SINOPSIS DAN PERMASALAHAN
DALAM NOVEL MEREGUK CINTA DARI
SURGA
KARYA ABDULKARIM KHIARATULLAH
Untuk
Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pengkajian Fiksi
Dosen Pengampu
Syamsun, M.A
Oleh
Nama : Halimatus Sa’diyah
Nim: 5.11.06.13.0.007
PROGRAM STUDI BAHASA DAN SASTRA
INDONESIA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU
PENDIDIKAN
UNIVERSITAS ISLAM MAJAPAHIT
MOJOKERTO
2013
SINOPSIS
NOVEL MEREGUK CINTA DARI SURGA
KARYA
ABDULKARIM KHIARATULLAH
Awal
pertemuannya dengan gadis cantik anak semata wayang pemilik kos yang bernama
Mutia Zahara (Mutia) siswi pelajar SMU Negeri 1 Bukittinggi. Di pesantren nama
Aziz menjadi buah bibir dikalangan para santriwati karena prestasinya di
pesantren. Hal ini membuat Mutia menjadi penasaran terhadapnya, karena sifatnya
berbeda dengan para santri lain yang sering menggodanya.
Pada
suatu hari mereka bertemu di kantor kelurahan untuk membuat KTP. Nama mereka
dipanggil petugas secara bersamaan untuk mengisi berkas, kemudian berkas
tersebut harus ditandatangani Camat. Mutia mengajak Aziz untuk berangkat
bersama, karena Aziz tidak tau kantor Camat serta tidak mempunyai kendaraan
Aziz menerima tawarannya. Dari situ mereka mulai saling akrap satu sama lain.
Tidak
semua santri tinggal di pesantren, begitupula Aziz yang tinggal di rumah kos
bersama Farhan, Syukri, dan Fadhli. Saat Aziz dan Farhan asyik makan, tiba-tiba
ada yang mengetuk pintu saat di buka Farhan ternyata Mutia. Kedatangan Mutia
yaitu untuk mengundang mereka bertemu ayahnya yang bernama Pak Rudi yang
merupakan sahabat ayah Aziz di pesantren. Farhan tidak bisa ikut karena mau ke
warnet chatting dengan Bang Mahmud untuk mencari info Universitas Al-Azhar di
Mesir. Akhirnya Aziz yang memenuhi undangan ayah Mutia. Ayah Mutia
mengundangnya untuk menjelaskan tentang hukum zakat maal. Aziz menjelaskan
bahwa zakat adalah hak Allah SWT, sehingga Pak Rudi merasa kleliru membayar
zakat selama bertahun-tahun. Dari penjelasan Aziz, ayah Mutia mengerti
bagaimana membayar zakat yang baik dan benar.
Didesa
Candung terdapat surau tua yang bersejarah, yang di urus Pak Rahmat. Meski
keadaan surau mau roboh di makan usia, ia menolak untuk direnovasi oleh
masyarakat sekitar. Bagi Pak Rahmat surau tersebut memiliki sejarah panjang
bagi dirinya sewaktu muda di masa perjuangan melawan penjajah Belanda dan
Jepang.
Ketika
Aziz pulang dari surau tua, ia melewati sebuah gang. Ia mendengar teriakan
perempuan meminta tolong bahwa ada pencuri masuk kerumahnya. Namun, pencuri
gagal ditangkap oleh petugas ronda. Rumah yang dijadikan sasaran pencuri adalah
rumah orang yang memiliki kekayaan di atas rata-rata. Farhan memiliki firasat
bahwa pencuri akan kerumah Mutia besok malam, oleh karena itu Aziz dan Farhan
ronda di rumah Mutia.
Dugaan
Farhan benar, kawanan pencuri menyatroni rumah Mutia. Akhirnya pencuri itu
tertangkap oleh Aziz dan Farhan, setelah pencuri itu masuk disebuah kamar.
Mereka menyergap tetapi hanya satu yang tertangkap, yang satu kabur lewat cendela
yang sebelumnya sudah dibuka oleh pencuri. Ternyata pencuri itu teman Aziz yang
bernama Udin, ia nekat mencuri demi anak-anak yatim yang ada dipanti dimana sejak
ia dirawat disana. Udin menyerah dan mengakui kesalahan yang ia lakukan selama
ini, dan membuat warga menjadi resah. Aziz dan Farhan melepaskan Udin setelah
ia berjanji tidak akan melakukan pencurian lagi. Aziz memberi tahu warga bahwa
tidak akan ada pencurian lagi, ia juga menghimbau tidak perlu ronda lagi.
Dipagi
yang cerah Aziz mengajak Farhan ke toko buku yang lengkap di Bukittinggi di
Pasar Aur Kuning. Aziz dan Farhan membeli dua buku. Aziz membeli buku tentang Fiqh dan sastra, sedangkan Farhan
membeli keduanya tentang Filsafat. Setelah dari toko buku mereka melanjutkan
perjalanan ke Ramayana yang baru di buka. Usai dari Ramayana mereka belanja
kebutuhan dapur di Pasar Atas dan membeli bahan makanan di Pasar Bawah.
Kemudian mereka langsung pulang, mereka melewati SMU 1 Bukittinngi, tempat
belajar Mutia.
Dua
bulan lagi, masa pengapdian Aziz dan teman-temannya yang tamat tahun lalu akan
berakhir. Ia dan teman-temannya sudah memmikirkan matang-matang ke mana akan
melanjutkan kuliah. Farhan dan Syukri ingin kuliah ke Universitas Al-Azhar di
Mesir. Mereka mengikuti tes penerimaan beasiswa di IAIN Imam Bonjol, Padang.
Sedangkan Fadhli berencana melanjutkan kuliah ke IAIN Imam Bonjol, Padang. Aziz
sendiri memutuskan untuk kuliah ke Jakarta sambil mencari kerja. Kalau ada
kesempatan dan biaya terkumpul maka ia akan mencoba mendaftar untuk mengikuti tes
beasiswa ke Kairo, untuk jenjang S2.
Sejak
pagi perasaan Aziz tidak enak, sepertinya ada sesutu yang terjadi. Kemudian ia
jalan-jalan ke pematang sawah untuk menyegarkan pikirannya. Sepulang dari
pematang sawah, ia disongsong Fadhli untuk manyampaikan bahwa ayahnya datang
untuk memberi tahu bahwa Ibunya yang bernama Bu Hasna ke Rumah Sakit Achmad
Mochtar. Aziz langsung pulang untuk menemui ibunya di rumah sakit. Ibunya sakit
dibagian dada, kata dokter ibunya mengalami tekanan jantung dan harus dioprasi.
Bu
Hasna sudah cukup lama mengidap kangker jantung. Setahun yang lalu dokter sudah
menyarankan kepada Pak Agung agar istrinya dioprasi. Akan tetapi, belum ada
bianya. Setelah tiga jam dioprasi, ternyata Bu Hasna meninggal dunia.
Kelurga Mutia bertakziah kerumah Azia. Dua
sahabat lama bertemu antara Pak Rudi dan Pak Agung. Mutia menemui Aziz dan
memberinya nasehat agar tabah menghadapi musibah yang menimpanya. Kata-kata
Mutiara dapat meluluhkan kesedihan Aziz bak embun pagi yang memberikan
kesejukan, hingga membuat hatinya berdesir.
Setelah
tiga hari kepergian Bu Hasna, ada beberapa hal yang ada dibenak Aziz. Ia ingin
menggapai cita-cita dan kuliah di Jakarta, tapi tidak tega meninggalkan ayahnya
yang sudah berumur. Iapun membicarakan hal itu kepada ayahnya, Aziz mendapat
restu dari ayahnya. Keesokan harinya Aziz berpisah dengan Pak Agung untuk
kembali ke kos menemui teman-temannya. Hari yang ia nantikan tiba, ia bersama
tiga puluh teman-temanya telah menyelesaikan pengabdian dengan baik. Aziz
didampingi ayahnya, di pesantren ia meraih rangking satu dengan nilai tertinggi
dan mengalahkan nilai tertinggi tahun lalu. Malam harinya Aziz makan bersama
dengan sahabatnya, di malam itu menjadi malam perpisahan.
Menjelang
pukul sembilan pagi, Syukri dan Fadhli pamit. Mereka saling berdekapankan
dengan dua sahabatnya Aziz dan Farhan. Tinggal Aziz dan Farhan yang ada di kos.
Mereka memutuskan untuk pergi kerumah Pak Rudi. Sesampainya dirumah Pak Rudi,
ternyata keluarganya akan pergi ke pantai Padang untuk refresing. Merekapun diajak Pak
Rudi untuk ikut jalan-jalan. Di pantai mereka menikmatinya, karena pantainya
yang indah dan cantik. Pak Rudi merupakan orang kaya yang baik dan murah hati,
keluarganya harmonis. Aziz dan Farhan sangat nyaman dan akrab dengan keluarga
Pak Rudi. Setelah pulang dari jalan-jalan mereka berpamitan, Pak Rudi berpesan
kepada mereka berdua, pesannya kalian adalah harapan masyarakat dan jangan
sampai mengecewakan orang tua. Aziz dan Farhan berpisah dengan keluarga Pak
Rudi. Mutia menangis saat mereka berpamitan, ia menyadari bahwa hari ini adalah
hari terakhir bertemu dengan Aziz.
Aziz
berangkat ke Jakarta. Tanpa disadarinya bahwa hari itu merupakan hari terakhir
bertemu ayahnya. Aziz sampai di Terminal Pulo Gadung pukul dua belas malam.
Sesampainya disana ia tidak langsung mencari alamat saudaranya, ia mencari
masjid yang terdekat untuk melepas lelah. Ternyata dalam perjalanannya ke
masjid ia di jambret. Semua barang berharga yang ia miliki diambil bahkan
ijazah dan catatan alamat saudaranya yang bernama Pak Zailan yang diberi
ayahnya ikut raib. Ia mencari pekerjaan untuk ongkos mencari alamat saudaranya
di Pasar Minggu.
Setelah
Aziz bertanya ke sana-sini, akhirnya ia sampai di Pasar Minggu. Ia bertahan di
sana demi untuk menemukan saudaranya. Pada suatu malam ia melihat jambret yang merampok wanita, ia pun menolongnya. Ia
terkena tusukan di rusuk kirinya, ia terkapar tidak berdaya. Akhirnya ia ditolong
Pak Burhan kerumah sakit. Pak Burhan adalah orang kaya yang baik hati, ia
memiliki dua yang bernama Burhan dan Silvi. Namun kakak Silvi meninggal bersama
Ibunya saat kecelakaan terjadi. Semua biaya Aziz yang menanggung Pak Burhan,
padahal ia tidak mengenal siapa dan dari mana Aziz. Aziz pun diajak kerumahnya.
Kedatangan Aziz tidak disukai anak semata wayang Pak Burhan, Silvi sifatnya
berubah semenjak ditinggal Ibunya.
Di
rumah Pak Burhan, Aziz di beri tugas untuk mengantarka Silvi ke sekolah. Pak
Burhan khawatir atas keselamatan Silvi, karena Silvi baru mengalami kecelakaan.
Pak Burhan tidak ingin anak semata wayangnya mengalami kejadian dua tahun lalu
yang dialami istri dan anaknya. Sepulang sekolah Silvi bersama dua temannya
pergi ke Mall, Aziz mengikutinya. Disana mereka ternyata sudah janjian dengan
tiga lelaki, ternyata mereka berpacaran. Silvi di putus pacarnya, karna ia
tidak terima, mereka bertengkar dan Silvi di tampar. Aziz bermaksud
menolongnya. Namun kebencian Silvi bertambah atas sikap Aziz yang dirasa ikut
campur. Aziz hanya melaksanakan amanah dari ayah Silvi.
Setelah
kejadian di Mall tadi siang. Silvi demam tinggi. Sebagai ayah Pak Burhan sangat
khawatir dengan keadaan putrinya, sehingga ia memanggil dokter untuk
memeriksanya. Silvi hanya kecapean dan butuh istirahat yang cukup. Aziz dengan
kejadian itu, ia merasa sangat bersalah kepada Silvi. Maafnya tidak ditanggapi
Silvi.
Seperti
biasa Pak Burhan berangkat bekerja, ia memberi amanah kepada Aziz untuk
mengingatkan anaknya minum obat. Azizpun melaksanakan apa yang di amanahkan Pak
Burhan. Aziz akan melakukan apapun untuk membalas kebaikan Pak Burhan atas
pertolongan yang di berikannya. Silvi tidak mau makan, Bi Asih sudah memaksanya
namun ia tidak mau makan. Akhirnya Aziz masuk kekamar Silvi untuk menyuruhnya
makan dan minum obat, tapi Silvi menolak dengan alasan masih kenyang. Ia gengsi
sama Aziz. Setelah Aziz keluar kamar, Silvi dengan lahapnya makan nasi goreng
yang diberikan Aziz kepadanya, tanpa sengaja Aziz kembali kekamarnya. Ia pun
malu dengan Aziz.
Jam
sembilan pagi, Silvi terbangun dan mencoba keluar kamar. Ia melihat Aziz
membersihkan rumah dan merapikan perabot rumah. Silvi merasa bersalah apa yang
ia lakukan selama ini kepada Aziz. Dugaannya salah selama ini kepada Aziz,
ternyata ia adalah anak yang rajin dan suka bekerja keras. Bi Asih merasa
ringan dengan pekerjaannya selama Aziz di rumah Pak Burhan. Perasaan Silvi
mulai berubah terhadap Aziz, ia mulai perhatian dan selalu menanyakan
keberadaan Aziz kepada Bi Asih. Tak biasanya Silvi seperti itu, Bi Asih kaget
dengan perubahan Silvi terhadap Aziz.
Sepulang
dari kantor Pak Burhan langsung ke kamar putrinya, ia mendapati Silvi masih
agak demam dan menyuruhnya untuk tidur. Di tengah malam Silvi terbangun untuk
minum di dapur, begitu melewati kamar Aziz, ia mendengar Aziz dan melihatnya
dari lubang kunci ternyata Aziz murattal
Al-Qur’an. Silvi pun kembali ke kamarnya, ia tidak bisa memejamkan mata.
Dibenaknya selalu teringat dan di kuasai sesosok pemuda yang begitu istimewa di
banding dengan pemuda yang ia dapati selama ini.
Adzan
subuh berkumandang, Azizpun bergegas kemasjid untuk jamah sholat subuh. Setelah
sholat ia murattal sejenak untuk mengingat kembali hafalan Al-Qur’an yang ia
abaikan selama ini. Matahari sudah naik sepenggalah, iapun kembali kerumah. Ia
menyediakan segelas susu di meja kamar Silvi, ia melihat obat Silvi tinggal
sedikit berarti Silvi sudah sembuh. Setelah itu Aziz merapikan taman
sepeninggalan istri Pak Burhan. Silvi terbangun dari tidurnya lalu merapikan
tempat tidur dan terus mandi. Setelah mandi ia memakai pakaian yang sopan
menutupi bagian tubuhnya, biasanya ia di rumah hanya memakai kaus dan celana
Levi’s. Lalu ia ke dapur dan menyapa Bi Asih. Bi Asih terkesima melihat Silvi
bak seorang bidadari. Cantik sekali.
Tiba-tiba
Silvi akan membuat susu, selama ini ia tidak pernah membuat sendiri. Kalau ada
apa-apa pasti minta tolong Bi Asih. Bi Asih heran melihat tingkah Silvi, ia
mengerti ternyata Silvi membuatkan susu Aziz yang sedang merapikan taman. Bi
Asih sudak menebak, bahwa Aziz bisa melunakkan hati Silvi.
Aziz
terbelalak melihat perubahan Silvi yang aneh, ia terasa bermimpi. Silvi
berusaha mendekati Aziz, namun Aziz berusaha menghindar dengan menyudahi
membersihkan taman lebih cepat. Hari itu, ia ingin pergi belanja ke supermarket
untuk membeli kebutuhannya, ia baru menerima gaji pertama. Ia langsung
membersihkan tangan dan mandi. Saat kelur dari kamar mandi, ia teringat susu
buatan Sivi. Ia merasa harus meminumnya, untuk menghargai Silvi. Setelah
menuruni tangga, ia melihat Silvi duduk di kursi ruang tamu tempat ia menaruh
susu, seolah-olah menunggunya. Aziz mendekat dan meminumnya, ia berterimakasih
kepada Silvi, karena sudah membuatkan susu untuknya. Kemudian Aziz berpamit
untuk pergi, namun Silvi mencoba mengajak bicara kepadanya. Lidah Silvi terasa
kaku untuk mengatakan sesuatu kepada Aziz, ternyata Silvi meminta maaf dan
mengakui kesalahan atas ucapan yang menyakiti hati Aziz. Karena hinaannya
menyangkut nama ibu, Aziz tidak terima kalau ibunya yang di hina, ia mencintai
ibunya lebih dari dirinya sendiri. Aziz tidak langsung menanggapi permintaan
maaf Silfi, dan ia tidak bersedia memafkan Silvi. Ia tekut di permainkan Silvi,
akhirnya Aziz memberi persayarata untuk memafkan Silvi dengan menyuruhnya
belajar mengaji. Silvi menyanggupi persyaratan yang diberikan Aziz tanpa
keraguan. Akhirnya Aziz memafkan Silvi.
Aziz
pergi ke supermarket, Silvi minta ikut. Namun Aziz menolaknya, Silvi semakin
kagum kepadanya, baru kali ini ada pemuda yang menolak untuk jalan berduaan.
Aziz membeli pakaian yang sesuai dengan kepribadiannya, pakaian Budi tukang
kebun yang ia kenakan selama ini kurang cocok. Karena celana Levi’s kurang
cocok dengannya. Ia membeli kemeja, celana kain, dan baju koko untuk ke masjid.
Setelah dirasa cukup, ia akan pulang. Namun, ia teringat janjinya akan
mengajari Silvi mengaji. Ia tahu Silvi tidak punya mukena, walaupun ada itupun
punya ibunya yang tidak pas dengannya. Akhirnya, Aziz kembali kesupermarket dan
membelikan mukena, ia tahu warna kesukaan Silvi yaitu warna pink. Setelahmencari-cari, ia pun
mendapatkan mukena warna putih dan bermotif bunga pink.
Setelah
membayar belanjanya, ia tidak langsung pulang. Ia singgah ke toko buku untuk
mencari-cari buku. Akhirnya, mendapatkan dua buku roman. Sejak dulu ia menyukai
sastra. Kemudian ia langsung pulang.
Begitu
sampai di rumah, terdengar imam masjid membaca salam. Berarti, shalat jamaah telah
usai. Terpaksa, ia shalat dirumah. Setelah menaruh belanjaan di kamar, ia
langsung mengetuk kamar Silvi untuk memberikan hadiah mukena. Silvi tidak
percaya, dan menerimanya dengan senang hati. Ia menanyakan kapan memulai
belajar mengaji, Aziz mengajaknya untuk belajar nanti malam setelah shalat isya
di ruag tamu.
Kemudian
Aziz kembali ke kamar untuk shalat magrib. Setelah itu, Pak Burhan pulang.
Kemudian Silvi menemui dan menceritakan tentang yang hadiah dari Aziz dan
tentang belajar mengaji. Pak Burhan merasa bersalah, bahwa selama ini ia tidak
memperhatikan pendidikan anaknya. Sejak istrinya meninggal, tidak ada lagi yang
mengajari putrinya pendidikan agama. Begitu sayangnya Pak Burhan kepada Silvi,
ia tidak tega menyuruh Silvi shalat dan mengaji, karena Silvi menangis bila di
suruh shalat dan mengaji.
Kemudian
Pak Burhan mengajak Silvi dan Aziz untuk makan malam sambil berbincang-bincang.
Pak Burhan tidak salah menyuruh Aziz tinggal di rumahnya, ia bisa membuat sifat
Silvi berubah. Setelah makan malam, Aziz berangkat ke masjid untuk shalat Isya.
Setelah selesai, ia langsung pulang untuk memenuhi janjinya mengajari Silvi.
Ternyata Silvi sudah menunggunya dengan memakai mukena yang di ia berikan. Aziz
mengajari Silvi dari cara mengambil Al-Qur’an dan membacanya, tidak di sangka
ternyata Silvi lancar membaca. Mereka di saksikan Pak Burhan dan Bi Asih. Pak
burhan merasa terharu melihat putrinya belajar mengaji. Setelah selesai, Aziz
mengajak Silvi untuk shalat subuh besok, Silvi pun mau.
Aziz
bangun pukul empat dan ia langsung menunaikan shalat tahajjud dan berdoa. Adzan
subuh berkumandang, ia bangkit keluar kamar untuk membangunkan Silvi saatnya
shalat subuh. Silvi di bangunkan agak sulit, maklumlah ia terbiasa bangun
siang. Setelah di pastikan Silvi sudah bangun, ia langsung menuju masjid untuk
berjamaah. Setelah selesai ia pulang, rasa kantuk Silvi hilang terkena air
wudhu saat shalat subuh. Setelah ia mencoba membuka pelajarannya dan terasa
sudah jenuh ia pun keluar dari kamarnya dan menyadari Aziz sudah pulang.
Silvi
mengajak Aziz untuk bermain badminton, ia menantangnya. Dulu Silvi selalu dapat
mengalahkan Budi. Tantangan Silvi barang siapa yang dapat mengalahkan maka ia
membuatkan sarapan. Ternyata Aziz kalah dalam tantangan Silvi, ia pun
membuatkan sarapan untuk Silvi dengan roti dan segelas susu.
Aziz
pun bersiap-siap mengantar Silvi ke sekolah. Mereka berpamitan ke Pak Burhan.
Pak Burhan mengucapkan terima kasih kepada Aziz, perasaan Aziz belum melakukan
apa-apa dan belum bisa membalas kebaikan Pak Burhan. Setelah menurunkan Silvi
di depan gerbang sekolah, ia langsung pulang dan merih buku yang ia beli
beberapa hari yang lalu. Setelah bosan membaca, ia mencoba menulis
pengalamannya yang ia derita selama ini.
Bel
tanda pelajaran berakhir telah berbunyi. Silvi dan temannya yang bernama Indah
pulang. Tanpa di sadari, mereka di ikuti Bobi. Bobi adalah pacar Silvi yang
memukulnya di Mall beberapa hari yang lalu. Bobi berusaha mengajak pulang
bareng, namun Silvi menolaknya. Ia memutuskan untuk menyudahi hubungan dengan
Bobi. Bobi kesal dengan sikap Silvi. Ia menaruh dendam terhadap Silvi.
Silvi
berlalu meninggalkan Bobi, langsung mengajak Indah ke sebuah warung untuk
ditraktir makan. Kemudian mereka berpisah karena jalan pulang mereka berlawanan.
Silvi menemui Aziz yang sudah lama menanti, mereka beranjak pulang. Aziz ingin
ke toko buku dan mengajak Silvi. Tanpa di sadari mereka di ikuti sebuah mobil
boks. Di tengah perjalanan mereka berhenti di tikungan, karena Aziz mencari WC
umum dan meninggalkan Silvi seorang diri di jalan yang lengang. Setelah kembali
dari WC, ia mendapati dua orang yang menarik Silvi masuk mobil boks. Namun Aziz
terlambat, mobil terus melaju ke arah pinggir kota menuju Bambu Apus, daerah
pinggir Jakarta Timur. Di sebuah gubuk terpencil, mobil itu berhenti dan
berusaha memaksa Silvi masuk. Mereka terdiri dari tiga orang pria, diantaranya
satu berseragam dan dua preman. Aziz yang mengikutinya mengetahui apa yang akan
di perlakukan terhadap Silvi.
Kemudian
Aziz menolong Silvi, Aziz berkelahi dengan para preman. Ia teringat dengan
perawakan yang telah mencuri tasnya dua tahun yang lalu, yang membuat ia jadi
gelandangan di kota ini dan juga yang hampir menghilangkan nyawanya. Lalu
pencuri itu diikatnya di dalam gubuk.
Aziz
menyuruh Silvi untuk menelpon polisi, tak berapa lama polisi datang dan
membawanya untuk di penjara. Pencuri tersebut ternyata menjadi buronan polisi
selama ini. Kemudian Aziz dan Silvi langsung pulang, mereka membatalkan untuk
ke toko buku. Silvi mendapat pelajaran dengan kejadian tersebut.
Hari
berganti hari, minggu berganti minggu, bulan berganti bulan. Tanpa terasa,
kurang tiga menggu Silvi akan ujian akhir SMA. Ia mempersiapkan diri untuk
menghadapi ujian yang akan menentukan masa depannya. Ia akan meringkas semua
pelajaran yang telah ia pelajari. Ia pun meminta bantuan Aziz untuk meringkas
sebagian pelajarannya. Mereka mengerjakan di ruang tamu. Aziz berhasil
meringkas dua buku, sedangkan Silvi baru satu. Mereka mengerjakannya sampai
larut malam, Silvi pun tertidur. Namun Aziz melanjutkan ringkasan Silvi yang
tinggal satu sampai pukul tiga dini hari. Setelah selesai ia ke kamarnya untuk
melanjutkan tulisan di dokumen pribadinya.
Adzan
subuh berkumandang, Aziz mengambil wudhu dan membangunkan Silvi untuk shalat
subuh, kemudian ia berangkat ke masjid. Silvi terbangun dan melihat bukunya
rapi di atas meja, kemudia ia memeriksanya di tiap-tiap buku sudah penuh ringkasan.
Serta ia berselimut dan menyadari bahwa ia tertidur di sofa.
Silvi sudah terbiasa bangun pagi shalat subuh.
Setelah selesai ia memeriksa catatan yang di kerjakan Aziz. Ternyata catatannya
sangat rapi dan tidak asal-asalan. Aziz pulang saat matahari mulai terbit,
sesampainya di rumah Pak Burhan dan Silvi sudah duduk di meja makan untuk
sarapan. Silvi menyiapkan sarapan pagi itu sebagai ucapan terimakasih kepada
Aziz yang telah membantu meringkas untuk di hafal.
Ujian
akhir yang ditentukan sudah tiba. Ia merasa persiapan untuk ujian dirasa sudah
cukup, ia pun sudah terbiasa shalat lima waktu dan bisa membaca Al-Qur’an
dengan tajwid. Begitu pula ayahnya yang sudah mulai aktif berjamaah di masjid
bersama Aziz. Aziz telah membuat banyak perubahan di rumah Pak Burhan. Hari
itu, serempah seluruh nusantara melaksanakan ujian akhir, mulai SD sampai
tingkat SMU.
Nun
jauh di sana, Para mahasiswa Universitas Andalas, Padang, juga melaksanakan
ujian akhir tahun. Di antara mahasiswa kedokteran, ada seorang gadis yang
menaruh hati kepada Aziz saat di Pesantren Candung. Mereka sudah dua tahun ia
tidak mendapat kabar Aziz. Beberapa minggu lalu, keluarganya berkunjung ke
rumah Pak Agung untuk silaturahmi. Keluaga gadis itu terkejut saat mengetahui
kabar Aziz samapai saat ini.
Pak
Agung sangat mencemaskan Aziz, bahkan ia akan menjemputnya. Namun, karib
kerabatnya melarangnya karena ia sedang sakit. Karib kerabatnya meminta bantuan
Pak Zailan yang mencari di Jakarta. Pak Zailan sudah berusaha melacak
keberadaan Aziz, namun belum membuahkan hasil. Semua mencemaskan Aziz begitu
juga dengan gadis yang bernama Mutia Zahara.
Ujian
sudah usai. Silvi merasa lega, ia tinggal menunggu hasilnya. Ia ingin
melanjutkan kuliah, namun ada ritangannya yaitu harus mengikuti SPMB sebagai
tahap awal memasuki kuliah. Ia ingin kuliah di UI mengambil kedokteran, namun
disis lain ia inginkuliah di UIN Syarif Hidayatullah Ciputat untuk memperdalam
ilmu agama. Ia sempat mengutarakan kebingungannya kepada Aziz.
Aziz
menyarankan untuk kulaih kedokteran, karena ilmu kedokteran tidak bisa di
pelajari kecuali di bangku kuliah. Sedangkan ilmu agama bisa di pelajari dengan
membaca buku dan mendengarkan ceramah. Semua tergantung kepribadian Silvi.
Kemudian Silvi meminta pendapat ayahnya. Ayahnya pun juga sependapat dengan
Aziz. Setelah semalaman ia memikirkan akan kemana ia berkuliah, ia memutuskan
untuk kuliah mengambil kedokteran seperti yang ia cita-citakan.
Hari
pengumuman tiba, Silvi menerobos kerumunan untuk melihat namanya di daftar yang
baru ditempel. Ia mendapati namanya terpampang
pada urutan paling atas di daftar nama. Ia membacanya berulang untuk
memastikan namanya Silvi Rahmi. Ternyata benar namanya, ia tersenyum sangat
bahagia.
Rangking
pertama adalah posisi yang sulit ia raih. Persaingan sangat ketat hanya bisa
menempatkan dirinya pada urutan ketiga. Ia berbangga dengan apa yang ia raih,
bisa menutup tahun akhir dengan mengalahkan semua pesaingnya.
Ia
langsung berlari ke arah Aziz tanpa memperdulikan ucapan selamat dari
teman-temannya. Ia memberitahukan kepada Aziz kalau ia mendapat peringkat
pertama. Aziz mengucapkan selamat kepadanya. Ini semua tidak lepas dari bantuan
Aziz. Ia tidak ikut acara taman-tamannya yang merayakan dengan cara yang tak
lazim: mencorat-coret baju seragam dengan cat, berarak keliling kampung
menimbulkan keonaran. Namun, Silvi mengajak Aziz untuk di traktir ke Pizza Hut.
Aziz menurutinya, namun ia tidak mau makan di tempat Pizza Hut, ia ingin di
bungkus dan di makan di rumah bersama Bi Asih kerena ia ingin Bi Asih merasakan
kebahagiaan yang di raih Silvi. Silvi merasa bersalah kepada Bi Asih, karena
selama ini ia mengabaikan sebuah pekerjaan yang sejatinya merupakan
pengorbanan. Ia juga membelikan baju gamis cantik berwarna biru tua. Bi Asih
sangat bahagia dan terharu menerima hadiah dari Silvi, ia tidak percaya kalau
Silvi jadi perhatian kepadanya.
Setelah
makan Pizza, Silvi membicarakan keputusannya untuk mendaftar di UI bidang
kedokteran kepada Aziz. Ia mendapat dukungan penuh dari Aziz.
Malampun
tiba, mereka makan malam bersama Pak Burhan. Pak Burhan ingin menikah lagi.
Namun, Silvi tidak menyukai hal itu. Ia takut akan terbaginya kasih sayang dari
ayahnya. Ia mengurung di kamar sampai matahari sepenggalah. Akhirnya, Aziz yang
mengajak bicara tentang keputusan Pak Burhan semalam. Ia menasehati Silvi
dengan memberi contoh tentang kesepian Nabi Adam, sehingga Allah menciptakan
Siti Hawa untuk diajak berbicara, bercanda, dan pendamping. Begitu pula yang
dirasakan Pak Burhan, keadaan Silvi juga sama dengan keadaan Aziz. Mereka
sama-sama ditinggal ibunya, sehingga Aziz tau apa yang dirasakan ayah Silvi.
Silvi
merasa tenang dengan nasehat Aziz, ia tidak pernah merasakan ketenangan
semenjak ibunya pergi. Karena hanya kepada ibunya ia mencurahkan perasaannya.
Ibu yang mengerti perasan anaknya. Aziz merasa ia tidak menasehati Silvi, namun
ia juga menasehati dirinya. Ia merasa menjadi anak durhaka yang telah tega
meninggalkan ayahnya di kampung.
Menjelang
sore Silvi menunggu kedatangan ayahnya, ia ingin meminta maaf atas kejadian
kemarin malam. Ia juga mengatakan bahwa ia menyetujui ayahnya untuk menikah
lagi. Aziz melihatnya terharu.
Pagi
pun sangat cerah, secerah wajah Silvi. Ia mengajak Aziz untuk pergi ke Mall,
seperti biasa Aziz menolak. Karena ia tidak suka pergi berduaan dengan gadis
yang bukan mahramnya. Silvi mendesaknya dan berjanji tidak akan macam-macam,
akhirnya Aziz menurutinya. Silvi membeli pakaian untuk kejutan nanti malam
kepada ayahnya, Aziz dan Bi Asih. Setelah membeli pakaian, Silvi mengajak Aziz
untuk ke toko buku. Ia membeli dua buku bacaan bernuansa agama. Aziz semakin
tidak mengerti apa rencana Silvi.
Setelah
shalat Isya, Pak Burhan, Aziz dan Bi Asih sudah dimeja makan. Namun, Silvi
tidak turun juga. Ternyata ia berdandan dengan busana yang ia beli tadi. Silvi
akhirnya turun, semua terkesima melihat Silvi. Bak bidadari yang turun dari
kayangan, Silvi merubah penampilan dengan mulai hidup baru yaitu memakai jilbab
dan berbusana sopan. Pak Burhan sangat bangga dengan anaknya, begitu pula Bi
Asih. Semua itu berkat bantuan Aziz. Sehingga Pk Burhan mengucapkan terimakasih
atas perubahan yang terjadi pada putrinya.
Seperti
biasa setelah shalat isya mereka makan malam. Ketika makan malam, Aziz ingin
mengatakan maksudnya kepada Pak Burhan atau yang di panggilnya ayah dan Silvi
untuk meneruskan perjalanannya mencari sepupu ayahnya. Sebenarnya Pak Burhan
merasa keberatan dengan keputusan Aziz lebih-lebih putrinya. Silvi tidak ingin
berpisah degannya, namun Aziz meyakinkan bahwa ia ingin mengapai impian yang
belum ia raih.
Keesokan
harinya Aziz akan pergi, ia sudah mempersiapkan semua dan berkemas. Malam itu
Aziz tidak bisa tidur, begitu pula Silvi. Sebenarnya mereka saling menyukai.
Namun perasaan Aziz tidak mungkin mendapatkannya, ia berbeda derajat dengan
Silvi. Ia merasa berat meninggalkan mereka.
Saat
matahari sepenggalah. Aziz berpamitan kepada ayah, Silvi dan Bi Asih. Ayah
Silvi memberikan amplop untuk perbekala, sedangkan Silvi memberinya kotak kecil
berwarna biru.
Aziz
melanjutkan perjalanan dari rumah Pak Burhan di Jakarta Utara menuju Pasar
Minggu. Sudah tiga hari ia tinggal di masjid, ia di sana disuruh menggantikan
ustad Akmal sebagai imam oleh pengurus masjid tersebut. Karena istrinya telah
melahirkan dirumah sakit. Perasaannya sepertinya mengenal pengurus masjid
tersebut, begitupula pengurus masjid. Aziz di suruh mengajari lansia mengaji,
saat ia mengajar beberapa jamaah mengatakan nama Pak Zailan yang tidak lain
adalah sepupu ayahnya yang ia cari selama ini.
Aziz
memastikan nama tersebut dan meminta alamatnya. Setelah shalat subuh ia
langsung berangkat mencari alamat yang diberikan jamah semalem. Setelah
menemukan alamat ia memencet bel rumah Pak Zailan, kemudian ia diberitahu
tetangga bahwa Pak Zailan pulang kampung ke Payakumbuh bersama anak dan
istrinya dan ia tidak akan kembali, rumahnyapun sudah di kontrakkan. Ternyata
penderitaan Aziz belum usai juga, ia merasa pencariannya selama ini sia-sia.
Aziz
kembali ke masjid, kemudian ia melanjutkan menulis kisahnya. Hanya dengan
menulis ia dapat mencurahkan perasaannya. Kemudian ia bermimpi bertemu ayahnya,
dalam mimpi ayahnya menyarankan untuk melanjutkan cita-citanya.
Salah
satu jamah lansia menemui Aziz yaitu Pak Amri. Ia mengajak kerumahnya dan menawarkan
untuk mengajar dua anaknya yang bernama Fitri dan Ghani mengaji. Anak Pak Amri
sangat sulit untuk mengaji, maklumlah istrinya bekerja sebagai sekretaris dan
tidak memiliki banyak waktu untuk mendidik anak-anaknya, begitu pula dengan Pak
Amri. Aziz pun menyetujuinya untuk mengajari putrinya.
Pak
Amri memasrahkan kedua anaknya untuk di jemput sepulang sekolah oleh Aziz. Ia
juga menyuruh Aziz untuk merawatnya, ia tidak mencari pembantu karena trauma.
Fitri dan Ghani merupakan anak orang yang kaya, namun mereka kurang mendapat
kasih sayang dari orang tua karena kesibukan. Sehingga mereka menjadi nak-anak
yang susah di atur. Aziz mendekati satu persatu agar bisa diajarinya. Ia
berhasil usahanya mendekati anak-anak Pak Amri dengan kegemaran mereka. Mereka
pun mulai akrap dengannya. Pak Amri sangat terharu melihat kedua anaknya mau
belajar mengaji, bahkan Aziz membiasakan mereka shalat.
Hari
pernikahan Pak Burhan pun tiba. Ia sangat bahagia, namun yang dirasakan Silvi
justru sebaliknya. Ia sangat merindukan Aziz, ia sangat mengharapkan kedatangan
Aziz di pernikahan ayahnya. Namun penantian tinggalah penantian.
Begitu
Ustad Akmal di kamar Aziz. Ia mendapati tulisan Aziz, ia menawarinya untuk
menerbitkan tulisannya. Ia sanggup membantu mengetik dan mengditnya.
Saat
shalat isya Pak Amri tidak kelihatan berjamaah. Setelah Aziz menjemput
anak-anaknya ternyata Fitri dan Ghani juga tidak sekolah. Mereka dititipkan ke
rumah kakeknya di Bogor. Aziz semakin bingung, kemudian ia kerumah Pak Amri.
Pintu rumahnya juga terkunci, lalu ia mendapatkan surat yang dititipkan Pak
Amri pada tetangga. Ternyata Ibu Ratna istrinya mengalami musibah kecelakaan
sehingga di rawat di RSUPP. Aziz dan Ustad Akmal menjenguknya. Bu Ratna merasa
bersalah kepada anaknya, bahwa selama ini ia tidak memperhatikannya. Sehingga
apa yang di alaminya bukanlah musibah, melinkan teguran.
Naskah
Aziz yang di ketik dan di edit Ustad Akmal pun selesai, ia mengopinya menjadi empat.
Ia di beri tiga alamat penerbit oleh Ustad Akmal yaitu; Penerbit Gramedia,
Mizan, dan DIVA Press. Ia juga mencantumkan nomor handphone Usstad Akmal.
Setelah
selesai mengajukan ke penerbit. Aziz langsung ke rumah Pak Burhan, tetapi Pak
Burhan dan Silvi tidak di rumah. Mereka pergi ke Bali untuk bulan madu Pak
Burhan, sedangkan Bi Asih pulang kampung selama Pak Burhan ke Bali.
Pada
hari Rabu Bu Ratna di perbolehkan pulang dan rawat jalan, ia menyadari
kesalahannya tidak mematuhi suaminya. Kepulangannya di sambut dua anaknya,
mereka meminta maaf dan merindukan Bu Ratna. Bu Ratna sangat terharu begitu
pula suaminya.
Ustad
Akmal mendapat telpon dari Penerbit Gramedia dan Mizan. Ternyata, naskah Aziz
belum bisa diterima. Kemudian Aziz kerumah Pak Burhan untuk meminta maaf bahwa
ia tidak menghadiri pernikahan Pak Burhan dan sekalian pamit mau pulang
kampung. Namun, ia tidak bertemu Silvi karena ia ada acara kemping di puncak
bersama teman dan dosennya.
Akhrnya
Aziz memutuskan untuk pulang kampung. Sebelumnya ia menelpon satu-satunya
penerbit yang belum bisa di pastikan. Ternyata DIVA Press menerima naskahnya,
ia juga sudah menandatangani kontrak. Ia berangkat naik bus jurusan Payakambuh,
perjalanan yang ia tempuh selama tiga hari dua malam. Ia pun tiba di terminal
dan langsug naik angkotan desa. Sesampainya di rumah, ia tidak menemukan
ayahnya. Kemudian ia pergi ke rumah Mak Hasin utnuk menanyakan keberadaan
ayahnya. Ia hanya mendapat cacian, cercaan dari Mak Hasin karena tidak
memberikan kabar selama ini. Bahkan Aziz di usisr dan tidak menyuruhnya masuk
barang sebentar.
Kemudian,
istri Mak Hasin menenangkan dan menjelaskan bahwa ayahnya sudah meninggal dua
bulan yang lalu. Kemudian Aziz pergi ke makam Pandam diantar Agus sepupunya. Agus menceritakan keadaan ayahnya
saat Aziz ke Jakarta hingga meninggal. Aziz mulai di kuasai rasa bersalah
kepada ayahnya karena tega meninggalkannya seorang diri di kampung.
Kemudian
Aziz mengunjungi karib kerabatnya satu persatu, tidak luput pula ia ke rumah
Pak Zailan untuk memberikan penjelasan. Kemudian ia ke rumak Mak Hasin. Ia
sudah menerima Aziz setelah di jelaskan istri dan Agus.
Aziz
mengurus ijazahnya yang hilang karena ia ingin mengikuti tes beasiswa ke
Universitas Ai-Azhar bulan juni. Sambil menunggu ia membantu Mak Hasin
menggarap sawah warisan ayahnya.
Mak
Hasin menyampaikan wasiat dari Pak Agung kepada Aziz. Wasiatnya bahwa ada
sahabatnya melamarkan anak gadisnya untuk Aziz. Ia menerima wasiat setelah ia
fikirkan selama satu minggu lebih meski ia tidak tahu siapa gadis yang di
maksud Mak Hasin. Kemudian Mak Hasin mengundang keluarga gadis itu kerumahnya
untuk meneruskan lamarannya. Ternyata gadis yang di maksud adalah Mutia anak
Pak Rudi yang ia kenal saat di pesantren Candung dulu. Akad nikah dan walimah
sudah di tentukan.
Pernikahan
Aziz dan Mutia bernuansa Minang modern, mereka bak raja dan ratu. Kebahagiaan
terpancar saat mereka duduk di pelamina. Serah terima dilaksanakan oleh
keluarga Tuanku Nan Kayo (Pak Rudi) dan Datuak Sati (Pak Agung). Kemudian
mempelai diantar kerumah mempelai laki-laki karena adat Minang malam pertama di
rumah pengantin laki-laki.
Aziz
akan tetap mengikuti tes ke Mesir.Ia akan mengajak istrinya tinggal di sana.
Istrinya saat ini juga tengah menyelesaikan skripsi, ia ingin mengerjakan di rumahnya
karena semua dokumen ada di rumahnya. Naskah Aziz sudah di terbitkan. Kemudian
Aziz mendapat kabar dari Ustad Akmal bahwa Silvi mengalami kecelakaan parah.
Aziz pun menjenguknya dengan mengajak istriny, mereka tinggal di kos yang di
carikan Ustad Akmal.
Kemudian
Aziz menjenguk Silvi seorang diri karena istrinya kecapean. Semangat Silvi
bangkit bahkan ia siap menjalani operasi kedua di kepalanya. Namun, keinginan
Silvi untuk mengutarakan cinta telah pupus, Aziz telah memperkenalkan istrinya
kepadanya. Aziz tidak menyadari bahwa Silvi sangat mencintainya, ia baru tahu
setelah Pak Burhab memberikan surat Silvi kepada Aziz. Aziz merasa bersalah
lagi-lagi semuanya terlambat. Betapa hancurnaya hati Silvi saat melihat orang
yang di cintainya sudah memilki pasangan, ia merasa tidak ada gunanya hidup di
dunia.
Kepulangannya
dari rumah sakit, Mutia mendapat telpon dari penerbit DIVA Press bahwa sudah
mentrasfer uang ke rekening. Sebelum kekantor depag untuk melihat hasil tes
beasiswa, mereka meliahat jumlah uang yang di trasfer penerbit. Jumlahnya
begitu mengagetkan Aziz, dalam enam bulan Aziz mendapat uang sebanyak dua puluh
juta. Kemudian mereka pergi ke kantor depag. Namun, harapan dan cita-citanya
musnah karena ia tidak di terima mengikuti tes beasiswa ke Mesir.
Tiba-tiba
ada seorang wanita memanggilnya. Ternyata Bu Zulva yang di tolong saat di
rampok tiga tahun lalu, ia ingin membalas budi kepada Aziz untuk memasukkan
namanya ke daftar calon mahasiswa ke Mesir. namun, Aziz menolaknya karena itu
tidak murni dari hasil tes yang di jalaninya. Kemudian Bu Zulva menawarkan
untuk tes ulang, Aziz pun menyutujuinya.
Keesokan
Aziz dan Mutia pergi ke rumah Ustad Akmal untuk bersilaturahmi sekaligus
mengucapkan banyak terima kasih atas semua bantuan, nasehatnya. Lalu mereka
pergi bulan madu ke Ancol.
Aziz
terlena dalam lautan kata-kata. Ia mendapat telpon dari Bu Zulva bahwa ia lulus
mengikuti tes beasiswa ke Al-Azhar. Tak lama kemudian ia mendapat telpon dari
Pak Burhan, ia mengabarkan keadaan Silvi yang semakin parah. Kemudian Aziz
menjenguk bersama Mutia. Telinga Silvi berdarah lagi, ia meminta maaf kepada
ayah dan ibunya tak lupa pula kepada Aziz. Kemudian ia meninngal dengan
menyebut “laailaahaillallaah”.
Permasalahan Novel
1. Aziz
saat di Jakarta mengalami perampokan saat di terminal Pulo Gadung sehingga ia
kehilangan ijazah dan alamat saudara sepupu ayahnya dan ia tidak bisa kuliah
sebagaimana cita-citanya.
2. Di
jakarta Aziz mengalami kesengsaraan yang bertubi-tubi seorang diri bahkan ia
hampir meninggal saat menolong seorang wanita di rampok dijalan.
3. Kepergian
Aziz ke Jakarta menjadi penyebab kematian Pak Rudi ayahnya, karena ia tidak
pernah memberi kabar selama tiga tahun
4. Kesibukan
orang tua dengan pekerjaan akan membuat anak susah diatur, seperti yang di
alami Fitri dan Ghani karena mereka tidak mendapatkan perhatian dan kasih
sayang dari orang tuanya.
5. Silvi
mengalami kecelakaan saat mengendarai motor di kala hatinya sedih memikirkan
Aziz yang tak pernah menemuinya.
lihat juga:
IDRPOKER.COM Agen Texas Poker Online Indonesia Terpercaya
boleh saya minta soft copy nya bu?
ReplyDelete