Tuesday, November 19, 2013

SINOPSIS NOVEL CINT SUCI ZAHRANA


RELIGIUSITAS DALAM NOVEL CINTA SUCI ZAHRANA KARYA HABIBURRAHMAN EL SHIRAZY: KAJIAN STRUKTURAL

                                   
SKRIPSI

                                                           
OLEH:
RIZKA WULANDARI
5.11.06.13.0.011



UNIVERSITAS ISLAM MAJAPAHIT
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
PROGRAM STUDI BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
JULI 2013

Cinta Suci Zahrana
Karya Habiburrahman ElnShirazy 
Menikah adalah satu di antara tiga perkara yang sunnah untuk disegerakan. Dan Allah akan melimpahkan ridhanya kepada orang yang akan menyegerakan menikah. Sama halnya dengan orang yang membantu untuk menyegerakan menikah. Karena perbuatan menyegerakan menikah merupakan perkara yang disunnahkan oleh Rasulullah. Dan setiap perkara yang disunnahkan, adalah tindakan yang diridhai dan dicintai Allah.
Perkara inilah yang tak segera dilakukan oleh Dewi Zahrana tokoh utama dalam novel berjudul Cinta Suci Zahrana kar4ya Habiburahman el-Shirazy. Dalam novel ini menceritakan bagaimana sosok Zahrana yang menunda-nunda menikah. Ia lebih mendahulukan pendidikan ketimbang sunnah Rasul tersebut. Walaupun sudah cukup dikatakan sukses untuk ukuran perempuan semacam dirinya dalam menuntut ilmu dan pekerjaannya sebagai seorang dosen. Apalagi ditambah ia berhasil menerima Penghargaan Tingkat International di Bidang Arsitektur yang diberikan oleh Tsinghua University Beijing sampai diundang untuk menerima penghargaan tersebut atas karya-karya dan prestasinya dibidang arsitektur.
 Sayang, kesuksesan Zahrana dalam berbagai hal tidak diimbangi dengan masalah kehidupan pribadinya. Tak lain masalah soal kehidupan pribadinya. Soal percintaan dan perjodohannya, Kedua masalah itulah yang tidak dapat ia dapatkan secara bersamaan. Tak mudah ia genggam.
Matanya berkaca-kaca. Kalau tidak ada kekuatan iman dalam dada ia mungkin telah memilih sirna dari dunia. Ujian yang ia derita sangat berbeda dengan orang-orang seusianya. Banyak yang memandangnya sukses. Hidup berkecukupan. Punya pekerjaan yang terhormat dan bisa dibanggakan. Bagaimana tidak, ia mampu meraih gelar master teknik dari sebuah institut teknologi paling bergengsi di negeri ini. Dan kini ia dipercaya duduk dalam jajaran pengajar tetap di universitas swasta terkemuka di ibukota Propinsi Jawa Tengah: Semarang. Sudah berapa kali ia mendengar pujian tentang kesuksesannya. Hanya ia seorang yang tahu bahwa sejatinya ia sangat menderita. Ada satu hal yang ia tangisi setiap malam.
Setiap kali bermunajat kepada Sang Pencipta siang dan malam. Ia menangisi takdirnya yang belum juga berubah. Takdir sebagai perawan tua yang belum juga menemukan jodohnya. Dalam keseharian ia tampak biasa dan ceria. Ia bisa menyembunyikan derita dan sedihnya dengan sikap tenangnya. Ia terkadang menyalahkan dirinya sendiri kenapa tidak menikah sejak masih duduk di S.l dahulu?
Kenapa juga ketika selesai S.l ia tidak langsung menikah? Kenapa ia lebih tertantang masuk S.2 di ITB Bandung?  Padahal saat itu, temannya satu angkatan si Yuyun menawarkan kakaknya yang sudah buka kios pakaian dalam di Pasar Bringharjo Jogja. Saat itu kenapa ia begitu tinggi hati. Ia masih memandang rendah pekerjaan jualan pakaian dalam. Apa sebetulnya yang ia kejar? Kenapa waktu itu ia tidak juga cepat dewasa dan menyadari bahwa hidup ini berproses. Ia meneteskan airmata. Dulu banyak mutiara yang datang kepadanya ia tolak tanpa pertimbangan. Dan kini mutiara itu tidak lagi datang. Kalau pun ada seolah-olah sudah tidak lagi tersedia untuknya. Hanya bebatuan dan sampah yang kini banyak datang dan membuatnya menderita batin yang cukup dalam. Matanya berkaca-kaca. Ketika ia sadar harus rendah hati. Ketika ia sadar prestasi sejati tidaklah semata-mata prestasi akademik.
Ketika ia sadar dan ingin mencari pendamping hidup yang baik. Baik bagi dirinya dan juga bagi anak-anaknya kelak. Ketika ia sadar dan ingin menjadi Muslimah seutuhnya. Ketika ia menyadari, semua yang ia temui kini, adalah jalan terjal yang panjang yang menguji kesabarannya. Umurnya sudah tidak muda lagi. Tiga puluh empat tahun.
Hal ini membuat khawatir khususnya Pak Munajat dan Bu Nuriyah sebagai kedua orangtua Zahrana. Kedua orangtuanya itu menginginkan ia untuk segera melepaskan masa lajangnya. Segera menikah! Terlebih ketika mereka mengetahui bahwa anak perempuannya yang semata wayang itu sudah tak muda lagi. Usianya sudah melewati kepala tiga. Berusia 34 tahun. Tentu usia tersebut sebagai seorang perempuan adalah usia yang sungguh memalukan di mata warga kampung dimana mereka tinggal. Hingga hal itu membuatnya merasa tidak nyaman dan terganggu. Dan konflik bathin pun mulai menghinggapi dirinya.
Suatu hari seseorang datang kepada orangtuanya untuk meminangnya. Ia masih bimbang harus memutuskan apa nanti. Kali ini yang datang melamarnya bukan orang sembarangan. Pak H. Sukarman, M.Sc., Dekan Fakultas Teknik, orang nomor satu di fakultas tempat dia mengajar. Duda berumur lima puluh lima tahun. Status dan umur baginya tidak masalah. Sudah bertitel haji. Kredibilitas intelektualnya tidak diragukan. Materi tak usah ditanyakan. Di Semarang saja ia punya tiga pom bensin. Namun soal kredibilitas moralnya, susah Zahrana untuk memaafkannya. Repotnya, jika ia menolak ia sangat susah untuk menjelaskan. Ia harus berkata bagaimana. Ia telah membicarakan hal ini pada kedua sahabat karibnya. Si Lina, yang kini jualan buku-buku Islami di Tembalang. Dan si Wati yang kini jadi isteri lurah Tlogosari Kulon. Lina berpendapat untuk tidak mengambil risiko dengan menerima orang amoral seperti Pak Karman itu. Apapun titel dan jabatannya. Moral adalah nyawa orang hidup. Jika moral itu hilang dari seseorang, ia ibarat mayat yang bergentayangan. Itu pendapat Lina. Sedangkan Wati lain lagi, menurutnya sudah saatnya ia tidak melangit. Mencari manusia setengah malaikat itu hal yang mustahil.
Dan akhirnya ia memilih untuk menolak lamaran Pak Karman, kemudian ia mencoba menjelaskan kepada orang tuanya, Ia minta kepada mereka pengertiannya jika ia mengambil keputusan yang tidak melegakan mereka berdua. Diberitahu seperti itu kedua orangtuanya kembali pasrah dalam kekecewaan.
Lima hari setelah ia mengirim jawaban itu, Bu Merlin datang ke rumahnya. Saat itu ia masih mengambil cuti. Bu Merlin datang dengan mimik serius. Bu Merlin memberitahukan bahwa ia melihat gelagat Pak Karman berniat memecatnya dengan satu tuduhan serius yang akan sangat mempermalukannya. Ia mengisyaratkan hal itu kemarin setelah membaca surat Zahrana. Bu Merlin memberi saran lebih baik Zahrana mundur dengan terhormat daripada dipecat.
Zahrana akhirnya paham dengan apa yang disampaikan Bu Merlin. Dari nada dan tutur kata yang disampaikan ia melihat ada kesungguhan dan ketulusan. Namun ia belum bisa mengambil sikap dengan cepat. Akhirnya ia mantap untuk mengundurkan diri setelah bercerita kepada Lina sahabatnya. Mengetahui hal itu Pak Karman bagai kebakaran jenggot, ia sangat marah karena rencananya untuk mempermalukan Zahrana gagal.
Tak perlu waktu lama bagi Zahrana untuk mendapatkan pekerjaan baru. Dari seorang teman ia mendapatkan informasi bahwa STM Al Fatah Mranggen, Demak, sedang membutuhkan seorang guru baru yang profesional untuk mendongkrak prestasi. STM Al Fatah berada di payung Yayasan Pesantran Al Fatah. Pesantren besar yang terkenal di Mranggen. Ia mengajukan lamaran dan hari itu juga ia diterima. Kepala sekolahnya yang masih keturunan pendiri Pesantren Al Fatah sangat senang. Pengalaman mengajar Zahrana ketika mengajar di FT universitas swasta terkemuka di Semarang adalah jaminan kualitas. Sejak hari itu Zahrana mengajar siswa-siswa yang sebagian besar adalah santri.
 Suatu hari ia membuka-buka emailnya, dan menemukan email dari Pak Didik. Ia jadi bertanya ada apa dengan Pak Didik. Baru kali ini Pak Didik mengirim email kepadanya. la buka email itu: Subjeknya: SEBUAH TAWARAN, JIKA BERKENAN. .Zahrana membaca email itu dengan tubuh bergetar, Pak Didik bermaksud melamarnya dan menjadikan istri yang ke dua.  Matanya berkaca-kaca. la tidak tahu apa yang ia rasakan. Yang jelas bukan bahagia. Ia merasa betapa tidak mudah menjadi gadis yang terlambat menikah. Dan betapa susah menjadi wanita. Jika Pak Didik itu tidak memiliki isteri, katakanlah duda sekalipun, tawaran itu mungkin akan sedikit menjadi jendela harapan di hatinya.
Esoknya ia nekat mengajak Lina, menghadap Bu Nyai dan Pak Kiai. Lina tahu bahwa Zahrana tidak berani mengungkapkan maksud sebenarnya. Maka dengan tanpa diminta ia lalu menjelaskan dengan sehalus mungkin maksud utama kedatangan Zahrana ke pesantren. Bu nyai Dah lalu menyanggupi untuk memberi kabar besok setelah berembug dengan Pak Kyai.
Keesokannya Bu Nyai memanggil Zahrana, Ia langsung bergegas ke ndalem Bu Nyai Dah. Pak Kiai bermaksud menjodohkan Zahrana dengan santrinya yang sudah tiga tahun ini meninggalkan pesantren. Dia santri yang dulu sangat diandalkan Pak Kiai. Namanya Rahmad. Pendidikannya tidak tinggi. Ia hanya tamat Madrasah Aliyah. Tidak kuliah. Karena setelah itu dia mengabdi di pesantren ini. Baik akhlak dan ibadahnya. Tanggungjawabnya bisa diandalkan. Pekerjaannya sekarang jualan kerupuk keliling. Dia duda tanpa anak. Isterinya meninggal satu tahun yang lalu karena demam berdarah. Itulah informasi yang diberikan Bu nyai Dah.
Setelah memikir dan menimbang tiga hari lamanya Zahrana merasa cocok. Ayah dan ibu Zahrana pun cocok. Barulah setelah itu Pak Kiai dan Bu Nyai mempertemukan dua keluarga. Mulanya si Rahmad merasa minder. Tapi Pak Kiai berhasil meyakinkan Rahmad untuk tidak minder. Dan ditetapkanlah hari H pernikahan Rahmad dengan Zahrana dua minggu setelah pertemuan itu. Dua keluarga itu langsung didera kesibukan menyiapkan pesta pernikahan.
Di rumah Zahrana nyaris sempurna. Besok acara pernikahan itu akan berlangsung. Zahrana ingin membantu kaum ibu di dapur menyiapkan segala sesuatu. Tapi mereka meminta Zahrana istirahat saja. Maka setelah shalatIsya ia langsung tidur, agar besok ia benar-benar fresh dan segar. Lagu-lagu bahagia masih mengalun. Zahrana tidur dalam kebahagiaan tiada terkira.
Jam setengahtiga malam ia dibangunkan. Tidur bahagianya hilang. Ia kaget ada keributan. Ibunya menangis menjerit-jerit seperti orang kesurupan. Bapaknya terpekur di kursi seperti patung. Linalah yang membangunkannya dan mengatakan kabar duka itu dengan air mata meleleh tentang meninggalnya Rahmad calon suami Zahrana karena tertabrak kereta api. Setelah mendengar kabar tersebut, Zahrana langsung pinsan hingga harus dibawa ke rumah sakit.
Di RS ia bertemu dengan dokter berjilbab yang ternyata ibundanya Hasan, mahasiswa yang pernah dibimbing skripsinya oleh Zahrana. Hal itu membuatnya seolah bisa bernafas. Dokter berjilbab yang bernama bu Zulaikha itu banyak menasehati Zahrana dan juga menyegarkannya dengan sedikit cerita masa mudanya yang sebenarnya mirip dengan Zahrana.
Ternyata bukan sampai disitu penderitaan (musibah) yang dialami oleh Zahrana. Setelah kematian .Rahmad, calon suaminya itu. Tanpa sepengetahuannya, di rumahnya terjadi musibah kedua. Pak Munajat, ayahnya, yang memang telah renta tidak kuat menahan tekanan batin. Ia terkena serangan jantung. Dengan cepat ia dilarikan ke rumahsakit. Namun tak tertolong. Nyawanya melayang di perjalanan.Hari itu iameninggal menyusul calon menantunya. Dan juga ia harus menerima teror  SmS yang tidak diketahui siapa pengirimnya,
Setelah berbagai  cobaan telah menimpanya. Dalam hati ia bertekad untuk semakin mendekatkan diri kepadaAllah.Ia teringat perkataan Bu Nyai saat memberikan ucapan bela sungkawa, "Kitasemua milik Allah dan akan kembali kepada Allah. Kita semua tunduk padatakdir-Nya. Yang Paling berkuasa di atas segalanya adalah Allah Swt.  Sejak itu, Zahrana nyaris tidak pernah meninggalkan shalat malam. Ia labuhkan segala keluh kesah dan deritanya kepada Yang Maha Menciptakan.
Bulan Ramadhan datang. Zahrana semakin menikmati ibadahnya. Sore itu setelah shalat Ashar Zahrana pergi ke warung untuk membeli kelapa, gula merah, dan tepung terigu. la ingin membuat kolak untuk buka puasa. Juga membuat mendoan dan bakwan. Pulang dari warung ia agak terkejut, sebab ada mobil sedan tepat di depan rumahnya. Ia menduga-duga siapa yang datang. Setelah masuk ia tahu kalau yang datang ternyata Bu Dokter Zulaikha,ibundanya Hasan.  ia meminta ibunya utuk melamar Zahrana.
            Zahrana sangat terkejut mendengar penuturan Bu Zul, kemudian dengan terbata-bata ia menjelaskan selama membimbing skripsi Hasan ia tidak pernah melakukan hal-hal yang tidak-tidak dengan Hasan, ia bersikap layaknya dosen pembimbing dan mahasiswanya.
Dan Zahranapun menerima pinangan tersebut tapi dengan satu syarat yaitu Akad nikahnya dilaksanakan  nanti malam bakda shalat Tarawih di masjid. Dan disaksikan oleh seluruh jamaah masjid. Zahrana trauma menunda pernikahannya lagi.  Bu Zul sempat terkejut dan setelah menghubungi Hasan berkenaan dengan Syarat  yang diajukan Zahrana akhirnya Hasan dengan mantap menyetujui syarat Zahrana.
 Dan pada malam kedua di Bulan Suci Ramadhan itu, apa yang diharapkan Zahrana terjadi. Akad nikah setelah shalat tarawih disaksikan oleh jamaah yang membludak.Sebagian besar adalah tetangga Zahrana. Mereka turut terharu. Saat akad nikahibu Zahrana menangis tersedu-sedu. Beberapa ibu-ibu juga menangis. Malam ituZahrana sangat bahagia. Hasan juga merasakan hal yang sama. Kebahagiaan Zahrana malam itu menghapus semua derita yang dialaminya. Tasbih selalu mengiringi tarikan nafasnya.Ia semakin yakin, bahwa Allah bersama orang orang yang sabar dan ihsan. Malam itu, benar-benar malam kesaksian Zahrana atas Tasbih, Tahmid dan Takbir Cinta yang didendangkan Allah 'Azza wa Jalla kepadanya.
Subhaanallaah walhamdulillaah, walaailaahaillallaahuwallaahu akbar!
            Dua minggu setelah Idhul Fitri, Zahrana membuka-buka file kartu nama, ia melihat sebuah nama: Prof. Jiang Daohan, yang tak lain adalah guru besar Fakultas Teknik Fudan University, China. Ia teringat Prof Jiang Daohan sempat menawari dirinya untuk melanjutkan PH.D. dengan beasiswa penuh dari Fudan University. Zahrana berpikir untuk sekolah lagi, mengambil program doktor di Fudan Univrsity. Dan Hasan pun mengijinkannya.Dan ia berencana untuk mngikuti Zahrana pindah ke Fudan.
            Satu bulan setelah itu, Zahrana dan Hasan sudah sampai di China. Mereka datang seminggu lebih awal dari hari yang dijadwalkan oleh Prof Jiang. Kerena mereka ingin merasakan indahnya bulan madu di Negeri Tirai Bambu itu. Dua sejoli yang dipenuhi rasa bahagia dan saling mencintai itu berjalan-jalan di Tembok Raksasa sambil menghirup sejuknya musim semi. Zahrana merasakan kesabarannya selama ini benar-benar dilihat dan dibalas oleh Allah dengan sebaik-baiknya balasan.









No comments:

Post a Comment