Makalah
CERITA dan PEMPLOTAN
Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata
Kuliah Apresiasi Prosa Fiksi
Dosen Pengampu :
Syamsun, M.A.
Oleh
Rita Rofiana (NIM
: 5.11.06.13.0.010)
Siti Muklisah
(NIM : 5.11.06.13.0.013)
PROGRAM STUDI BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS ISLAM MAJAPAHIT
MOJOKERTO
2013
Kata
Pengantar
Segala puji syukur penulis panjatkan
hanya pada ALLAH SWT, Shalawat serta salam hanya untuk Nabi Muhammad SAW.
Penulis sangat bersyukur sekali dengan
terseleseikannya makalah yang berjudul “Cerita
dan Pemplotan”.
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Apresiasi Prosa Fiksi
.
Laporan ini tak akan terselesaikan tanpa
bantuan beberapa pihak yang dengan tulus ikhlas telah membantu penulis. Pada
kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada yang terhormat :
1.
Prof.Dr.H.
Machmoed Zain, APU, selaku Rektor Universitas Islam Majapahit
2.
Dr.
Ludi Wishnu Wardana, M.M, selaku Dekan FKIP
3.
Nanang
Wahyuningaji, S.pd., selaku ketua prodi FKIP
4.
Syamsun,
M.A., selaku dosen pembimbing yang selalu memberikan penjelasan dan pengarahan
dalam penyusunan makalah
5.
Teman-
teman semua, khususnya prodi Bahasa dan
Sastra Indonesia
Akhir kata penulis menyadari
dalam penulisan makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik
dan saran yang membangun selalu penulis nantikan. Semoga makalah ini memberikan
manfaat bagi banyak pihak.
Mojokerto, 8 Mei 2013
Penulis
Daftar Isi
Halaman
KATA PENGANTAR ………………………………………………….. i
DAFTAR ISI …………………………………………………………..... ii
BAB I PENDAHULUAN ……………………………………………..... 1
1.1
Latar Belakang ………………………………………….......... 1
1.2
Rumusan Masalah …………………………………………..... 2
1.3
Tujuan Pembahasan ………………………………………...... 2
BAB II PEMBAHASAN.......................................................................... 3
2.1 Hakikat Cerita............................................................................ 3
2.2 Cerita dan Plot............................................................................ 3
2.3 Cerita dan Pokok permasalahan................................................ 5
2.4 Cerita dan Fakta........................................................................ 5
2.5 Hakikat Plot dan Pemplotan..................................................... 6
2.6 Peristiwa, Konflik, dan Klimaks...............................................
7
2.6.1 Peristiwa.......................................................................... 7
2.6.2 Konflik............................................................................ 8
2.6.3 Klimaks............................................................................ 10
2.7 Kaidah Pemplotan.................................................................... 10
2.7.1 Plausibilitas ....................................................................... 11
2.7.2 Suspense............................................................................. 11
2.7.3 Surprise............................................................................. 12
2.7.4 Kesatupaduan.................................................................... 12
2.8 Penahapan Plot........................................................................... 13
2.8.1 Tahapan Plot:
Awal-Tengah-Akhir.................................... 13
2.8.2 Tahapan Plot: Rincian
Lain............................................... 14
2.8.3 Diagram Struktur Plot....................................................... 14
2.9 Pembedaan Plot.......................................................................... 15
2.9.1 Pembedaan Plot Berdasarkan
Kriteria Urutan Waktu...... 15
2.9.2 Pembedaan Plot
Berdasarkan Kriteria Jumlah.................. 16
2.9.3 Pembedaan Plot
Berdasarkan Kriteria Kepadatan..............
16
2.9.4 Pembedaan Plot
Berdasarkan Kriteria Isi........................... 17
BAB III
PENUTUP …………………………………………….................. 18
3.1
Simpulan ……….......................................................................... 18
3.2
Saran.............................................................................................. 18
DAFTAR PUSTAKA
................................................................................... 19
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Prosa dalam
pengertian kesastraan juga disebut fiksi (fiction), teks naratif (narrative
text), atau wacana naratif (narrative discource). Sehingga istilah
prosa atau fiksi atau teks naratif, atau wacana naratif berarti cerita rekaan
(Cerkan) atau cerita khayalan. Hal ini berarti fiksi merupakan karya naratif
yang isinya tidak menyarankan (tidak mengacu) pada kebenaran sejarah.
Dengan demikian,
Karya fiksi merupakan karya naratif yang isinya mengacu/menyarankan pada karya
yang menceritakan sesuatu yang bersifat rekaan, khayalan, sesuatu yang tidak
ada dan tidak terjadi sungguh-sungguh sehingga ia tak perlu dicari kebenarannya
pada dunia nyata. Istilah fiksi sering dipergunakan dalam pertentangannya
dengan realitas (sesuatu yang benar ada dan terjadi didunia nyata sehingga
kebenarannya pun dapat dibuktikan dengan data empiris). Benar tidaknya, ada
tidaknya, dan dapat tidaknya, sesuatu yang dikemukakan dalam suatu
karya yang dibuktikan secara empiris, inilah antara lain, yang membedakan karya
fiksi dengan karya nonfiksi.
Tokoh,
peristiwa, dan tempat yang disebut-sebut dalam fiksi adalah bersifat imajinatif,
sedang pada karya nonfiksi bersifat faktual. Sebagai karya imajiner, fiksi
menawarkan berbagai permasalahan manusia dan kemanusiaan, hidup dan kehidupan,
yang dituangkan secara sungguh-sungguh melalui perenungan yang intens dan bukan
hanya sebagai hasil lamunan saja, tetapi penuh tanggung jawab dan kesadaran
kreativitas yang diungkapkan kembali melalui sarana fiksi. Betapapun saratnya
pengalaman dan permasalahan kehidupan yang ditawarkan, sebuah karya fiksi
haruslah tetap merupakan cerita yang menarik, tetap merupakan bangunan struktur
yang koheren, dan tetap mempunyai tujuan estetik.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang sudah
diuraikan di atas, maka permasalahan
yang diangkat adalah :
1.2.1
Jelaskan apakah
hakikat sebuah cerita ?
1.2.2
Apakah hubungan
antara cerita dan plot ?
1.2.3
Apakah hubungan
antara cerita dan pokok permasalahan ?
1.2.4
Apakah hubungan
antara cerita dan fakta ?
1.2.5
Apa yang
dimaksud dengan hakikat plot dan pemplotan?
1.2.6
Apa yang
dimaksud dengan peristiwa, konflik, dan klimaks dalam prosa fiksi?
1.2.7
Jelaskan tentang
kaidah pemplotan?
1.2.8
Sebutkan dan
jelaskan penahapan plot dalam prosa fiksi?
1.2.9
Sebutkan dan
jelaskan pembedaan plot dalam prosa fiksi?
1.3 Tujuan Pembahasan
Berdasarkan rumusan masalah yang dikemukakan di atas,
maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.3.1 Mendeskripsikan hakikat sebuah cerita.
1.3.2
Mendeskripsikan
hubungan antara cerita d an plot.
1.3.3
Mendeskripsikan
hubungan antara cerita dan pokok permasalahan.
1.3.4
Mendeskripsikan
hubungan antara cerita dan fakta.
1.3.5
Mendeskripsikan tentang hakikat plot dan pemplotan.
1.3.6
Mendeskripsikan
tentang peristiwa, konflik, dan klimaks dalam prosa fiksi.
1.3.7
Mendeskripsikan kaidah pemplotan.
1.3.8
Mendeskripsikan penahapan plot dalam prosa fiksi.
1.3.9
Mendeskripsikan
pembedaan plot dalam prosa fiksi.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Hakikat Cerita
Seorang
membaca sebuah buku fiksi lebih dimotivasi oleh rasa ingin tahunya terhadap
cerita, hal itu wajar dan sah adanya. Membaca sebuah buku cerita akan
memberikan semacam kenikmatan dan kepuasan tersendiri di hati pembaca, baik
bagi orang awam maupun bagi kritikus. Pembaca golongan kedua, biasanya tidak
akan terhenti pada kekaguman terhadap kehebatan cerita dan keindahan cara
pengungkapannya. Aspek cerita dalam sebuah karya fiksi merupakan suatu hal yang
amat esensial. Kelancaran cerita akan di topang oleh kekompakan dan kepaduan
berbagai unsur pembangunan itu. Cerita merupakan hal yang fundamental dalam
karya fiksi. Tanpa unsur cerita, eksistensi sebuah fiksi mungkin berwujud.
Sebab, cerita merupakan inti sebuah karya fiksi yang sendiri adalah rekaan.
Hakekat Cerita
Rekaan. Cerita rekaan (cerkan) menceritakan sesuatu yang bersifat imajinatif,
khayalan, sesuatu yang tidak ada dan tidak terjadi sungguh-sungguh sehingga
membaca prosa fiksi atau cerita rekaan untuk tujuan menangkap isi cerita dilakukan
melalui langkah-langkah sebagai berikut. Membaca cerita secara keseluruhan. Menandai dan mencari
makna kata-kata sulit. Membaca prosa fiksi dengan tujuan Untuk keperluan
tersebut yang harus diketahui pembaca adalah hakikat puisi. Puisi adalah karya
sastra yang kaya akan makna, ada yang memberi istilah puisi itu padat makna.
Sebuah puisi pada dasarnya adalah sebuah cerita yang berisi.
Forster
(1970:35) mengartikan cerita sebagai sebuah narasi berbagai kejadian yang
sengaja disusun berdasarkan urutan waktu, misalnya, (kejadian) mengantuk
kemudian tertidur, begitu melihat wanita cantik langsung jatuh cinta,
marah-marah karena disinggung perasaanya dan sebagainya.
Dengan
bercerita sebenarnya pengarang ingin menyampaikan sesuatu, gagasan, kepada kita
pembaca. Penampilan peristiwa pada hakikatnya juga berarti pengemukakan
gagasan. Unsur peristiwa, yang dapat dibedakan ke dalam aksi dan kejadian,
eksistensi yang terwujud tokoh dan latar.
2.2 Cerita dan Plot
Cerita dan plot
merupakan dua unsur fiksi yang amat erat berkaitan sehingga keduanya sebenarnya
tidak mungkin dipisahkan. Baik cerita maupun plot sama-sama mendasarkan diri
pada rangkaian peristiwa sebagaimana yang disajikan dalam sebuah karya. Oleh sebab itu, sebenarnya
dapat dikatakan bahwa dasar pembicaraan cerita adalah plot, dan dasar
pembicaraan plot adalah cerita. Plot atau alur adalah rangkaian cerita yang dibentuk oleh tahapan-tahapan
peristiwa sehingga menjalin suatu cerita yang dihadirkan oleh para pelaku dalam
suatu cerita (Aminuddin,1987).
Antara cerita
dan plot terdapat perbedaan inti permasalahan. Keduanya memang sama-sama
mendasar pada rangkaian peristiwa, namun tuntutan plot bersifat lebih kompleks
daripada cerita. Masalah peristiwa itu sendiri banyak aspeknya. Ia dapat
dibedakan ke dalam sejumlah kategori bergantung dari sudut mana hal itu
dilakukan. Selain itu peristiwa juga berkaitan dengan konflik. Sedang konflik
itu sendiri amat menentukan kadar isi sebuah cerita, Karena konflik merupakan
salah satu wujud peristiwa. Plot
menuntut adanya kejelasan antar peristiwa
yang dikisahkan dan tidak sekadar urutan temporal saja. Hal-hal inilah yang
tidak ada pada cerita sebab dalam cerita
segala sesuatunya cenderung disederhanakan.
Sebuah
cerita tidak mustahil hanya mengandung unsur tahapan tertentu saja dari sekian
banyak tahapan yang ada. Ada pula cerita yang plotnya diawali dengnan situasi
awal, kemudian berlanjut ke pengembangan cerita dan kemudian langsung pada
klimaks. Model tahapan cerita lain juga yang diungkapkan oleh Loben ialah
diawali denga suspens, eksposisi dan pengembangan cerita, klimaks, dan kemudian
penyelesaian.
Dalam
membangun alur, ada beberapa faktor penting yang perlu diperhatikan agar alur
menjadi dinamis. Faktor-faktor penting tersebut adalah:
- Faktor kebolehjadian.
Maksudnya, peristiwa-peristiwa cerita sebaiknya tidak selalu realistik
tetapi masuk akal.
- Faktor kejutan.
Maksudnya, peristiwa-peristiwa sebaiknya tidak dapat secara langsung
ditebak / dikenali oleh pembaca.
- Faktor kebetulan.
Yaitu peristiwa-peristiwa tidak diduga terjadi, secara kebetulan terjadi.
Jika
kita hanya ingin tahu isi dan kehebatan cerita kita hanya cukup membaca
ringkasan cerita atau sinopsisnya saja. Namun, apabila ingin lebih memahaminya
dengan serius, khususnya yang berkaitan
dengan masalah plot kita harus membaca keseluruhan bahkan berkali-kali.
2.3 Cerita dan Pokok Permasalahan
Pokok
permasalahan merupakan suatu hal yang diangkat ke dalam sebuah karya fiksi.
Pengarang fiksi adalah pelaku sekaligus pengamat berbagai permasalahan hidup dan
kehidupan yang berusaha mengungkap dan mengangkatnya ke dalam sebuah
karya. Isi cerita adalah sesuatu yang dikisahkan dalam
sebuah karya fiksi. Pokok permasalahan di pihak lain, bukan merupakan sesuatu
yang diacu, atau berkaitan dengan, isi cerita.
Pemilihan
pokok permasalahan ke dalam sebuah karya fiksi biasanya ada kaitannya dengan
pemilihan tema. Adanya kesesuaian antara pemilihan keduanya, dan hal yang
demikian akan mempermudah pembaca untuk memahaminya. Namun, bagaimanapun pokok
permasalahan lebih berhubungan dengan masalah apa yang diceritakan atau cerita
tentang apa. Oleh karena itu, amat dimungkinkan adanya beberapa pokok masalah
yang berbeda, namun memiliki kesamaan tema.
2.4 Cerita dan Fakta
Sebuah karya
mungkin saja ditulis berdasarkan data-data faktual, peristiwa-peristiwa dan
sesuatu yang ain yang benar-benar ada dan terjadi. Namun, ia dapat pula ditulis
hanya berdasarkan peristiwa dan sesuatu yang dibayangkan (diimajinasikan)
mungkin ada dan terjadi, walau secara faktual hal-hal itu tidak pernah ditemui
di dunia nyata. Karya yang pertama menyaran pada tulisan yang memuat hal-hal
yang nyata, sedang yang kedua menyaran pada karangan yang berisi hal-hal yang
dikhayalkan (Kartahadimaja, 1978: 9-10)
Tulisan yang
dibuat berdasarkan data dan informasi faktual, misalnya, adalah tulisan berita
sebagaimana halnya yang biasa dilakukan wartawan untuk surat kabar. Selain
surat kabar juga ada jenis tulisan yang lain yang dibuat berdasarkan informasi
faktual dan sekaligus aktual. Selain penulisan untuk surat kabar, ada jenis
tulisan lain yang dibuat berdasarkan informasi faktual, namun tidak terlalu
terikat oleh keaktualan, melainkan lebih terikat oleh kejelsan, ketepatan, dan
ketajaman( dan lain-lain yang sejenis) urian.
Misalnya novel,
novel adalah cerita berbentuk prosa yang
menuju pada adanya kebenaran sejarah justru semakin memperjelas kadar rekaannya
sebab hal-hal yang dikaitkan kebenaran itu tidak pernah terjadi.
Penulisan
sejarah terikat pada data fakta yang
benar-benar ada dan terjadi, data dan fakta yang memiiki validitas empiris yang
dapat dipertanggunngjawabkan. Secara teoritis, fakta tidak dapat dimanipulasi
dalam pengertian menambah, menyembunyikan, mengkreasikan, atau mengimajinasikan
sesuai dengan sikap subjektivitas penulisnnya walau secara faktual hal itu
mungkin saja terjadi tergantung sikap penulis buku sejarah itu sendiri.
Unsur realitas
dan imajinasi, suatu karangan yang mengandung unsur imajinasi sebenarnya bukan
hanya monopoli karya fiksi yang disebut sebagai karya imajinatif. Karangan
mempergunakan data dan peristiwa termasuk nonfiksi dan surat kabar lain
sama-sama mengandung unsur realitas dan imajinasi.
Yang membedakan
karangan di atas kadar realitas dan imajinasi yang terkandung di dalamnya,
unsur imajinasi jauh lebih menonjol dalam karya fiksi, sedang unsur realitas
lebih dapat menonjol tanpa didasari pengetahuan, pengalaman, dan persepsi
terhadap dunia nyata. Sebaliknya, penulis karya nonfiksi atau berita, walau
menulis berdasarkan fakta, hal itu tidak mungkin dilakukan tanpa adannya
interpretasi pribadi.
Ada jenis karya
tertentu yang tampaknya sulit dikategorikan ke dalam fiksi atau nonfiksi, yaitu
karya yang bersifat biografis. Penulis biografi tentunya menulis fakta yang
pernah benar-benar terjadi dan dialami pelaku yang ditulis biografinya itu.
Namun, mungkin sekali ia menulis sesuatu yang dibayangkan, ditafsirkan,
disikapi, atau dinilai yang sebenarnya lain dari sesungguhnya yang terjadi.
2.5 Hakikat Plot dan Pemplotan
Plot atau alur
cerita atau rentetan pikiran merupakan garis narasi dalam fiksi atau garis
paparan dalam non fiksi, sehingga peminat tidak kehilangan pandangan, karena
alur tadi utuh dan suspensif. Dan dalam kejelasan plot ada kaitan dengan
peristiwa yang dikisahkan secara linear, yang akan mempermudah pemahaman kita
terhadap cerita yang ditampilkan. Kejelasan
plot berarti kejelasan cerita, kesederhanaan plot berarti kemudahan cerita
untuk dimengerti. Dalam kejelasan cerita maupun kesederhanaan plot, maka
peristiwa-peristiwa itu harus disiasati secara kreatif, sehingga hasil
pengolahan dan penyiasatan itu sendiri merupakan sesuatu yang indah dan
menarik.. Maka di sini akan dijelaskan dari pendapat para ahli lainnya.
1. Stanton (1965: 14), mengemukakan plot
adalah cerita yang berisi urutan kejadian, namun tiap kejadian itu hanya
dihubungkan secara sebab-akibat, peristiwa yang satu disebabkan atau
menyebabkan terjadinya peristiwa lain.
2. Kenny
(1966:14), mengemukakan plot sebagai peristiwa-peristriwa yang ditampilkan
dalam cerita yang tidak bersifat sederhana, karena pengarang menyusun
peristiwa-peristiwa itu berdasarkan kaitan sebab-akibat.
3. Forster (1970:93), plot adalah peristiwa-peristiwa cerita yang
mempunyai penekanan pada adanya hubungan kausalitas.
Maka bisa
disimpulkan bahwa plot merupakan perjalanan pelaku atau tokoh yang mengandung
unsur sebab-akibat yang membentuk sebuah
cerita yang utuh. Agar menjadi sebuah plot, peristiwa-peristiwa harus diolah
sehingga hasil pengolahan dan penyiasatannya menjadi karya yang menarik
(Nurgiyantoro, 2005: 113). Kegiatan ini, dilihat dari sisi pengarang yang
merupakan kegiatan pengembangan plot atau dapat juga disebut sebagai pemplotan,
pengaluran. Kegiatan pemplotan itu sendiri meliputi kegiatan memilih peristiwa
yang akan diceritakan dan kegiatan menata peristiwa-peristiwa itu ke dalam
struktur-linear karya fiksi.
Sedangkan dalam
pemahaman plot sangat memerlukan daya kritis, kepekaan fikiran, perasaan, sikap, tanggapan yang serius untuk
dapat memahami jalan cerita dalam karya yang telah kita baca.
2.6 Peristiwa, Konflik, dan Klimaks
Peristiwa,
konflik, dan klimaks merupakan tiga unsur yang amat esensial dalam pengembangan
sebuah plot cerita. Ekstensi plot sangat ditentukan oleh ketiga unsur tersebut.
Maka di sini akan dijelaskan tiga unsur dalam pengembangan sebuah plot cerita.
2.6.1 Peristiwa
Istilah
peristiwa atau kejadian dalam pembicaraan tentang fiksi belum dikemukakan apa
sebenarnya peristiwa itu. Dalam berbagai literatu berbahasa inggris, sering
ditemukan penggunaan istilah action (aksi, tindakan) dan event (peristiwa,
kejadian) yang secara bersama atau bergantian. Dalam pengertian kedua istilah
tersebut sangat berbeda. Action sendiri merupakan tindakan tokoh dan event merupakan
suatu bentuk yang memiliki cakupan yang lebih luas, yaitu dalam cakupan yang
selain tokoh manusia juga sesuatu di luar aktivitas manusia, misalnya peristiwa
alam seperti banjir dan lain-lain. sedangkan
menurut (Luxemburg dkk, 1992:150) peristiwa merupakan peralihan dari satu
keadaan ke keadaan lainnya.
Dan dalam sebuah karya fiksi tentunya tidak
terbangun hanya dari satu peristiwa saja, tetapi banyak peristiwa. Namun, tidak
semua peristiwa di dalam karya fiksi berfungsi sebagai pembangun plot.
Berdasarkan fungsionalnya terhadap pengembangan itulah, peristiwa dapat
dibedahkan menjadi peristiwa fungsional, kaitan dan acuan. Berikut macam-macam peristiwa yang merupakan pengembangan cerita.
a. Peristiwa fungsional adalah peristiwa-peristiwa yang sangat
mempengaruhi pengembangan plot. Rangkaian peristiwa-peristiwa fungsional
merupakan inti dari cerita. Jika sebuah peritiwa fungsional dihilangkan akan
menyebabkan cerita itu menjadi lain, atau bahkan menjadi tidak logis.
b. Peristiwa kaitan adalah peristiwa-peristiwa yang berfungsi
mengaitkan peristiwa-peristiwa penting dalam
pengurutan penyajian cerita.
c. Peristiwa acuan adalah peristiwa-peristiwa yang tidak secara
langsung berpengaruh atau berhubungan dengan plot, tetapi lebih mengacu pada unsur-unsur lain seperti perwatakan atau suasana yang melingkupi
batin seorang tokoh.
Melalui
analisis di atas dapat diketahui jumlah perbandingan ketiga peristiwa tersebut.
Dan apakah peristiwa itu berwujud fisik atau batin, dalam sebuah karya fiksi. Dalam peristiwa fungsional, plot karya yang bersangkutan cenderung
berplot padat. Sedangkan peristiwa kaitan dan acuan plot karyanya cenderung
menjadi longgar. Menurut (Nurgiyantoro, 1991:104-16) menyimpulkan bahwa melalui
peristiwa fungsional, kaitan, dan acuan
akan dapat diketahui tindakan tokoh, serta interaksi antar tokoh dalam sebuah
karya yang semuanya dapat diwujudkan secara kuantitatif.
Selain itu,
dari analisis dapat diketahui urutan peristiwa berdasarkan urutan waktu
kejadian. Pada umumnya urutan waktu kejadiannya
telah dimanipulasi sehingga peristiwa yang dihadirkan pada awal cerita belum
tentu merupakan awal peristiwa, melainkan mungkin peristiwa akhir cerita.
Dari
macam-macam peristiwa di atas telah digolongkan menjadi dua macam peristiwa.
Menurut Roland Barthes peristiwa dapat digolongkan menjadi, (1) peristiwa utama
(major events’peristiwa mayor’), (2) peristiwa pelengkap (minor
events’peristiwa minor’). Sedangkan menurut Chatman (1980:53) menyebut peristiwa
utama itu sebagai kernel (kernels), sedang peristiwa pelengkap sebagai satelit
(satelits).
2.6.2 Konflik
Konflik
(conflict) merupakan sebuah kejadian yang tergolong penting (jadi ia akan
berupa peristiwa fungsional, utama, atau kernel), merupakan unsur-unsur yang
esensial dalam pengembangan plot. Penembangan plot naratif ditentukan oleh
wujud, isi konflik, dan bangunan konflik yang ditampilkan.
Menurut
Meredith dan Fitzegerald (1972:27) mengungkapkan bahwa konflik merupakan
sesuatu yang bersifat tidak menyenangkan yang terjadi atau dialami oleh
tokoh-tokoh cerita, jika tokoh-tokoh itu mempunyai kebebasan untuk memilih, ia
tidak akan memilih peristiwa itu menimpa dirinya. Sedangkan menurut Wellek dan
Warren (1989:285) menyatakan, konflik adalah sesuatu yang dramatik, mengacu
pada pertarungan antar dua kekuatan yang seimbang dan menyiratkan adanya aksi
dan aksi balasan. Jadi dapat disimpulkan bahwa konflik memiliki pengertian
pertarungan atau pertentangan antara dua hal yang menyebabkan terjadinya aksi
reaksi. Pertentangan itu bisa berupa pertentangan fisik, ataupun pertentangan yang
terjadi di dalam batin manusia. Konflik merupakan unsur terpenting dari
pengembangan plot. Bahkan bisa dikatakan sebagai elemen inti dari sebuah karya
fiksi.
Peristiwa dan konflik biasanya berkaitan erat, dapat saling menyebabkan
terjadinya satu dengan yang lain, bahkan konflik pun hakikatnya merupakan
peristiwa. Ada peristiwa tertentu yang dapat menimbulkan konflik. Sebaliknya,
karena terjadi konflik, peristiwa-peristiwa lain pun dapat bermunculan,
misalnya yang sebagai akibatnya. Konflik demi konflik yang disusul oleh
peristiwa demi peristiwa akan menyebabkan konflik semakin meningkat. Konflik yang telah sedemikian meruncing, katakan sampai pada titik
puncak yang disebut klimaks.
Stanton dalam
An Introduction to Fiction membedakan konflik menjadi dua, yaitu konflik
eksternal dan konflik internal.
a. Konflik eksternal adalah pertentangan yang terjadi antara
manusia dengan sesuatu yang berada di luar dirinya. Konflik ini dibagi lagi
menjadi dua macam. Konflik elemental, yaitu konflik yang disebabkan adanya perbenturan antara tokoh
dengan lingkungan alam
Misalnya saja konflik yang timbul akibat adanya banjir besar, gempa bumi,
gunung meletus, dsb. Sedangkan konflik sosial terjadi disebabkan adanya kontak
sosial antar manusia, atau masalah yang muncul akibat adanya hubungan sosial
antarmanusia. Misalnya saja berupa masalah
penindasan, peperangan, penghianatan, pemberontakan.
b. Konflik Internal
adalah konflik yang terjadi di dalam hati atau jiwa seorang tokoh cerita.
Pertentangan yang terjadi di dalam diri manusia. Manusia lawan dirinya sendiri.
Misalnya saja konflik yang terjadi akibat adanya pertentangan antara dua
keinginan, keyakinan, pilihan yang berbeda, harapan-harapan dan masalah-masalah lainnya.
Konflik
internal dan eksternal yang terdapat dalam sebuah karya fiksi, dapat terdiri
dari bermacam-macam wujud dan tingkatan kefungsiannya. Konflik-konflik itu
dapat berfungsi sebagai konflik utama atau sub-sub konflik (konflik-konflik
tambahan), setiap konflik tambahan haruslah bersifat mendukung, karenanya
mungkin dapat juga disebut sebagai konflik pendukung dan mempertegas kehadiran
dan eksistensi konflik utama, konflik sentral (central conflict), yang sendiri
dapat berupa konflik internal atau eksternal atau keduanya sekaligus. Konflik utama inilah yang merupakan inti plot, inti
struktur cerita, dan sekaligus merupakan pusat pengembangan plot karya yang
bersangkutan.
Dalam konflik
utama internal pada umumnya dialami oleh atau ditimpahkan kepada tokoh utama
cerita, tokoh protagonis. Konflik utama eksternal juga dialami dan disebabkan
oleh adanya pertentangan antar tokoh utama, yang berwujud tokoh protagonis dan
tokoh antagonis. Adanya pertentangan dan berbagai konflik inilah membawa cerita
sampai ke klimaks.
2.6.3 Klimaks
Menurut Stanton
dalam An Introduction to Fiction klimaks adalah saat konflik telah mencapai
titik intensitas tertinggi, dan saat itu merupakan sesuatu yang tak dapat
dihindari kejadiannnya. Artinya, berdasarkan
tuntutan dan kelogisan cerita, peristiwa itu harus terjadi, tidak boleh tidak.
Klimaks merupakan titik pertemuan
antara dua hal yang dipertentangkan dan menentukan bagaimana konflik itu akan
diselesaikan. Namun tidak semua harus mencapai klimaks, hal itu mungkin sejalan
dengan keadaan bahwa tidak semua konflik harus mempunyai penyelesaian. Masalah
itu masih harus dilihat apakah konflik itu merupakan konflik utama ataukah
konflik-konflik tambahan, sebuah konflik yang disebabkan, dialami, dan
dilakukan oleh tokoh tambahan. Sebuah konflik akan menjadi klimaks atau tidak
tergantung kemauan dan tujuan pokok pengarang dalam membangun konflik sesuai
dengan tuntutan koherensi cerita.
2.7 Kaidah Pemplotan
Masalah
kreativitas, kebaruan, dan keaslian dapat juga menyangkut masalah pengembangan
plot. Pengarang memiliki kebebasan untuk memilih cara untuk mengembangkan plot,
membangun konflik, menyiasati penyajian peristiwa, dan sebagainya sesuai dengan
selera estetisnya.
Dalam usaha
pengembangan plot, pengarang juga mamiliki kebebasan kreativitas. Namun, dalam
karya fiksi yang tergolong konvensional, kebebasan itu bukannya tanpa aturan. Ada
semacam aturan, ketentuan, atau kaidah pengembangan plot (the laws of plot) yang perlu dipertimbangkan. Kaidah-kaidah
pemplotan yang dimaksud meliputi masalah plausibilitas (plausibility), adanya
unsur kejutan (surprise), rasa ingin tahu (suspense) dan kepaduan (unity),
(Kenny, 1966: 19-22).
2.7.1 Plausibilitas
Plausibilitas
memiliki pengertian bahwa suatu hal yang dapat dipercaya sesuai dengan logika
cerita. Plot sebuah cerita harus memiliki sifat plausibel atau dapat dipercaya
oleh pembaca. Pengembangan
cerita yang tak plausibel dapat membingungkan dan meragukan pembaca. Misalnya
karena tidak jelasnya unsur kausalitas. Lebih dari itu, orang mungkin akan
menganggap bahwa karya yang bersangkutan menjadi kurang bernilai.
Menurut Stanton
(1965:13) menyatakan bahwa sebuah cerita dapat dikatakan plausibilitas, jika
tokoh-tokoh cerita dan dunianya dapat diimajinasi (imaginable) dan jika para
tokoh dan dunianya tersebut serta peristiwa-peristiwa mungkin saja dapat
terjadi. Dan sebuah cerita dikatakan berkadar plausibilitas jika memiliki
kebenaran untuk dirinya sendiri. Artinya, sesuai dengan tuntutan cerita
merupakan peniruan realita belaka, melainkan lebih disebabkan ia memiliki
koherensi pengalaman kehidupan.
Sebuah cerita
dikatakan berkadar plausibilitas jika memiliki kebenaran untuk dirinya sendiri.
Artinya, sesuai dengan tuntutan cerita, dan ia tidak bersifat meragukan.
Plausibilitas cerita tidak berarti bahwa cerita merupakam peniruan realitas
belaka, melainkan lebih disebabkan ia memiliki koherensi pengalaman kehidupan.
Pengalaman kehidupan kita dari yang bersifat sepotong-sepotong itu akan tampak
koheren dan menjadi satu pengalaman kehidupan yang padu jika saling berkaitan.
Dalam realitas kehidupan, kita sering memperoleh berbagai pengalaman baru dan
mungkin kurang berkaitan antara yang satu dengan yang lain.
2.7.2 Suspense atau Rasa Ingin Tahu
Menurut Abrams
(1981:138) menyatakan suspense merupakan sebuah perasaan yang semacam kurang
pasti terhadap peristiwa-peristiwa yang akan terjadi, khususnya yang menimpa
tokoh yang diberi rasa simpati oleh pembaca. Sedangkan menurut Kenny (1966:21)
mengungkapkan bahwa suspense adalah menyaran pada adanya harapan ketidaktahuan
pembaca terhadap akhir sebuah cerita. Dan sama halnya dengan Suparman (1979:83) yang menyatakan bahwa
suspense dapat diartikan daya pengikat perhatian pembaca. Daya tarik bacaan
yang mempunyai gaya khusus dalam penyajiannya, sehingga buah pikiran itu
mengalir bergairah dalam plot yang indah. Suspense mempunyai persuasi yang
halus, menimbulkan gairah, menarik hati, penasaran. Pembaca tidak bosan
membacanya. Pembaca tidak penat menelaahnya. Jadi suspense adalah pendorong
gairah membaca.
Sedangkan kuat
tidaknya dan terjaganya suspense sangat berpengaruh pada pembaca. Sebab pembaca
akan menjadi penasaran jikalau belum menyelesaikannya. Dan untuk membangkitkan
suspense dalam sebuah cerita dengan menampilkan foreshadowing.
Foreshadowing
merupakan penampilan-penampilan cerita yang mendahului. Dan untuk
mempertahankan suspense seorang pengarang menggunakan tahap-tahap penampilan
foreshadowing sedikit demi sedikit, hingga intensitasnya meningkat.
2.7.3 Surprise atau Unsur Kejutan
Plot sebuah
cerita yang menarik, di samping mampu membangkitkan suspense, rasa ingin
tahu pembaca, tetapi juga mampu memberikan kejutan, sesuatu yang bersifat
mengejutkan. Plot sebuah karya fiksi dikatakan memberikan kejutan apabila sesuatu yang dikisahkan atau
kejadian-kejadian yang ditampilkan menyimpang, atau bahkan bertentangan dengan
harapan sang pembaca (Abrams, 1981: 138). Jadi, dalam karya itu terdapat suatu
penyimpangan, pelanggaran atau pertentangan apa yang ditampilkan dalam cerita
dengan apa yang “telah menjadi kebiasaan”. Dengan kata lain, sesuatu yang telah
mentradisi, yang telah mengkonvensi dalam penulisan karya fiksi, disampingi
atau dilanggar dalam penulisan karya fiksi itu.
2.7.4 Kesatupaduan
Kesatupaduan
memiliki pengertian keberkaitan unsur-unsur yang ditampilkan, khususnya
peristiwa-peristiwa fungsional, kaitan, dan acuan, yang mengandung konflik atau
pengalaman kehidupan yang hendak disampaikan. Ada benang merah yang
menghubungkan berbagai aspek cerita sehingga seluruhnya dapat terasa sebagai
satu kesatuan yang utuh dan padu.
Peristiwa dan
konflik atau elemen kalimat atau motif dan sekuen untuk teori semiotik yang
membangun karya fiksi tentulah amat banyak. Namun, karya fiksi adalah sebuah karya
yang direncana, disiasat, dikreasi, dan diorganisasikan sedemikian rupa dengan
sengaja sehingga keseluruhan aspek yang dihadirkan dapat saling berhubungan
secara koherensif.
Komposisi
penyajian plot dalam sebuah karya fiksi, yang sejak Aristoteles sudah dibedakan
ke dalam awal-tengah-akhir, tentu saja tak harus urut secara kronologis awal,
tengah, dan akhir itu. Penyajian plot selalu tergantung pada daya kreativitas
pengarang yang memang bermaksud mencapai efek keindahan dan kebaruan, khususnya
lewat cara-cara pemplotan.
2.8 Penahapan Plot
Peristiwa awal
yang ditampilkan dalam sebuah karya fiksi mungkin saja langsung berupa
adegan-adegan yang memiliki kadar konflik dan dramatik tinggi, bahkan merupakan
konflik yang amat menentukan plot karya yang bersangkutan. Padahal, pembaca
belum dibawa masuk dalam suasana cerita, belum tahu awal dan sebab-sebab
terjadinya konflik. Hal yang demikian dapat terjadi disebabkan urutan waktu
penceritaan yang sengaja dimanipulasi dengan urutan peristiwa untuk mendapatkan
efek artistik tertentu yang memberikan kejutan dan membangkitkan rasa ingin
tahu pembaca. Kaitan antar peristiwa haruslah jelas, logis dan dapat dikenali
urutan kewaktuannya terlepas dari penempatannya yang mungkin di awal, tengah,
atau akhir.
Aristoteles
mengemukakan bahwa tahapan plot harus terdiri dari tahapan awal, tahapan tengah
dan tahapan akhir.
2.8.1 Tahapan
Plot: Awal- Tengah- Akhir
Untuk
memperoleh keutuhan sebuah plot cerita, Aristoteles mengemukakan bahwa sebuah plot haruslah terdiri dari
tahap awal (beginning),
tahap tengah (midle), dan tahap akhir (end) (Abrams, 1981: 138). Ketiga tahap
tersebut penting untuk dikenali, terutama jika kita bermaksud menelaah plot
karya fiksi yang bersangkutan.
Tahap Awal. Tahap awal sebuah cerita
merupakan tahap perkenalan. Pada umumnya berisi informasi yang berkaitan dengan
berbagai hal yang akan dikisahkan pada tahap-tahap berikutnya. Fungsi pokok
tahapan awal adalah memberikan informasi dan penjelasan seperlunya yang
berkaitan dengan pelataran dan penokohan. Pada tahapan ini, juga sudah
dimunculkan sedikit demi sedikit masalah yang dihadapi tokoh yang menyulut
konflik, pertentangan-pertentangan dan lain-lain yang akan memuncak dibagian
tengah.
Tahap Tengah. Tahap tengah sebuah cerita sering juga disebut sebagai tahap tikaian. Pada
tahap ini konflik yang sudah mulai dimunculkan pada tahap awal mengalami
peningkatan, semakin menegangkan, hingga mencapai titik intensitas tertinggi
atau klimaks.
Tahap Akhir. Tahap akhir sebuah cerita, biasa juga
disebut sebagai tahapan peleraian yang menampilkan adegan tertentu sebagai
akibat dari klimaks. Tahapan ini merupakan tahapan penyelesaian masalah atau
bisa juga disebut sebagai tahapan anti klimaks. Penyelesaian sebuah cerita
dapat dikatagorikan menjadi dua yaitu penyelesaian tertutup dan penyelesaian
terbuka. Penyelesaian tertutup menunjuk pada keadaan akhir sebuah karya fiksi
yang memang sudah selesai. Sedangkan penyelesaian terbuka lebih membuka peluang
bagi kelanjutan cerita sebab konflik belum sepenuhnya selesai dan membuka
peluang untuk berbagai penafsiran dari pembacanya.
2.8.2 Tahapan Plot: Rincian Lain
Tahapan plot mempunyai lima bagian antara
lain:
a. Tahap situation: tahap penyituasian, berisi
pelukisan dan pengenalan situasi latar atau tokoh-tokoh cerita.
b. Tahap generating circumstances: tahap
pemunculan konflik, masalah-masalah dan peristiwa-peristiwa yang menyulut
terjadinya konflik mulai dimunculkan.
c. Tahap rising action: tahap peningkatan
konflik, konflik yang telah dimunculkan pada tahap sebelumnya semakin
berkembang dan dikembangkan kadar intensitasnya.
d. Tahap climax: tahap klimaks, konflik dan
pertentangan yang terjadi yang dilakui dan ditimpakan kepada para tokoh cerita
mencapai titik intensitas puncak.
e. Tahap denouement: tahap penyelesaian,
konflik yang telah mencapai klimaks diberi penyelesaian dan ketegangan
dikendorkan.
2.8.3 Diagram Struktur Plot
Tahap-tahap
pemplotan seperti di atas dapat juga digambarkan dalam bentuk (gambar) diagram.
Diagram struktur yang dimaksud, biasanya, didasarkan pada urutan kejadian atau
konflik secara kronologis. Jadi, diagram itu sebenarnya lebih menggambarkan
struktur plot jenis prgresif-konvensional-teoritis. Misalnya, diagram yang
digambarkan oleh Jones (1968: 32) seperti ditunjukkan di bawah ini.
2.9 Pembedaan Plot
2.9 Pembedaan Plot
Setiap cerita memiliki plot yang merupakan kesatuan tindak, yang disebut
juga sebagai an artistic whole. Namun, kita tidak akan pernah menemukan
dua karya fiksi yang memiliki struktur plot yang sama persis. Secara garis
besar mungkin saja ada kesamaan, namun secara lebih rinci pasti lebih banyak
memiliki perbedaan. Untuk mengetahui wujud struktur sebuah karya, diperlukan
kerja analisis. Dari sinilah, perbedaannya dengan plot karya-karya yang lain,
kemungkinan berhipogram dengan karya-karya sebelumnya, dan sebagainya.
Plot dapat
dikategorikan ke dalam beberapa jenis yang berbeda dengan berdasarkan urutan
waktu, jumlah, dan kepadatan.
2.9.1 Pembedaan
Plot Berdasarkan Urutan Waktu
Berdasarkan
kriteria waktu maksudnya adalah plot yang didasarkan pada keadaan waktu si
tokoh itu sendiri apakah menceritakan tentang masa sekarang si tokoh ataukan
masa lalunya atau mungkin dua duanya. Maka plot berdasarkan kriteria waktu itu
dibagi menjadi tiga.
a. Plot maju, pada plot maju sang jalan cerita
itu menyoroti kehidupan sang tokoh pada jaman sekarang dan peristiwa-peristiwa
yang terjadi itu dialami sang tokoh seiring cerita berjalan. Misal si C ketemu
K, mereka bermusuhan lalu memutuskan untuk saling serang, mereka sewa pengacara
dan menyelesaikan masalah mereka di meja hijau. Kalau dicerita tadi ceritanya
itu bersifat progresif, jadi ceritanya itu terus berjalan ke arah depan atau
maju menuju masa depan. Dan contohnya bisa disajikan dengan pembatas garis.
Kronologis/Lurus/Maju/Progresif
A--------B--------C--------D--------E.
b. Plot mundur, kalau plot maju
menceritakan tentang masa sekarang tokoh, plot mundur itu menceritakan tentang
masa lalu si tokoh. Biasanya hal ini terjadi di dalam cerita kalau sang tokoh
mengingat kehidupan masa lalunya. Di atheis walau digolongkan memakai plot
campuran tapi ada beberapa bagian yang menggunakan plot mundur, hal ini terjadi
karena plot mundur merupakan salah satu penyusun dari plot campuran. Dan contohnya
bisa disajikan dengan pembatas garis. Tak Kronologis/ Sorotbalik/ mundur/
Flash-back/regresif
D1------A------B------C------D2------E.
c. Plot campuran, plot campuran itu terdiri
dari plot maju dan plot mundur artinya ceritanya itu menyoroti masa lalu
sekarang sang tokoh sekaligus masa lalu sang tokoh. Novel atheis adalah salah satu karya sastra yang menggunakan plot
campuran. Di dalam bagian ada yang menceritakan kehidupan sekarang sang tokoh. Lalu mundur lagi ke masa lalu, lalu kembali
lagi ke masa depan. Dan contohnya
bisa disajikan dengan pembatas garis. Plot Campuran
E------D1------A------B------C------D2.
2.9.2 Pembedaan Plot Berdasarkan Kriteria Jumlah
Kemungkinan
pertama novel (fiksi) menampilkan plot tunggal, sedangkan yang kedua
menampilkan sub-subplot.
a. Plot tunggal, pada plot tunggal biasanya
hanya mengembangkan sebuah cerita dengan menampilkan seorang tokoh utama
protagonis yang sebagai hero.
b. Plot sub-subplot, memiliki lebih dari satu
alur cerita yang dikisahkan, atau terdapat lebih dari seorang tokoh yang
dikisahkan perjalanan hidup, permasalahan, dan konflik yang dihadapinya. Dari
pengertian di atas didukung juga oleh pendapat Abrams dalam Nurgiyantoro (2005:
158) yang merupakan bagian dari plot utama. Ia berisi cerita ‘kedua’ yang
ditambahkan yang bersifat memperjelas dan memperluas pandangan kita terhadap
plot utama dan mendukung efek keutuhan cerita.
2.9.3 Pembedaan Plot Berdasarkan Kriteria
Kepadatan
Kriteria
kepadatan dimaksudkan sebagai padat atau tidaknya pengembangan dan perkembangan
cerita pada sebuah karya fiksi.
a. Plot
padat, dalam plot padat menyajikan cerita secara cepat, peristiwa-peristiwa
fungsional terjadi susul-menyusul dengan cepat, hubungan antar peristiwa juga
terjalin secara erat, dan pembaca seolah-olah selalu dipaksa untuk
terus-menerus mengikutinya.
b. Plot longgar, dalam menyajikan cerita
pergantian peristiwa demi peristiwa penting berlangsung lambat di samping hubungan
antara peristiwa penting yang satu dengan yang lain, diselai oleh berbagai
peristiwa tambahan, atau berbagai pelukisan tertentu yang dapat memperlambat
cerita.
2.9.4 Pembedaan
Plot Berdasarkan Kriteria Isi
Menurut
Nurgiyantoro (2005), pembedaan plot di sini lebih merupakan isi cerita itu
sendiri secara keseluruhan daripada sekadar urusan plot. Nurgiyantoro mengutip pendapat Friedman (dalam Stevick, 1967:
157-165), membedakan plot jenis ini ke dalam tiga golongan besar, yaitu plot
peruntungan (plot of fortune), plot penokohan (plot of character), dan plot
pemikiran (plot of thought).
a. Plot peruntungan, berhubungan dengan cerita yang mengungkapkan
nasib, peruntungan, yang menimpa tokoh (utama) cerita yang bersangkutan. Plot
peruntungan dibedahkan menjadi: (a) plot gerak (action plot), (b) plot sedih
(pathetic plot), (c) plot tragis (tragic plot), (d) plot hukuman (punitive
plot), (e) plot sentimental (sentimental plot), (f) plot kekaguman (admiration
plot).
b. Plot tokohan, menyaran pada adanya sifat pementingan tokoh,
tokoh yang menjadi fokus perhatian. Plot tokohan dibedahkan menjadi: (a)
pendewasaan (maturity plot), (b) plot pembentukan (reform plot), (c) plot
pengujian (testing plot), (d) plot kemunduran (degeneration plot).
c. Plot pemikiran, dalam plot pemikiran mengungkapkan sesuatu yang
menjadi bahan pemikiran, keinginan, perasaan, berbagai macam obsesi, dan
lain-lain yang menjadi masalah hidup dan kehidupan manusia. Friedman (dalam
Nurgiyantoro, 2005: 163) membedakan plot pemikiran ke dalam (a) plot pendidikan
(education plot), (b) plot pembukaan rahasia (revelation plot), (c) plot
afektif (affective plot), dan (d) plot kekecewaan (disillusionment plot).
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Hakekat Cerita
Rekaan. Cerita rekaan (cerkan) menceritakan sesuatu yang bersifat imajinatif,
khayalan, sesuatu yang tidak ada dan tidak terjadi sungguh-sungguh sehingga
membaca prosa fiksi atau cerita rekaan untuk tujuan menangkap isi cerita
dilakukan melalui langkah-langkah sebagai berikut. Membaca cerita secara keseluruhan. Menandai
dan mencari makna kata-kata sulit.
Cerita dan plot
merupakan dua unsur fiksi yang amat erat berkaitan sehingga keduanya sebenarnya
tidak mungkin dipisahkan. Baik cerita maupun plot sama-sama mendasarkan diri
pada rangkaian peristiwa sebagaimana yang disajikan dalam sebuah karya.
Pokok
permasalahan merupakan suatu hal yang diangkat ke dalam sebuah karya fiksi.
Pemilihan pokok permasalahan ke dalam sebuah karya fiksi biasanya ada kaitannya
dengan pemilihan tema.
Plot ialah alur
cerita atau rentetan pikiran yang merupakan garis narasi dalam fiksi atau garis
paparan dalam non fiksi. Sedangkan pemplotan ialah unsur-unsur yang membangun
plot, antara lain: plausibilitas, surprise atau unsur kejutan, suspense atau rasa ingin tahu, unity atau
kepaduan. Dan plot
memiliki berbagai macam untuk membangun plot, dari segi peristiwa dll.
3.2 Saran
Sebagai seorang mahasiswa khususnya kita mahasiswa jurusan bahasa indonesia
dan sastra selayaknya harus bisa memahami hakikat sebuah karya fiksi baik dari
segi cerita, alurnya, pokok permasalahan, dan pemplotan dalam cerita tersebut,
dan dapat membedakan antara fakta dan imajinasi dalam cerita tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Abrams, M.H.
1981. A Glossary of Literary Terms. New York: Holt, Rinehart and
Winshon.
Aminuddin. 1987. Pengantar
Apresiasi Karya Sastra. Malang: CV Sinar Baru.
Chatman,
Syemour. 1980. Story and Discourse, Narrative Structure in fiction and film.
Itacha: Cornell University Press.
Foster, E.M.
1970. Aspect of the Novel. Harmondswort: Penguin Book.
Jones, Edward
H. 1968. Outlines of Literature: Short Stories, Novels, and Poems. New
York: The Macmillan Company.
Kartahadimaja,
aoh. 1978. Seni Mengarang. Jakarta: Pustaka Jaya.
Kenny, William.
1966. How to Analze Fiction. New York: Monarch Press.
Luxemburg, Jan
Van, Mieke Bal, dan Willem G. Weststeijn. 1992 (1984). Pengantar Ilmu Sastra.
Jakarta: Gramedia (Terjemahan Dick Hartoko).
Nurgiyanto,
Burhan. 1991. “Peristiwa dalam Trilogi Novel Ronggeng Dukuh Paruk, Lintang
Kemukus Dini Hari, dan Jantera Bianglala”, Jurnal Kependidikan, No. 3,
Th. XXI, hlm. 104-16.
Stanton,
Robert. 1965. An Introduction to Fiction. New York: Holt, Rinehart and
Winston.
Stevick, Philip
(ed). 1967. The Theory of the Novel. New York: The Free Press.
Wellek, Rene
dan Austin Warren. 1956. Theory of Literature. New York: Harcourt, Brace &
World, Inc. (Terjemahan dalam Bahasa Indonesia oleh Melani Budiyanto. 1989.
Teori Kesustraan. Jakarta: Gramedia).
No comments:
Post a Comment