi belanja ke supermarket untuk membeli kebutuhannya, ia baru menerima gaji pertama. Ia langsung membersihkan tangan dan mandi. Saat kelur dari kamar mandi, ia teringat susu buatan Sivi. Ia merasa harus meminumnya, untuk menghargai Silvi. Setelah menuruni tangga, ia melihat Silvi duduk di kursi ruang tamu tempat ia menaruh susu, seolah-olah menunggunya. Aziz mendekat dan meminumnya, ia berterimakasih kepada Silvi, karena sudah membuatkan susu untuknya. Kemudian Aziz berpamit untuk pergi, namun Silvi mencoba mengajak bicara kepadanya. Lidah Silvi terasa kaku untuk mengatakan sesuatu kepada Aziz, ternyata Silvi meminta maaf dan mengakui kesalahan atas ucapan yang menyakiti hati Aziz. Karena hinaannya menyangkut nama ibu, Aziz tidak terima kalau ibunya yang di hina, ia mencintai ibunya lebih dari dirinya sendiri. Aziz tidak langsung menanggapi permintaan maaf Silfi, dan ia tidak bersedia memafkan Silvi. Ia tekut di permainkan Silvi, akhirnya Aziz memberi persayarata untuk memafkan Silvi dengan menyuruhnya belajar mengaji. Silvi menyanggupi persyaratan yang diberikan Aziz tanpa keraguan. Akhirnya Aziz memafkan Silvi.
Aziz pergi ke supermarket, Silvi minta ikut. Namun Aziz menolaknya, Silvi semakin kagum kepadanya, baru kali ini ada pemuda yang menolak untuk jalan berduaan. Aziz membeli pakaian yang sesuai dengan kepribadiannya, pakaian Budi tukang kebun yang ia kenakan selama ini kurang cocok. Karena celana Levi’s kurang cocok dengannya. Ia membeli kemeja, celana kain, dan baju koko untuk ke masjid. Setelah dirasa cukup, ia akan pulang. Namun, ia teringat janjinya akan mengajari Silvi mengaji. Ia tahu Silvi tidak punya mukena, walaupun ada itupun punya ibunya yang tidak pas dengannya. Akhirnya, Aziz kembali kesupermarket dan membelikan mukena, ia tahu warna kesukaan Silvi yaitu warna pink. Setelahmencari-cari, ia pun mendapatkan mukena warna putih dan bermotif bunga pink.
Setelah membayar belanjanya, ia tidak langsung pulang. Ia singgah ke toko buku untuk mencari-cari buku. Akhirnya, mendapatkan dua buku roman. Sejak dulu ia menyukai sastra. Kemudian ia langsung pulang.
Begitu sampai di rumah, terdengar imam masjid membaca salam. Berarti, shalat jamaah telah usai. Terpaksa, ia shalat dirumah. Setelah menaruh belanjaan di kamar, ia langsung mengetuk kamar Silvi untuk memberikan hadiah mukena. Silvi tidak percaya, dan menerimanya dengan senang hati. Ia menanyakan kapan memulai belajar mengaji, Aziz mengajaknya untuk belajar nanti malam setelah shalat isya di ruag tamu.
Kemudian Aziz kembali ke kamar untuk shalat magrib. Setelah itu, Pak Burhan pulang. Kemudian Silvi menemui dan menceritakan tentang yang hadiah dari Aziz dan tentang belajar mengaji. Pak Burhan merasa bersalah, bahwa selama ini ia tidak memperhatikan pendidikan anaknya. Sejak istrinya meninggal, tidak ada lagi yang mengajari putrinya pendidikan agama. Begitu sayangnya Pak Burhan kepada Silvi, ia tidak tega menyuruh Silvi shalat dan mengaji, karena Silvi menangis bila di suruh shalat dan mengaji.
Kemudian Pak Burhan mengajak Silvi dan Aziz untuk makan malam sambil berbincang-bincang. Pak Burhan tidak salah menyuruh Aziz tinggal di rumahnya, ia bisa membuat sifat Silvi berubah. Setelah makan malam, Aziz berangkat ke masjid untuk shalat Isya. Setelah selesai, ia langsung pulang untuk memenuhi janjinya mengajari Silvi. Ternyata Silvi sudah menunggunya dengan memakai mukena yang di ia berikan. Aziz mengajari Silvi dari cara mengambil Al-Qur’an dan membacanya, tidak di sangka ternyata Silvi lancar membaca. Mereka di saksikan Pak Burhan dan Bi Asih. Pak burhan merasa terharu melihat putrinya belajar mengaji. Setelah selesai, Aziz mengajak Silvi untuk shalat subuh besok, Silvi pun mau.
Aziz bangun pukul empat dan ia langsung menunaikan shalat tahajjud dan berdoa. Adzan subuh berkumandang, ia bangkit keluar kamar untuk membangunkan Silvi saatnya shalat subuh. Silvi di bangunkan agak sulit, maklumlah ia terbiasa bangun siang. Setelah di pastikan Silvi sudah bangun, ia langsung menuju masjid untuk berjamaah. Setelah selesai ia pulang, rasa kantuk Silvi hilang terkena air wudhu saat shalat subuh. Setelah ia mencoba membuka pelajarannya dan terasa sudah jenuh ia pun keluar dari kamarnya dan menyadari Aziz sudah pulang.
Silvi mengajak Aziz untuk bermain badminton, ia menantangnya. Dulu Silvi selalu dapat mengalahkan Budi. Tantangan Silvi barang siapa yang dapat mengalahkan maka ia membuatkan sarapan. Ternyata Aziz kalah dalam tantangan Silvi, ia pun membuatkan sarapan untuk Silvi dengan roti dan segelas susu.
Aziz pun bersiap-siap mengantar Silvi ke sekolah. Mereka berpamitan ke Pak Burhan. Pak Burhan mengucapkan terima kasih kepada Aziz, perasaan Aziz belum melakukan apa-apa dan belum bisa membalas kebaikan Pak Burhan. Setelah menurunkan Silvi di depan gerbang sekolah, ia langsung pulang dan merih buku yang ia beli beberapa hari yang lalu. Setelah bosan membaca, ia mencoba menulis pengalamannya yang ia derita selama ini.
Bel tanda pelajaran berakhir telah berbunyi. Silvi dan temannya yang bernama Indah pulang. Tanpa di sadari, mereka di ikuti Bobi. Bobi adalah pacar Silvi yang memukulnya di Mall beberapa hari yang lalu. Bobi berusaha mengajak pulang bareng, namun Silvi menolaknya. Ia memutuskan untuk menyudahi hubungan dengan Bobi. Bobi kesal dengan sikap Silvi. Ia menaruh dendam terhadap Silvi.
Silvi berlalu meninggalkan Bobi, langsung mengajak Indah ke sebuah warung untuk ditraktir makan. Kemudian mereka berpisah karena jalan pulang mereka berlawanan. Silvi menemui Aziz yang sudah lama menanti, mereka beranjak pulang. Aziz ingin ke toko buku dan mengajak Silvi. Tanpa di sadari mereka di ikuti sebuah mobil boks. Di tengah perjalanan mereka berhenti di tikungan, karena Aziz mencari WC umum dan meninggalkan Silvi seorang diri di jalan yang lengang. Setelah kembali dari WC, ia mendapati dua orang yang menarik Silvi masuk mobil boks. Namun Aziz terlambat, mobil terus melaju ke arah pinggir kota menuju Bambu Apus, daerah pinggir Jakarta Timur. Di sebuah gubuk terpencil, mobil itu berhenti dan berusaha memaksa Silvi masuk. Mereka terdiri dari tiga orang pria, diantaranya satu berseragam dan dua preman. Aziz yang mengikutinya mengetahui apa yang akan di perlakukan terhadap Silvi.

Kemudian Aziz menolong Silvi, Aziz berkelahi dengan para preman. Ia teringat dengan perawakan yang telah mencuri tasnya dua tahun yang lalu, yang membuat ia jadi gelandangan di kota ini dan juga yang hampir menghilangkan nyawanya. Lalu pencuri itu diikatnya di dalam gubuk.
Aziz menyuruh Silvi untuk menelpon polisi, tak berapa lama polisi datang dan membawanya untuk di penjara. Pencuri tersebut ternyata menjadi buronan polisi selama ini. Kemudian Aziz dan Silvi langsung pulang, mereka membatalkan untuk ke toko buku. Silvi mendapat pelajaran dengan kejadian tersebut.
Hari berganti hari, minggu berganti minggu, bulan berganti bulan. Tanpa terasa, kurang tiga menggu Silvi akan ujian akhir SMA. Ia mempersiapkan diri untuk menghadapi ujian yang akan menentukan masa depannya. Ia akan meringkas semua pelajaran yang telah ia pelajari. Ia pun meminta bantuan Aziz untuk meringkas sebagian pelajarannya. Mereka mengerjakan di ruang tamu. Aziz berhasil meringkas dua buku, sedangkan Silvi baru satu. Mereka mengerjakannya sampai larut malam, Silvi pun tertidur. Namun Aziz melanjutkan ringkasan Silvi yang tinggal satu sampai pukul tiga dini hari. Setelah selesai ia ke kamarnya untuk melanjutkan tulisan di dokumen pribadinya.
Adzan subuh berkumandang, Aziz mengambil wudhu dan membangunkan Silvi untuk shalat subuh, kemudian ia berangkat ke masjid. Silvi terbangun dan melihat bukunya rapi di atas meja, kemudia ia memeriksanya di tiap-tiap buku sudah penuh ringkasan. Serta ia berselimut dan menyadari bahwa ia tertidur di sofa.
 Silvi sudah terbiasa bangun pagi shalat subuh. Setelah selesai ia memeriksa catatan yang di kerjakan Aziz. Ternyata catatannya sangat rapi dan tidak asal-asalan. Aziz pulang saat matahari mulai terbit, sesampainya di rumah Pak Burhan dan Silvi sudah duduk di meja makan untuk sarapan. Silvi menyiapkan sarapan pagi itu sebagai ucapan terimakasih kepada Aziz yang telah membantu meringkas untuk di hafal.
Ujian akhir yang ditentukan sudah tiba. Ia merasa persiapan untuk ujian dirasa sudah cukup, ia pun sudah terbiasa shalat lima waktu dan bisa membaca Al-Qur’an dengan tajwid. Begitu pula ayahnya yang sudah mulai aktif berjamaah di masjid bersama Aziz. Aziz telah membuat banyak perubahan di rumah Pak Burhan. Hari itu, serempah seluruh nusantara melaksanakan ujian akhir, mulai SD sampai tingkat SMU.
Nun jauh di sana, Para mahasiswa Universitas Andalas, Padang, juga melaksanakan ujian akhir tahun. Di antara mahasiswa kedokteran, ada seorang gadis yang menaruh hati kepada Aziz saat di Pesantren Candung. Mereka sudah dua tahun ia tidak mendapat kabar Aziz. Beberapa minggu lalu, keluarganya berkunjung ke rumah Pak Agung untuk silaturahmi. Keluaga gadis itu terkejut saat mengetahui kabar Aziz samapai saat ini.
Pak Agung sangat mencemaskan Aziz, bahkan ia akan menjemputnya. Namun, karib kerabatnya melarangnya karena ia sedang sakit. Karib kerabatnya meminta bantuan Pak Zailan yang mencari di Jakarta. Pak Zailan sudah berusaha melacak keberadaan Aziz, namun belum membuahkan hasil. Semua mencemaskan Aziz begitu juga dengan gadis yang bernama Mutia Zahara.
Ujian sudah usai. Silvi merasa lega, ia tinggal menunggu hasilnya. Ia ingin melanjutkan kuliah, namun ada ritangannya yaitu harus mengikuti SPMB sebagai tahap awal memasuki kuliah. Ia ingin kuliah di UI mengambil kedokteran, namun disis lain ia inginkuliah di UIN Syarif Hidayatullah Ciputat untuk memperdalam ilmu agama. Ia sempat mengutarakan kebingungannya kepada Aziz.
Aziz menyarankan untuk kulaih kedokteran, karena ilmu kedokteran tidak bisa di pelajari kecuali di bangku kuliah. Sedangkan ilmu agama bisa di pelajari dengan membaca buku dan mendengarkan ceramah. Semua tergantung kepribadian Silvi. Kemudian Silvi meminta pendapat ayahnya. Ayahnya pun juga sependapat dengan Aziz. Setelah semalaman ia memikirkan akan kemana ia berkuliah, ia memutuskan untuk kuliah mengambil kedokteran seperti yang ia cita-citakan.
Hari pengumuman tiba, Silvi menerobos kerumunan untuk melihat namanya di daftar yang baru ditempel. Ia mendapati namanya terpampang  pada urutan paling atas di daftar nama. Ia membacanya berulang untuk memastikan namanya Silvi Rahmi. Ternyata benar namanya, ia tersenyum sangat bahagia.
Rangking pertama adalah posisi yang sulit ia raih. Persaingan sangat ketat hanya bisa menempatkan dirinya pada urutan ketiga. Ia berbangga dengan apa yang ia raih, bisa menutup tahun akhir dengan mengalahkan semua pesaingnya.
Ia langsung berlari ke arah Aziz tanpa memperdulikan ucapan selamat dari teman-temannya. Ia memberitahukan kepada Aziz kalau ia mendapat peringkat pertama. Aziz mengucapkan selamat kepadanya. Ini semua tidak lepas dari bantuan Aziz. Ia tidak ikut acara taman-tamannya yang merayakan dengan cara yang tak lazim: mencorat-coret baju seragam dengan cat, berarak keliling kampung menimbulkan keonaran. Namun, Silvi mengajak Aziz untuk di traktir ke Pizza Hut. Aziz menurutinya, namun ia tidak mau makan di tempat Pizza Hut, ia ingin di bungkus dan di makan di rumah bersama Bi Asih kerena ia ingin Bi Asih merasakan kebahagiaan yang di raih Silvi. Silvi merasa bersalah kepada Bi Asih, karena selama ini ia mengabaikan sebuah pekerjaan yang sejatinya merupakan pengorbanan. Ia juga membelikan baju gamis cantik berwarna biru tua. Bi Asih sangat bahagia dan terharu menerima hadiah dari Silvi, ia tidak percaya kalau Silvi jadi perhatian kepadanya.
Setelah makan Pizza, Silvi membicarakan keputusannya untuk mendaftar di UI bidang kedokteran kepada Aziz. Ia mendapat dukungan penuh dari Aziz.
Malampun tiba, mereka makan malam bersama Pak Burhan. Pak Burhan ingin menikah lagi. Namun, Silvi tidak menyukai hal itu. Ia takut akan terbaginya kasih sayang dari ayahnya. Ia mengurung di kamar sampai matahari sepenggalah. Akhirnya, Aziz yang mengajak bicara tentang keputusan Pak Burhan semalam. Ia menasehati Silvi dengan memberi contoh tentang kesepian Nabi Adam, sehingga Allah menciptakan Siti Hawa untuk diajak berbicara, bercanda, dan pendamping. Begitu pula yang dirasakan Pak Burhan, keadaan Silvi juga sama dengan keadaan Aziz. Mereka sama-sama ditinggal ibunya, sehingga Aziz tau apa yang dirasakan ayah Silvi.
Silvi merasa tenang dengan nasehat Aziz, ia tidak pernah merasakan ketenangan semenjak ibunya pergi. Karena hanya kepada ibunya ia mencurahkan perasaannya. Ibu yang mengerti perasan anaknya. Aziz merasa ia tidak menasehati Silvi, namun ia juga menasehati dirinya. Ia merasa menjadi anak durhaka yang telah tega meninggalkan ayahnya di kampung.
Menjelang sore Silvi menunggu kedatangan ayahnya, ia ingin meminta maaf atas kejadian kemarin malam. Ia juga mengatakan bahwa ia menyetujui ayahnya untuk menikah lagi. Aziz melihatnya terharu.
Pagi pun sangat cerah, secerah wajah Silvi. Ia mengajak Aziz untuk pergi ke Mall, seperti biasa Aziz menolak. Karena ia tidak suka pergi berduaan dengan gadis yang bukan mahramnya. Silvi mendesaknya dan berjanji tidak akan macam-macam, akhirnya Aziz menurutinya. Silvi membeli pakaian untuk kejutan nanti malam kepada ayahnya, Aziz dan Bi Asih. Setelah membeli pakaian, Silvi mengajak Aziz untuk ke toko buku. Ia membeli dua buku bacaan bernuansa agama. Aziz semakin tidak mengerti apa rencana Silvi.
Setelah shalat Isya, Pak Burhan, Aziz dan Bi Asih sudah dimeja makan. Namun, Silvi tidak turun juga. Ternyata ia berdandan dengan busana yang ia beli tadi. Silvi akhirnya turun, semua terkesima melihat Silvi. Bak bidadari yang turun dari kayangan, Silvi merubah penampilan dengan mulai hidup baru yaitu memakai jilbab dan berbusana sopan. Pak Burhan sangat bangga dengan anaknya, begitu pula Bi Asih. Semua itu berkat bantuan Aziz. Sehingga Pk Burhan mengucapkan terimakasih atas perubahan yang terjadi pada putrinya.
Seperti biasa setelah shalat isya mereka makan malam. Ketika makan malam, Aziz ingin mengatakan maksudnya kepada Pak Burhan atau yang di panggilnya ayah dan Silvi untuk meneruskan perjalanannya mencari sepupu ayahnya. Sebenarnya Pak Burhan merasa keberatan dengan keputusan Aziz lebih-lebih putrinya. Silvi tidak ingin berpisah degannya, namun Aziz meyakinkan bahwa ia ingin mengapai impian yang belum ia raih.
Keesokan harinya Aziz akan pergi, ia sudah mempersiapkan semua dan berkemas. Malam itu Aziz tidak bisa tidur, begitu pula Silvi. Sebenarnya mereka saling menyukai. Namun perasaan Aziz tidak mungkin mendapatkannya, ia berbeda derajat dengan Silvi. Ia merasa berat meninggalkan mereka.
Saat matahari sepenggalah. Aziz berpamitan kepada ayah, Silvi dan Bi Asih. Ayah Silvi memberikan amplop untuk perbekala, sedangkan Silvi memberinya kotak kecil berwarna biru.
Aziz melanjutkan perjalanan dari rumah Pak Burhan di Jakarta Utara menuju Pasar Minggu. Sudah tiga hari ia tinggal di masjid, ia di sana disuruh menggantikan ustad Akmal sebagai imam oleh pengurus masjid tersebut. Karena istrinya telah melahirkan dirumah sakit. Perasaannya sepertinya mengenal pengurus masjid tersebut, begitupula pengurus masjid. Aziz di suruh mengajari lansia mengaji, saat ia mengajar beberapa jamaah mengatakan nama Pak Zailan yang tidak lain adalah sepupu ayahnya yang ia cari selama ini.
Aziz memastikan nama tersebut dan meminta alamatnya. Setelah shalat subuh ia langsung berangkat mencari alamat yang diberikan jamah semalem. Setelah menemukan alamat ia memencet bel rumah Pak Zailan, kemudian ia diberitahu tetangga bahwa Pak Zailan pulang kampung ke Payakumbuh bersama anak dan istrinya dan ia tidak akan kembali, rumahnyapun sudah di kontrakkan. Ternyata penderitaan Aziz belum usai juga, ia merasa pencariannya selama ini sia-sia.
Aziz kembali ke masjid, kemudian ia melanjutkan menulis kisahnya. Hanya dengan menulis ia dapat mencurahkan perasaannya. Kemudian ia bermimpi bertemu ayahnya, dalam mimpi ayahnya menyarankan untuk melanjutkan cita-citanya.
Salah satu jamah lansia menemui Aziz yaitu Pak Amri. Ia mengajak kerumahnya dan menawarkan untuk mengajar dua anaknya yang bernama Fitri dan Ghani mengaji. Anak Pak Amri sangat sulit untuk mengaji, maklumlah istrinya bekerja sebagai sekretaris dan tidak memiliki banyak waktu untuk mendidik anak-anaknya, begitu pula dengan Pak Amri. Aziz pun menyetujuinya untuk mengajari putrinya.
Pak Amri memasrahkan kedua anaknya untuk di jemput sepulang sekolah oleh Aziz. Ia juga menyuruh Aziz untuk merawatnya, ia tidak mencari pembantu karena trauma. Fitri dan Ghani merupakan anak orang yang kaya, namun mereka kurang mendapat kasih sayang dari orang tua karena kesibukan. Sehingga mereka menjadi nak-anak yang susah di atur. Aziz mendekati satu persatu agar bisa diajarinya. Ia berhasil usahanya mendekati anak-anak Pak Amri dengan kegemaran mereka. Mereka pun mulai akrap dengannya. Pak Amri sangat terharu melihat kedua anaknya mau belajar mengaji, bahkan Aziz membiasakan mereka shalat.
Hari pernikahan Pak Burhan pun tiba. Ia sangat bahagia, namun yang dirasakan Silvi justru sebaliknya. Ia sangat merindukan Aziz, ia sangat mengharapkan kedatangan Aziz di pernikahan ayahnya. Namun penantian tinggalah penantian.
Begitu Ustad Akmal di kamar Aziz. Ia mendapati tulisan Aziz, ia menawarinya untuk menerbitkan tulisannya. Ia sanggup membantu mengetik dan mengditnya.
Saat shalat isya Pak Amri tidak kelihatan berjamaah. Setelah Aziz menjemput anak-anaknya ternyata Fitri dan Ghani juga tidak sekolah. Mereka dititipkan ke rumah kakeknya di Bogor. Aziz semakin bingung, kemudian ia kerumah Pak Amri. Pintu rumahnya juga terkunci, lalu ia mendapatkan surat yang dititipkan Pak Amri pada tetangga. Ternyata Ibu Ratna istrinya mengalami musibah kecelakaan sehingga di rawat di RSUPP. Aziz dan Ustad Akmal menjenguknya. Bu Ratna merasa bersalah kepada anaknya, bahwa selama ini ia tidak memperhatikannya. Sehingga apa yang di alaminya bukanlah musibah, melinkan teguran.
Naskah Aziz yang di ketik dan di edit Ustad Akmal pun selesai, ia mengopinya menjadi empat. Ia di beri tiga alamat penerbit oleh Ustad Akmal yaitu; Penerbit Gramedia, Mizan, dan DIVA Press. Ia juga mencantumkan nomor handphone Usstad Akmal.
Setelah selesai mengajukan ke penerbit. Aziz langsung ke rumah Pak Burhan, tetapi Pak Burhan dan Silvi tidak di rumah. Mereka pergi ke Bali untuk bulan madu Pak Burhan, sedangkan Bi Asih pulang kampung selama Pak Burhan ke Bali.
Pada hari Rabu Bu Ratna di perbolehkan pulang dan rawat jalan, ia menyadari kesalahannya tidak mematuhi suaminya. Kepulangannya di sambut dua anaknya, mereka meminta maaf dan merindukan Bu Ratna. Bu Ratna sangat terharu begitu pula suaminya.
Ustad Akmal mendapat telpon dari Penerbit Gramedia dan Mizan. Ternyata, naskah Aziz belum bisa diterima. Kemudian Aziz kerumah Pak Burhan untuk meminta maaf bahwa ia tidak menghadiri pernikahan Pak Burhan dan sekalian pamit mau pulang kampung. Namun, ia tidak bertemu Silvi karena ia ada acara kemping di puncak bersama teman dan dosennya.
Akhrnya Aziz memutuskan untuk pulang kampung. Sebelumnya ia menelpon satu-satunya penerbit yang belum bisa di pastikan. Ternyata DIVA Press menerima naskahnya, ia juga sudah menandatangani kontrak. Ia berangkat naik bus jurusan Payakambuh, perjalanan yang ia tempuh selama tiga hari dua malam. Ia pun tiba di terminal dan langsug naik angkotan desa. Sesampainya di rumah, ia tidak menemukan ayahnya. Kemudian ia pergi ke rumah Mak Hasin utnuk menanyakan keberadaan ayahnya. Ia hanya mendapat cacian, cercaan dari Mak Hasin karena tidak memberikan kabar selama ini. Bahkan Aziz di usisr dan tidak menyuruhnya masuk barang sebentar.
Kemudian, istri Mak Hasin menenangkan dan menjelaskan bahwa ayahnya sudah meninggal dua bulan yang lalu. Kemudian Aziz pergi ke makam Pandam diantar Agus sepupunya. Agus menceritakan keadaan ayahnya saat Aziz ke Jakarta hingga meninggal. Aziz mulai di kuasai rasa bersalah kepada ayahnya karena tega meninggalkannya seorang diri di kampung.
Kemudian Aziz mengunjungi karib kerabatnya satu persatu, tidak luput pula ia ke rumah Pak Zailan untuk memberikan penjelasan. Kemudian ia ke rumak Mak Hasin. Ia sudah menerima Aziz setelah di jelaskan istri dan Agus.
Aziz mengurus ijazahnya yang hilang karena ia ingin mengikuti tes beasiswa ke Universitas Ai-Azhar bulan juni. Sambil menunggu ia membantu Mak Hasin menggarap sawah warisan ayahnya.
Mak Hasin menyampaikan wasiat dari Pak Agung kepada Aziz. Wasiatnya bahwa ada sahabatnya melamarkan anak gadisnya untuk Aziz. Ia menerima wasiat setelah ia fikirkan selama satu minggu lebih meski ia tidak tahu siapa gadis yang di maksud Mak Hasin. Kemudian Mak Hasin mengundang keluarga gadis itu kerumahnya untuk meneruskan lamarannya. Ternyata gadis yang di maksud adalah Mutia anak Pak Rudi yang ia kenal saat di pesantren Candung dulu. Akad nikah dan walimah sudah di tentukan.
Pernikahan Aziz dan Mutia bernuansa Minang modern, mereka bak raja dan ratu. Kebahagiaan terpancar saat mereka duduk di pelamina. Serah terima dilaksanakan oleh keluarga Tuanku Nan Kayo (Pak Rudi) dan Datuak Sati (Pak Agung). Kemudian mempelai diantar kerumah mempelai laki-laki karena adat Minang malam pertama di rumah pengantin laki-laki.
Aziz akan tetap mengikuti tes ke Mesir.Ia akan mengajak istrinya tinggal di sana. Istrinya saat ini juga tengah menyelesaikan skripsi, ia ingin mengerjakan di rumahnya karena semua dokumen ada di rumahnya. Naskah Aziz sudah di terbitkan. Kemudian Aziz mendapat kabar dari Ustad Akmal bahwa Silvi mengalami kecelakaan parah. Aziz pun menjenguknya dengan mengajak istriny, mereka tinggal di kos yang di carikan Ustad Akmal.
Kemudian Aziz menjenguk Silvi seorang diri karena istrinya kecapean. Semangat Silvi bangkit bahkan ia siap menjalani operasi kedua di kepalanya. Namun, keinginan Silvi untuk mengutarakan cinta telah pupus, Aziz telah memperkenalkan istrinya kepadanya. Aziz tidak menyadari bahwa Silvi sangat mencintainya, ia baru tahu setelah Pak Burhab memberikan surat Silvi kepada Aziz. Aziz merasa bersalah lagi-lagi semuanya terlambat. Betapa hancurnaya hati Silvi saat melihat orang yang di cintainya sudah memilki pasangan, ia merasa tidak ada gunanya hidup di dunia.
Kepulangannya dari rumah sakit, Mutia mendapat telpon dari penerbit DIVA Press bahwa sudah mentrasfer uang ke rekening. Sebelum kekantor depag untuk melihat hasil tes beasiswa, mereka meliahat jumlah uang yang di trasfer penerbit. Jumlahnya begitu mengagetkan Aziz, dalam enam bulan Aziz mendapat uang sebanyak dua puluh juta. Kemudian mereka pergi ke kantor depag. Namun, harapan dan cita-citanya musnah karena ia tidak di terima mengikuti tes beasiswa ke Mesir.
Tiba-tiba ada seorang wanita memanggilnya. Ternyata Bu Zulva yang di tolong saat di rampok tiga tahun lalu, ia ingin membalas budi kepada Aziz untuk memasukkan namanya ke daftar calon mahasiswa ke Mesir. namun, Aziz menolaknya karena itu tidak murni dari hasil tes yang di jalaninya. Kemudian Bu Zulva menawarkan untuk tes ulang, Aziz pun menyutujuinya.
Keesokan Aziz dan Mutia pergi ke rumah Ustad Akmal untuk bersilaturahmi sekaligus mengucapkan banyak terima kasih atas semua bantuan, nasehatnya. Lalu mereka pergi bulan madu ke Ancol.
Aziz terlena dalam lautan kata-kata. Ia mendapat telpon dari Bu Zulva bahwa ia lulus mengikuti tes beasiswa ke Al-Azhar. Tak lama kemudian ia mendapat telpon dari Pak Burhan, ia mengabarkan keadaan Silvi yang semakin parah. Kemudian Aziz menjenguk bersama Mutia. Telinga Silvi berdarah lagi, ia meminta maaf kepada ayah dan ibunya tak lupa pula kepada Aziz. Kemudian ia meninngal dengan menyebut “laailaahaillallaah”.











Permasalahan Novel
1.      Aziz saat di Jakarta mengalami perampokan saat di terminal Pulo Gadung sehingga ia kehilangan ijazah dan alamat saudara sepupu ayahnya dan ia tidak bisa kuliah sebagaimana cita-citanya.
2.      Di jakarta Aziz mengalami kesengsaraan yang bertubi-tubi seorang diri bahkan ia hampir meninggal saat menolong seorang wanita di rampok dijalan.
3.      Kepergian Aziz ke Jakarta menjadi penyebab kematian Pak Rudi ayahnya, karena ia tidak pernah memberi kabar selama tiga tahun
4.      Kesibukan orang tua dengan pekerjaan akan membuat anak susah diatur, seperti yang di alami Fitri dan Ghani karena mereka tidak mendapatkan perhatian dan kasih sayang dari orang tuanya.
5.      Silvi mengalami kecelakaan saat mengendarai motor di kala hatinya sedih memikirkan Aziz yang tak pernah menemuinya.

lihat juga:
IDRPOKER.COM Agen Texas Poker Online Indonesia Terpercaya 

1 comment: