Tuesday, October 29, 2013

LATAR BELAKANG SKRIPSI


BAB I
PENDAHULUAN

1.1    Latar Belakang
Kehidupan manusia tidak lepas dari berbagai masalah kehidupan. Kehidupan yang kompleks tersebut mencakup hubungan manusia dengan Tuhan, manusia dengan alam, manusia dengan hewan, manusia dengan manusia, serta peristiwa dalam batinseseorang. Bagi filusuf yang peka terhadap permasalahan tersebut, dengan hasil pengimajinasian, penghayatan, serta pengalaman. Sehingga para filusuf menuangkan apa yang dialaminya melalui ide atau gagasan kedalam sebuah karya sastra.
Karya sastra merupakan hasil imajinasi manusia yang bersifat indah dan dapat menimbulkan kesan yang indah pada jiwa pembaca. Menurut genrenya karya sastra dapat dibagi menjadi tiga, yaitu: prosa (fiksi), puisi dan drama. Dari ketiga jenis genre sastra tersebut penulis hanya memfokuskan pada genre prosalah, khususnya novel, yang dianggap paling dominan dalam menampilkan unsur-unsur sosial. Alasan yang dapat dikemukakan, di antaranya: a) novel menampilkan unsur-unsur cerita yang paling lengkap, memiliki media yang palimg luas, menyajikan masalah-masalah kemasyarakatan yang juga paling luas, b) bahasa novel cenderung merupakan bahasa sehari-hari, bahasa yang paling umum digunakan dalam masyarakat (Ratna, 2010: 335-336).
Supaya pemahaman kita lebih sistematis terlebih dahulu akan diuraikan pengertian prosa (fiksi) menurut pendapat beberapa tokoh. Prosa dalam pengertian kesastraan juga disebut fiksi, teks (naratif), atau wacana naratif (Nurgiyantoro, 2010: 2). Hal ini berarti prosa (fiksi) merupakan cerita rekaan yang tidak didasarkan pada kebenaran sejarah (Abrams dalam Nurgiantoro, 2010: 2). Salah satu contoh prosa fiksi tersebut adalah novel. Novel merupakan prosa yang panjang, mengandung rangkaian cerita kehidupan seseorang dengan orang-orang di sekelilingnya dengan menonjolkan watak dan sifat setiap pelaku. Hal ini sesuai dengan  pendapat (Jassin, 1959: 3641) bahwa novel merupakan kisah yang menceritakan suatu kejadian yang luar biasa dari tokoh cerita, dimana kejadian-kejadian itu menimbulkan pergolakan batin yang mengubah perjalanan nasib tokohnya.
Prosa fiksi (novel) dibangun oleh dua unsur yaitu unsur instriksik dan ekstrinsik. Unsur intrinsik adalah unsur-unsur yang membangun karya sastra itu sendiri. Unsur intrinsik sebuah novel adalah unsur-unsur yang secara langsung turut serta membangun cerita. Kepaduan antar berbagai unsur intrinsik inilah yang membuat novel terwujud. Unsur yang dimaksud, seperti alur, tema, plot, penokohan, latar, sudut pandang penceritaan, bahasa atau gaya bahasa, amanat dan lain-lain. Sedangkan unsur ekstrinsik adalah unsur-unsur yang membangun sastra dari luar karya sastra, tetapi secara tidak langsung mempengaruhi bangunan atau sistem organisme karya sastra. Unsur-unsur yang dimaksud menurut Wellek dan Werren (Nurgiyantoro, 2010: 24-25) antara lain adalah subjektivitas individu pengarang yang memiliki sikap, keyakinan, dan pandangan hidup yang kesemuanya itu akan mempengaruhi karya yang ditulisnya. Unsur yang dimaksud, seperti sosial, pendidikan, agama, ekonomi, filsafat, psikologi dan lain-lain.
Karya sastra adalah sebuah hasil ciptaan manusia yang mengandung nilai keindahan yang tinggi karena semua bentuk dari karya sastra dibuat berdasarkan dengan hati dan pemikiran yang jernih atau dengan kata lain karya sastra adalah cerminan dari hati seseorang dalam hal ini pengarang. Memaknai suatu karya sastra memerlukan banyak pertimbangan dalam menentukan maksud dan tujuan dari karya sastra ini dengan kata lain bahwa suatu karya sastra adalah dunia kemungkinan, jadi jika pembaca berhadapan dengan sebuah karya sastra, maka pembaca akan dihadapkan dengan banyak kemungkinan atas suatu penafsiran.
Maka dari itu, sebuah karya sastra haruslah dianalisis. Karena karya sastra merupakan sebuah struktur yang kompleks. Sehingga untuk memehami karya sastra haruslah novel diananlisis (Hill, 1966: 6). Dalam menganalisi sebuah novel haruslah membaca secara keseluruhan cerita, sehingga dapat mengetahui unsur-unsur strukturnya. Sebuah karya sastra sebagai struktrur yang terdiri dari unsur-unsur yang saling berhubungan erat sehingga unsur yang satu dengan yang lainnya dan makna setiap unsur ditemukan dalam hubungan dengan unsur-unsur lain secara keseluruhan (Faruk, 2012: 49). Sehingga dalam menganalisis karya sastra diuraikan unsur-unsur pembentuknya. Hal ini mengingat bahwa, karya sastra merupakan susunan unsur-unsur yang bersistem, yang antar unsur-unsurnya terjadi hubungan timbal balik, dan saling menentukan (Pradopo, 2010: 118).  
Salah satu pendekatan yang menajadi kajian dalam skripsi ini adalah kajian struktural dan sosiologi sastra. Sosiologi sastra merupakan cabang penelitian sastra yang bersifat reflektif. Penelitian ini banyak diminati oleh peneliti yang ingin melihat sastra sebagai cermin kehidupan masyarakat (Suwardi, 2008:77). Pendapat tersebut memberikan makna bahwa sosiologi sastra merupakan “cermin” yang menggambarkan kehidupan sosial masyarakat. Pendekatan sosiologi sastra menekankan kajiannya tentang hubungan pengaruh timbal balik antara sosiologi dan sastra.
Oleh karena itu, untuk memaknai sebuah karya sastra tentunya harus digunakan dan mengacu pada sebuah pendekatan, ibaratnya jika ingin memotong sesuatu tentunya kita harus menggunakan alat pemotong bukan alat transportasi. Kajian ini, akan mencoba menganalisis sebuah novel “Mereguk Cinta dari Surga” karya Abdulkarim Khiaratullah (yang selanjutnya disingkat MCDS). Novel ini serat dengan pendeskripsian kehidupan sosial para tokohnya. Hal ini sangat terlihat dari pandangan pengarang dalam novel tersebut yang mengisahkan kegigihan dan kesabaran dalam menyadarkan masyarakat yang mulai kehilangan pedoman.
Fenomena sosial dalam novel tersebut, memberikan inspirasi bagi penulis untuk mengakaji secara lebih intensif. Untuk itu, penulis akan mengkaji novel MCDS karya Abdulkarim Khiaratullah dengan kajian Sosiologi Sastra.

1.2  Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang sudah diuraikan di atas, maka penulis mengangkat rumusan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut:
1.        Bagaimana struktur novel Mereguk Cinta dari Surga?
2.        Bagaimana Aspek sosial dalam novel Mereguk Cinta dari Surga?

1.3  Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang dikemukakan di atas, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut untuk mendeskripsikan:
1.        Struktur Mereguk Cinta dari Surga karya Abdulkarim Khairatullah
2.        Aspek sosial yang terdapat dalam novel Mereguk Cinta dari Surga karya Abdulkarim Khiaratullah.

1.4  Manfaat Penelitian
Manfaat yang diperoleh dalam penelitian ini dibagi menjadi dua yaitu manfaat secara teoritis dan secara praktis. Adapun manfaat-manfaat tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
1.4.1        Manfaat Teoritis
1.      Penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi pengembangan keilmuan sastra Indonesia terutama dalam mengkaji novel Indonesia dengan kajian sosiologi sastra.
2.      Memperluas khasanah ilmu pengetahuan terutama bidang bahasa dan sastra Indonesia, khususnya dalam menganalisis novel dengan tinjauan sosiologi sastra.
1.4.2        Manfaat Praktis
1.      Hasil penelitian ini dapat memperluas cakrawala apresiasi pembaca sastra Indonesia terhadap aspek sosial dalam sebuah novel.
2.      Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai acuan bagi peneliti sastra berikutnya.
1.5  Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian
Karya sastra merupakan dunia kemungkinan, artinya ketika pembaca berhadapan dengan karya sastra, maka ia berhadapan dengan kemungkinan penafsiran. Setiap pembaca berhak dan seringkali berbeda hasil penafsiran terhadap makna karya sastra. Pembaca dengan horison harapan yang berbeda akan mengakibatkan perbedaan penafsiran terhadap sebuah karya sastra tertentu. Hal ini berkaitan dengan masalah sifat, fungsi dan hakikat karya sastra. Sifat- sifat khas sastra ditunjukkan oleh aspek referensialnya (acuan), "fiksionalitas", "ciptaan" dan sifat "imajinatif" (Wellek dan Warren, 1993:18-20). Sedangkan fungsi sastra tergantung dari sudut pandang serta ditentukan pula oleh latar ideologinya. Hakikat keberadaan karya sastra selalu berada dalam ketegangan antara konvensi dan inovasi. Ketiga unsur itulah yang menyebabkan masalah yang luas dan kompleks dalam dunia sastra. Hal ini juga telah memungkinkan beragamnya teori dan pendekatan terhadap karya sastra, beragamnya aliran dalam sastra dan memungkinkan beragamnya konsep estetik karya sastra.
Dalam menganalisis novel MCDS peneliti menggunakan tinjauan sosiologi sastra. Sosiologi sastra adalah penelitian terhadap karya sastra dengan mempertimbangkan keterlibatan struktur sosialnya. Dengan demikian, penelitian sosiologi sastra, baik dalam bentuk penelitian ilmiah maupun aplikasi praktis, dilakukan dengan cara mendeskripsikan, memahami, dan menjelaskan unsur-unsur karya sastra dalam kaitannya dengan perubahan-perubahan struktur sosial yang terjadi di sekitarnya (Ratna, 2003: 25). Dalam novel MCDS banyak mengungkap permasalahan sosial masyarakat yang disebabkan karena adanya unsur religi yang semakin pudar. Oleh karena itu, peneliti menganalisis cerpen menggunakan tinjauan sosiologi sastra.
Mengingat masalah yang ditawarkan dunia sastra sangat luas dan kompleks, dalam kesempatan ini penulis membatasi ruang lingkup permasalahannya dengan maksud agar pembicaraan tidak terlalu mengambang. Pembatasan tersebut adalah struktur terhadap novel MCDS dengan berdasarkan sosiologi sastra. Sesungguhnya aspek sosial itu pun sangat rumit dan luas, karena itu peleliti membatasi aspek sosial religi.

1.6  Definisi Istilah atau Definisi Operasional
Untuk menyamakan persepsi pada penelitian ini penulis menggunakan definisi istilah atau definisi oprasional sebagai berikut:
1.6.1        Aspek
Aspek menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah 1 tanda: linguis dapat mencatat dng baik ucapan-ucapan yg mempunyai -- fonemis; 2 sudut pandangan: mempertimbangkan sesuatu hendaknya dr berbagai --; 3 pemunculan atau penginterpretasian gagasan, masalah, situasi, dsb sbg pertimbangan yg dilihat dr sudut pandang tertentu; 4 Ling kategori gramatikal verba yg menunjukkan lama dan jenis perbuatan;.
1.6.2        Sosial
Sosial menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia memiliki makna yaitu 1 berkenaan dng masyarakat: perlu adanya komunikasi -- dl usaha menunjang pembangunan ini; 2 cak suka memperhatikan kepentingan umum (suka menolong, menderma, dsb): ia sangat terkenal dan -- pula;
1.6.3        Novel
Novel, karangan yang berbentuk prosa tentang peristiwa yang menyangkut kehidupan manusia seperti yang dialami orang dalam kehidupan sehari-hari tentang suka duka, kasih sayang dan benci, tentang watak dan jiwanya. (Badudu, 2008:244)
1.6.4        Sosiologi Sastra
Pitirim Sorokin (Soerjono Sukanto,1969:24), sosiologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan dan pengaruh timbal balik antara aneka macam gejala sosial (misalnya gejala ekonomi, gejala keluarga, dan gejala moral).












BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.1     Hakikat Kajian Novel
Istilah kajian atau pengkajian merupakan pembendaan dari perbuatan mengkaji, menelaah, atau menyelidiki (meneliti). Untuk melakukan pengkajian terhadap unsur-unsur pembentuk karya sastra, khususnya fiksi, pada umumnya kegiatan itu disertai oleh kerja analisis. Misalnya analisis novel, menyaran pada pengertian atas unsur-unsur pembentuknya, yaitu yang berupa unsur-unsur intrinsiknya.
Novel merupakan bentuk karya sastra yang biasa disebut fiksi. Sebutan novel dalam bahasa inggris (novel) yang kemudian masuk ke Indonesia berasal dari bahasa Itali novella. Secara harfiah novella berarti sebuah barang baru kecil dan kemudian diartikan sebagai cerita pendek dalam bentuk prosa, Abarams (dalam Nurgiyantoro, 2010: 09). Dewasa ini istilah novella mengandung pengertian yang sama dengan istilah Indonesia novelet, yang berarti sebuah karya prosa fiksi yang panjangnya cukupan, tidak terlalu panjang, namun juga tidak terlalu pendek.
Novel di pihak lain dibatasi dengan pengertian suatu cerita yang bermain dalam dunia manusia dan benda yang ada di sekitar kita, tidak mendalam, lebih banyak melukiskan satu saat dari kehidupan seseorang, dan lebih mengenai sesuatu episode, Jasin (dalam Nurgiyantoro, 2010: 16).
Sebuah novel merupkan sebuah totalitas, suatu kemenyeluruhan yang bersifat artistik. Sebagai sebuah totalitas, novel mempunyai bagian-bagian, unsur-unsur yang saling berkaitan satu dengan yang lain secara erat dan saling menentukan, yang kesemuanya itu akan menyababkan novel menjadi sebuah karya yang bermakna, hidup (Nurgiyantoro, 2010: 30-31).

2.2     Kajian Struktural
Novel merupakan sebuah struktur organisme yang kompleks, unik, dan mengungkapkan sesuatu lebih bersifat secara tidak langsung. Karena itu, untuk memahami karya sastra haruslah karya sastra dianalisis (Hill, 1966: 6).
Dalam menganalisis sebuah karya fiksi khususnya novel, secara umum dekenal adanya dua analisis yaitu analisis struktural dan analisis semiotik. Analisis struktural dalam karya sastra merupakan unsur-unsur yang bersistem, yang antara unsur-unsurnya terjadi hubungan yang timbal balik. Jadi, kesatuan unsur-unsur dalam karya sastra bukan hanya berupa kumpulan alat atau benda-benda yang dapat berdiri sendiri, melainkan saling terikat, berkaitan, dan bergantung. Hal ini sesuai dengan pendapat Piaget via Hawkes (dalam Pradopo, 2010: 119) bahwa struktur merupakan adanya rangkaian kesatuan yang meliputi tiga ide dasar, yaitu ide kesatuan, ide transformasi, dan ide pengaturan diri sendiri. Struktur pada dasarnya merupakan cara berfikir tentang dunia yang terutama berhubungan dengan tanggapan dan deskripsi struktur-struktur. Menurut pemikiran strukturalisme, dunia karya sastra merupakan dunia yang diciptakan pengarang atau lebih merupakan susunan hubungan daripada susunan benda-benda. Oleh karena itu, kodrat tiap unsur dalam struktur itu tidak mempunyai makna dengan sendirinya, melainkan maknanya ditentukan oleh hubungan dengan semua unsur lainnya yang terkandung dalam struktur itu, Hawkes (dalam Pradopo, 2010: 120). Dengan demikian, kodrat setiap unsur dalam bagian sistem struktur itu baru mempunyai makna setelah berada dalam hubungannya dengan unsur-unsur yang lain yang terkandung di dalamnya.
Dengan demikian dapat disimpulkan dari beberapa pengertian diatas, bahwa Kajian struktural merupakan pendekatan kesastraan yang menekankan pada kajian hubungan antar unsur pembangun (intrinsik dan ekstrinsik) sebuah karya yang bersangkutan dengan mengidentifikasi, mengkaji, mendeskripsikan fungsi hubungan antar unsur intrinsik fiksi yang dibangun secara koherensif atau keselarasan yang mendalam antar bentuk acak karya sastra oleh berbagai unsur pembangunnya.
Analisis struktural karya sastra, yang dalam hal ini novel, dapat dilakukan dengan mengidentifikasi, mengkaji dan mendeskripsikan fungsi dan hubungan antarunsur intrinsik fiksi yang bersangkutan.  Unsur intrinsik adalah unsur-unsur  yang membangun karya sastra itu sendiri. Unsur intrinsik sebuah novel adalah unsur-unsur yang secara langsung turut serta membangun cerita.
Menurut Siswantoro (dalam Sutri, 2009: 1) pendekatan struktural membedah novel, misalnya dapat dilihat dari sudut plot, karakter, setting, point of view, tone, dan theme sebagaimana unsur-unsur itu saling berinteraksi.
Tema adalah ide pokok secara umum yang didalamnya terdapat beberapa sub judul. Seperti halnya yng dikemukakan (Hartoko dan Rahmanto pada Nurgiyantoro, 2010: 68) tema merupakan gagasan dasar umum yang menopang sebuah karya sastra dan yang terkandung didalamnya teks sebagai struktur semantis dan yang menyangkut persamaan-persamaan atau perbedaan-perbedaan.
Secara umum pemplotan adalah peristiwa satu dan peristiwa dua selalu berhubungan menjadi sebuah cerita yang berfungsi menghubungkan urutan peristiwa dan mengekspresikan makna dalam karya fiksi. Seperti yang dikemukakan Staton dalam Nurgiyantoro (2010: 113), plot adalah cerita yang berisi urutan kejadian, namun tiap kejadian itu hanya dihubungkan secara sebab akibat, peristiwa satu disebabkan atau menyebabkan terjadinya peristiwa yang lain.
Pelataran (setting) yang diesbut juga sebagai landas tumpu, menyaran pada pengertian tempat, hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan (Abrams, 1981: 175).
Sudutpandang pada hakekatnya merupakan setrategi, teknik, siasat, yang secara sengaja dipilih pengarang untuk mengemukakan gagasan dan ceritanya. Sebagai mana pendapat Abrams (1981: 142), sudut pandang merupakan cara atau pandangan yang dipergunakan pengarang sebagai sarana untuk menyajikan tokoh, tindakan, latar, dan berbagai peristiwa yang membentuk cerita dalam sebuah karya fiksi kepada pembaca.
Moral merupakan amanat yang ingin disampaikan pengarang dalam sebuah karya sastra. Definisi tesebut juga sama dengan yang diungkapkan (Nurgiyantoro, 2010: 320), moral adalah sesuatu yang ingin disampaikan oleh pengarang kepada pembaca, merupakan makna yang terkandung dalam sebuah karya, makna yang disarankan lewat cerita.
Moral dalam karya sastra biasanya mencerminkan pandangan hidup pengarang yang bersangkutan, pandangannya tentang nilai-nilai kebenaran, dan hal itulah yang ingin disampaikan kepada pembaca. Moral dalam cerita Kenny (Nurgiyantoro , 2010: 321), biasanya dimaksudkan sebagai saran yang berhubungan dengan ajaran moral tertentu yang bersifat praktis, yang dapat diambil dan ditafsirkan lewat cerita oleh pembaca.
Sebuah novel tentu saja dapat mengandung dan menawarkan pesan moral. Secara garis besar persoalan hidup dan kehidupan manusia mencakup tiga hal, (1) hubungan manusia dengan diri sendiri, (2) hubungan manusia dengan manusia lain, termasuk hubungan dengan lingkungan alam, dan (3) hubungan manusia dengan Tuhannya.
Persoalan manusia dengan dirinya sendiri juga tidak lepas dengan persoalan hubungan antarsesama dengan Tuhan. Misalnya: masalah-masalah seperti eksensi diri, harga diri, percaya diri, takut, maut, rindu, dendam, kesepian, dan lain-lain yang bersifat melibatkan ke dalam diri dan kejiwaan seorang individu.
Masalah yang berupa hubungan antarmanusia antara lain dapat berwujud: persahabatan, percintaan, penghianatan, kekeluargaan: hubungan suami-istri, orang tua-anak, hubungan buruh-majikan, cinta tanah air, dan lain-lain yang melibatkan interaksi antarmanusia.
Sedangkan masalah-masalah yang berupa hubungan manusia dengan Tuhannya, misalnya tentang keimanan, ibadah, dosa, dan lain sebagainya (Nurgiyantoro, 2010: 323-325).
Pembahasan struktur novel MCDS hanya terbatas pada masalah tema, alur, tokoh, dan latar. Alasannya adalah keempat unsur tersebut sesuai dengan tujuan penelitian dan objek yang dikaji yaitu mengenai dimensi sosial kesenjangan kemiskinan dan religi.
Tema menentukan inti cerita dari novel tersebut, alur untuk mengetahui bagaimana jalan cerita, penokohan digunakan untuk mengetahui bagaimana karakteristik setiap tokoh sebagai landasan untuk menggali data kesenjangan kemiskinan dan religi.
Menurut Nurgiyantoro (2007: 37) langkah-langkah dalam menerapkan teori strukturalisme adalah sebagai berikut.
1.      Mengidentifikasikan unsur-unsur intrinsik yang membangun karya sastra secara lengkap dan jelas meliputi tema, tokoh, latar, dan alur;
2.      Menggali unsur-unsur yang telah diidentifikasi sehingga diketahui bagaimana tema, tokoh, latar, dan alur dari sebuah karya sastra;
3.      Mendeskripsikan fungsi masing-masing unsur sehingga diketahui tema, tokoh, latar, dan alur dari sebuah karya sastra, dan
4.      Menghubungkan masing-masing unsur sehingga diketahui tema, tokoh, latar, dan alur dalam sebuah karya sastra.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa dalam analisis karya sastra, dalam hal ini novel, dapat dilakukan dengan terlebih dahulu mengidentifikasi, mengkaji, mendeskripsikan fungsi dan kemudian menghubungkan antara unsur intrinsik yang bersangkutan.

2.3     Kajian Sosiologi Sastra
2.3.1   Hakikat Sosiologi Sastra
Sosiologi sastra adalah suatu tealaah yang objektif dan ilmiah tentang manusia dalam masyarakatdan tentang sosial dan proses sosial. Sosiologi menelaah tentang bagaimana masyarakat itu tumbuh dan berkembang. Dengan mempelajari lembaga-lembaga sosial dan masalah-masalah perekonomian, keagamaan, politik, dan lain-lain. (Atar Semi: 52).
Pandangan Atar Sami mendeskripsikan kajian sosiologi sastra tidak jauh beda dengan unsur-unsur ekstrinsik karya sastra. Sosiologi sastra ingin mengaitkan penciptaan karya sastra, keberadaan karya sastra, serta peranan karya sastra dengan realitas sosial (Retno, 2009:164). Lebih jauh  Wolf (Faruk dalam Endraswara, 2004:77) memberikan defiinisi bahwa sosiologi sastra merupakan disiplin yang tanpa bentuk, tidak terdefinisikan dengan baik, terdiri dari studi, studi empiris dan berbagai percobaan pada teori yang agak lebih general, yang masing-masingnya hanya mempunyai kesamaan dalam hal bahwa semuanya berurusan dengan hubungan sastra dengan masyarakat.
Generalisasi dari berbagai pendapat tentang sosiologi sastra di atas, sosiologi sastra merupakann telaah terhadap suatu karya sastra dalam kaitannya dengan pengaruh sosial-budaya yang ikut mempengaruhi cerita dalam karya sastra.
Telaah sosiologis itu mempunyai tiga klasifikasi (Wellek dan Werren dalam Atar Semi: 53) yaitu:
1.         Sosiologi pengarang: yakni yang mempermasalahkan tentang status sosial, idiologi politik, dan lain-lain yang menyangkut status pengarang.
2.         Sosiologi karya sastra: yakni mempermasalahkan tenatang suatu karya sastra tersebut dan apa tujuan atau amanat yang hendak disampaikannya.
3.         Sosiologi sastra: yakni mempermasalahkan tentang pembaca dan pengaruh sosialnya terhadap masyarakat
Pada prinsipnya, menurut  Lauren dan Swingewood (Endraswara, 2004:79), terdapat tiga perspektif berkaitan dengan sosiologi sastra yaitu; (1) Penelitian yang memandang karya sastra sebagai dokumen sosial yang di dalamnya merupakan refleksi situasi pada masa sastra tersebut diciptakan, (2) Penelitian yang mengungkap sastra sebagai cermin situasi sosial penulisnya, (3) Penelitian yang menangkap sastra sebagai manifestasi peristiwa sejarah dan keadaan sosial budaya.

2.3.2   Objek Kajian Sosiologi Sastra
1.      Konteks Sosial Pengarang
Konteks sosial sastrawan ada hubungannya dengan posisi sosial sastrawan dalam masyarakat dan kaitannya dengan masyarakat pembaca. Dalam bidang pokok ini termasuk juga faktor-faktor sosial yang dapat mempengaruhi karya sastranya. Oleh karena itu, yang terutama diteliti adalah sebagai berikut.
1)   Bagaimana sastrawan mendapatkan mata pencaharian; apakah ia menerima bantuan dari pengayom atau dari masyarakat secara langsung atau bekerja rangkap.
2)   Profesionalisme dalam kepengarangan; sejauh mana sastrawan menganggap pekerjaannya sebagai suatu profesi.
3)   Masyarakat yang dituju oleh sastrawan. Dalam hal ini, kaitannya antara sastrawan dan masyarakat sangat penting sebab seringkali didapati bahwa macam masyarakat yang dituju itu menentukan bentuk dan isi karya sastra mereka (Damono, 2002: 3-4).

2.      Sastra Sebagai Cermin Masyarakat
Sastra sebagai cermin masyarakat yaitu sejauh mana sastra dianggap sebagai mencerminkan keadaan masyarakatnya. Kata “cermin” di sini dapat menimbulkan gambaran yang kabur, dan oleh karenanya sering disalahartikan dan disalahgunakan. Dalam hubungan ini, terutama harus mendapatkan perhatian adalah.
1)            Sastra mungkin dapat dikatakan mencerminkan masyarakat pada waktu ia ditulis, sebab banyak ciri masyarakat yang ditampilkan dalam karya sastra itu sudah tidak berlaku lagi pada waktu ia ditulis.
2)            Sifat “lain dari yang lain” seorang sastrawan sering mempengaruhi pemilihan dan penampilan fakta-fakta sosial dalam karyanya.
3)            Genre sastra sering merupakan sikap sosial suatu kelompok tertentu, dan bukan sikap sosial seluruh masyarakat.
4)            Sastra yang berusaha menampilkan keadaan masyarakat yang secermat-cermatnya mungkin saja tidak bisa dipercaya atau diterima sebagai cermin masyarakat. Demikian juga sebaliknya, karya sastra yang sama sekali tidak dimaksudkan untuk menggambarkan keadaan masyarakat secara teliti barangkali masih dapat dipercaya sebagai bahan untuk mengetahui keadaan masyarakat. Pandangan sosial sastrawan harus diperhatikan apabila sastra akan dinilai sebagai cermin masyarakat (Damono, 2002: 4).

3.      Fungsi Sosial Sastra
Pendekatan sosiologi berusaha menjawab pertanyaan-pertanyaan seperti “Sampai berapa jauh nilai sastra berkait dengan nilai sosial?”, dan “Sampai berapa jauh nilai sastra dipengaruhi nilai sosial?” ada tiga hal yang harus diperhatikan.
1)        Sudut pandang yang menganggap bahwa sastra sama derajatnya dengan karya pendeta atau nabi. Dalam pandangan ini, tercakup juga pandangan bahwa sastra harus berfungsi sebagai pembaharu dan perombak.
2)        Sudut pandang lain yang menganggap bahwa sastra bertugas sebagai penghibur belaka. Dalam hal ini gagasan-gagasan seni untuk seni misalnya, tidak ada bedanya dengan usaha untuk melariskan dagangan agar menjadi best seller.
3)        Sudut pandang kompromistis seperti tergambar sastra harus mengajarkan dengan cara menghibur (Damono, 2002: 4).
Apabila dikaitkan dengan sastra maka terdapat tiga pendekatan; Pertama, konteks sosial pengarang. Hal ini berhubungan dengan sosial sastrawan dalam masyarakat dan kaitannya dengan masyarakat pembaca. Dalam pokok ini termasuk pula faktor-faktor sosial yang bisa mempengaruhi pengarang sebagai perseorangan di samping mempengaruhi isi karya sastranya. Hal yang terutama di teliti dalam pendekatan ini adalah: (a) bagaimana pengarang mendapatkan mata pencaharian (b) sejauh mana pengarang menganggap pekerjaannya sebagai profesi dan (c) mayarakat yang dituju oleh pengarang. Kedua, sastra sebagai cermin masyarakat. Hal yang terutama di teliti dalam pendekatan ini adalah (a) sejauh mana sifat pribadi pengarang mempengaruhi gambaran masyarakat yang ingin disampaikan (c) sejauh mana genre sastra yang digunakan pengarang dapat mewakili seluruh masyarakat. Ketiga, fungsi sosial sastra. Dalam hubungan ini ada tiga hal yang menjadi perhatian (a) sejauh mana sastra dapat berfungsi sebagai perombak masyarakatnya (b) sejauh mana pengarang hanya berfungsi sebagai penghibur saja dan (c) sejuah mana terjadi sintesis antara kemungkinan point a dan b diatas (Damono, 2002).
Secara epitesmologis dapat dikatakan tidak mungkin untuk mebangun suatu sosiologi sastra secara general yang meliputi pendekatan yang dikemukakan itu. Konsep mengenali masyarakat akan berbeda satu dengan yang lain. Dalam penelitian novel ”Sang Pemimpi” karya Andrea Hirata ini maka konsep sosiologi sastra akan menggunakan pendekatan sastra sebagai cermin masyarakat. Hal ini akan digunakan untuk menjelaskan sejauh mana pengarang dapat mewakili dan menggambarkan seluruh masyarakat dalam karyanya.


2.3.3   Karya Sastra dalam Perspektif  Sosiologi Sastra
Sebagai pendekatan yang memahami dan menilai karya sastra dengan mempertimbangkan segi-segi kemasyarakatan (sosial), maka dalam perspektif sosiologi sastra, karya sastra tidak lagi dipandang sebagai sesuatu yang otonom, sebagaimana pandangan strukuralisme. Keberadaan karya sastra, dengan demikian selalu harus dipahami dalam hubungannya dengan segi-segi kemasyarakatan. Sastra dianggap sebagai salah satu fenomena sosial budaya, sebagai produk masyarakat.  Pengarang, sebagai pencipta karya sastra adalah anggota masyarakat. Dalam menciptakan karya sastra, tentu dia juga tidak dapat terlepas dari masyarakat tempatnya hidup, sehingga apa yang digambarkan dalam karya sastra pun sering kali merupakan representasi dari realitas yang terjadi dalam masyarakat.
Demikian juga, pembaca yang menikmati karya sastra. Pembaca pun merupakan anggota masyarakat, dengan sejumlah aspek dan latar belakang sosial budaya, poltik, dan psikologi yang ikut berpengaruh dalam memilih bacaan maupun memaknai karya yang dibacanya.
Bertolak dari hal tersebut, maka dalam perspektif sosiologi sastra, karya sastra antara lain dapat dipandang sebagai  produk masyarakat, sebagai sarana menggambarkan kembali (representasi) realitas dalam masyarakat. Sastra juga dapat menjadi dokumen dari realitas sosial budaya, maupun politik yang terjadi dalam masyarakat pada masa tertentu. Di samping itu, sastra juga dapat menjadi sarana untuk menyampaikan nilai-nilai ataupun ideologi tertentu pada masyarakat pembaca. Bahkan, sastra juga sangat mungkin menjadi alat melawan kebiadaban atau ketidakadilan dengan mewartakan nilai-nilai yang humanis. Uraian berbagai macam varian sosiologi sastra pada bab berikutnya, akan menjelaskan berbagai macam perspektif sosiologi sastra dalam memandang keberadaan karya sastra.
Sosiologi sastra dapat meneliti sastra sekurang-kurangnya melalui tiga perspektif. Pertama, perspektif teks sastra, artinya peneliti menganalisis sebagai sebuah refleksi kehidupan masyarakat dan sebaliknya. Kedua, perspektif biografis, yaitu peneliti menganalisis pengarang. Perspektif ini akan berhubungan dengan life history seorang pengarang dan latar belakang sosialnya. Ketiga, perspektif reseptif, yaitu penelitian menganalisis penerimaan masyarakat terhadap teks sastra (Endraswara, 2004: 81).
Ian Watt (Damono, 2002: 5) merumuskan pendekatan sosiologi sastra melalui tiga cara:
1.        Konteks pengarang. Ini berhubungan dengan posisi sosial sastrawan dalam masyarakat dan kaitannya dengan masyarakat pembaca.
2.        Sastra sebagai cerminan masyarakat, sampai sejauh mana sastra dapat dianggap mencerminkan keadaan masyarakat.
3.        Fungsi sosial sastra, dalam hal ini ditelaah sampai berapa jauh nilai sastra berkaitan dengan nilai sosial, dan sampai berapa jauh pula nilai sastra dipengaruhi oleh nilai sosial, dan sampai seberapa jauh pula sastra dapat berfungsi sebagai alat penghibur dan sekaligus pendidikan bagi masyarakat pembaca.


BAB III
METODE PENELITIAN

3.1     Rancangan Penelitian
Metode merupakan cara yang teratur dan terpikir dengan baik-baik untuk mencapai maksud dalam sebuah kegiatan yang dilakukan. Dalam konteks penelitian metode penelitian merupakan hal yang sangat penting, sebab dengan menggunakan dan pemilihan metode yang tepat serta baik akan mengahasilkan penelitian yang sesuai dengan tujuan penelitian.
Rancangan penelitian ini menggunakan metode deskreptif kuantitatif dengan pendekatan sosial. Dalam konteks penelitian ini berupa merefleksikan sosial religiusitas dalam novel MCDS karya Abdulkarim Khiaratullah.
Dalam penelitian langkah-langkah yang di gunakan ada empat tahap:
1.        Persiapan
Tahap persiapan ini peneliti melakukan studi pustaka, memilih dan menentukan judul dan mengkonsultasikannya.
2.        Perencanaan
Pada tahap perencanaan ini peneliti melakukan penyusunan rancangan penelitian dan mengkonsultasikannya.
3.        Pelaksanaan
Tahap ketiga ini peneliti melakukan pengumnpulan data, mengolah data serta mendiskripsikannya.
4. Penyelesaian
Kegiatan yang di lakukan pada tahap terakhir yaitu penulisan laporan hasil penelitian, revisi penelitian, penggandaan hasil penelitian.

3.2     Data dan Sumber Data
3.2.1        Data
Data merupakan hasil pencatatan peneliti, baik berupa fakta ataupun angka (Arikunto, 2007: 96), Data penelitian ini diambil dari salah satu bentuk karya sastra yang berwujud novel. Novel yang akan dijadikan penelitian yaitu novel yang berjudul MCDS karya Abdulkarim Khiaratullah. Dengan jumlah halaman 488 Tahun 2012. Data yang akan penulis teliti adalah berkenaan dengan aspek sosial yang akan diperoleh atau diambil dalam novel tersebut.
3.2.2        Sumber Data
Dalam penelitian data dalam novel MCDS karya Abdulkarim Khiaratullah adalah mengenai refleksi sosial didalamnya. Berdasarkan kepada pembacaan atau deskripsi di atas maka riset yang berhubungan dengan karya sastra atau novel ini selanjutnya akan dianalisis secara maksimal, koheren, utuh dan tentunya tidak menyimpang dari objek awal dari penelitian ini.

3.3    Instrumen Penelitian
3.3.1        Instrumen Pengumpulan Data Dokumentasi
Data-data yang bersifat dokumen yakni berupa buku-buku yang berkenaan dengan yang diteliti, dengan menggunakan alat berupa tabel yang berisi kolom dengan penjelasan bahwa pada tabel, kolom pertama adalah nomor, kolom kedua adalah rumusan masalah, kolom ketiga adalah alinea, kolom keempat adalah baris, kolom kelima adalah unsur-unsur sosiologi saastra.
Tabel 1 Instrument Pengumpulam Data
No       Tokoh  Alinea  Baris                Unsur Religiusitas                   Deskripsi                     Ket
Manusia dengan Tuhan           Manusia dengan Manusia       Manusia dengan Alam
3.3.2        Instrumen Analisis Data
Instrumen analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah instrumen pengumpulan data, berilkut
Tabel 2. Instrument analisis
No       Tokoh  Alinea  Baris                Unsur religiusitas                    Deskripsi                     ket
Manusia dengan Tuhan           Manusia dengan Manusia       Manusia dengan Alam
Dengan diketahui hal-hal di atas, maka upaya untuk melihat masalah sosial religiusitas tertentu dalam novel MCDS Karya Abdulkarim Khiaratullah akan dapat diketahui dengan baik.

3.4    Pengumpulan Data
Dalam pengumpulan data ini terdiri dari dua bagian yaitu: (1) Teknik pengumpulan data, (2) Prosedur pengumpulan data.
3.4.1   Teknik pengumpulan data
Untuk mengumpulkan data yang diperlukan, digunakan teknik dokumentasi, yaitu menggunakan bukti-bukti dan keterangan yang diperoleh dari buku. Datanya berupa data primer dan sekunder. Data primernya adalah dokumentasi novel MCDS karya Abdulkarim Khiaratullah dan data sekundernya adalah berupa dokumentasi data-data pustaka atau berbagai tulisan lain yang memiliki kaitan dengan masalah penelitian untuk dipilah dan dipilih berdasarkan data untuk mempermudah dalam menganalisisnya.
3.4.2   Prosedur pengumpulan data
Langkah-langkah yang digunakan dalam mengumpulkan data penelitian ini adalah antara lain:
1.        Membaca berulang-ulang untuk memahami teks novel karya Abdulkarim Khiaratullah sehingga dapat mengapresiasikan sumber data tersebut dan mencatat hal-hal yang akan dianalisis yang berhubungan dengan apa yang akan diteliti.
2.        Membaca dan mempelajari literatur, referensi atau bahan pustaka yang mempunyai hubungan dan menunjang terhadap persoalan dan permasalahan dalam penelitian ini. Mencatat hal-hal penting, yang diharapkan dapat menemukan kajian-kajian yang relevan serta berkesinambungan dengan novel yang dipilih yang sesuai dengan religiuitas sehingga mampu melahirkan suatu jawaban yang memunculkan gambaran religiusitas dari novel yang dikaji.
3.        Mencatat dan memasukkan data yang diperoleh dari novel MCDS karya Abdulkarim Khiaratullah ke dalam instrumen analisis data, kemudian dianalisis sehingga didapat data yang sesuai dengan rumusan masalah dan tujuan penelitian.

3.5    Teknik Analisis Data
Dalam penelitian ini teknik yang digunakan adalah dengan cara memparafrasekan dan menganalisis novel MCDS  karya Abdulkarim Khiaratullah.
Proses penganalisisan data yang dimaksudkan adalah untuk mempermudah cara kerja peneliti, hal ini akan mempermudah dalam menggunakan instrumen penelitian. Prosedur penganalisisan data yang digunakan untuk menganalisis data penelitian ini adalah:
1.      Langkah pertama yang dilakukan adalah mengumpulkan data setelah data terkumpul selanjutnya, mengelompokkan data berdasarkan rumusan masalah.
2.      Hasil analisis diteliti kembali dan mungkin diperkuat lagi untuk ditetapkan manjadi data yang akurat dalam penelitian.
3.      Data yang sudah di seleksi kemudian dianalisis untuk menjawab semua masalah yang telah dirumuskan dalam penelitian ini.
4.      Data yang telah dianalisis kemudian disimpulkan sehingga penelitian ini memperoleh hasil yang diinginkan sesuai dengan rumusan masalah





BAB V
PENUTUP

5.1     Simpulan
Dalam mengkaji karya sastra khususnya novel haruslah dianalisis. Dalam hal ini analisis sebuah karya fiksi, secara umum dekenal adanya analisis struktural dan semiotik.
Analisis struktural merupakan pendekatan kesastraan yang menekankan pada kajian hubungan antar unsur pembangun (intrinsik dan ekstrinsik) sebuah karya yang bersangkutan dengan mengidentifikasi, mengkaji, mendeskripsikan fungsi hubungan antar unsur intrinsik fiksi yang dibangun secara koherensif atau keselarasan yang mendalam antar bentuk acak karya sastra oleh berbagai unsur pembangunnya.
Unsur-unsur yang membangun karya fiksi diantaraya; tema, pemplotan, pelataran, penokohan, cerita, bahasa, penyudutpandangan, dan moral.
Kajian yang digunakan adalah sosiologi sastra. sosiologi sastra merupakan telaah terhadap suatu karya sastra dalam kaitannya dengan pengaruh sosial-budaya yang ikut mempengaruhi cerita dalam karya sastra.
Pada prinsipnya, menurut  Lauren dan Swingewood (Endraswara, 2004:79), terdapat tiga perspektif berkaitan dengan sosiologi sastra yaitu; (1) Penelitian yang memandang karya sastra sebagai dokumen sosial yang di dalamnya merupakan refleksi situasi pada masa sastra tersebut diciptakan, (2) Penelitian yang mengungkap sastra sebagai cermin situasi sosial penulisnya, (3) Penelitian yang menangkap sastra sebagai manifestasi peristiwa sejarah dan keadaan sosial budaya.
Adapun objek dalam sosiologi sastra ada tiga yaitu konteks sosial pengarang, sastra sebagai cermin masyarakat, dan fungsi sosial.
Dalam perspektif sosiologi sastra, karya sastra antara lain dapat dipandang sebagai produk masyarakat, sebagai sarana menggambarkan kembali (representasi) realitas dalam masyarakat.
Rancangan penelitian ini menggunakan metode deskreptif kuantitatif dengan pendekatan sosial. Dalam konteks penelitian ini berupa merefleksikan sosial religiusitas dalam novel MCDS karya Abdulkarim Khiaratullah dengan tahap-tahap ayitu, 1). Rancangan penelitian, 2). Data dan sumber data, 3) Instrumen data, 4). Pengumpulan data, dan yang terakhir adalaha Analisis data

5.2     Saran
Sebagai mahasiswa khususnya prodi Bahasa dan Sastra seharusnya bisa mengerti tentang kaian dan unsur-unsur sebuah karya fiksi dalam hal ini unsur-unsur dalam novel.
Pendekatan Sosiologi Sastra merupakan salah satu pendekatan dari berbagai pendekatan dalam mengkaji karya sastra, baik novel, cerpen, puisi, dan lain-lainnya. Untuk itu, novel ini sangat perlu untuk dikaji secara lebih intensif dengan pendekatan-pendekatan lain, agar novel ini memiliki makna dan dapat dimanfaatkan oleh semua kalangan.


DAFTAR PUSTAKA

A.Teeuw. 1984. Sastra dan Ilmu Sastra Pengantar Teori Sastra. Jakarta: Pustaka Jaka.
Damono, Sapardi Djoko. 2002. Pedoman Penelitian Sosiologi Sastra. Jakarta: Pusat Bahasa
Faruk. 2012. Metode Penelitian Sastra Sebuah Penjelajahan Awal. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
_____. 2010. Pengantar Sosiologi Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Khiaratullah, Abdulkarim. 2012. Mereguk Cinta dari Surga. Yogjakarta: DIVA Press.
Herman J. Waluyo. 2006. Teori Pengkajian Sastra. Surakarta: UNS Press.
Nurgiyanto, Burhan. 2010. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Pradopo, Rachmat Djoko. 2011. Beberapa Teori Sastra, Metode Kritik, dan Penerapannya. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Sangidu. 2004. Penelitian Sastra: Pendekatan, Teori, Metode, Tekni, dan Kiat. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.
Suwardi, Endraswara. 2004. Metodologi Penelitian Saatra. Yogyakarta: Pustaka Widyatama
________________. 2008. Metodologi Penelitian Sastra. Yogyakarta: Media Pressindo.

No comments:

Post a Comment