Wednesday, November 20, 2013

SKRIPSI NOVEL TINJAUAN STRUKTURAL


RELIGIUSITAS DALAM NOVEL 99 HARI DI PRANCIS KARYA WIWID PRASETIYO: TINJAUAN STRUKTURAL


SKRIPSI









OLEH
CHOIRUN NISA’
NIM 5.11.06.13.0.002




PROGRAM STUDI BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS ISLAM MAJAPAHIT
MOJOKERTO
2013



99 Hari di Prancis


Maria, seorang gadis Indonesia yang berasal dari desa yang miskin. Ia hanya lulusan SMA, orang tuanya sudah tua, dan sawah-sawah pun sudah habis dijual untuk membiayai sekolahnya. Yang tersisa hanyalah pekarangan di belakang rumah yang tandus. Hingga suatu saat Maria termakan tipu daya Jafar, tetangganya, untuk bekerja di Paris.
Waktu berlalu begitu cepat tanpa bisa dicegah. Tahu-tahu tubuh mungilnya sudah mengapung diatas awan dan dibawa ke sebuah tempat yang sangat jauh dari tanah air. Di bandara Paris, Charles de Gaulle, seorang laki-laki membawa tulisan “MARIA” telah menantinya. Lelaki itu memperkenalkan diri. Dia bernama Robert, teman baik Jafar.
Dari bandara, Maria dibawa Robert menggunakan Taksi hitam menyusuri keindahan kota Paris yang sungguh sempurna. Walaupun Prancis tergolong sebagai negara kafir, tetapi mereka mampu mengelola sumber daya alamnya dengan baik. Robert nerocos mengenalkan kota Paris dengan menggunakan bahasa Inggris. Hingga akhirnya pembicaraan mereka berhenti disebuah flat lantai dua yang jaraknya sangat dekat dengan Menara Eiffel.
Di tempat inilah Maria akan menginap. Robert mengantarkan Maria ke sebuah kamar yang indah dengan jendela besar yang hampir keseluruhannya terbuat dari kaca. Gorden panjang berkibar-kibar saat ia membukanya. Di depannya terhampar kasur springbed nan empuk. Perasaannya menjadi ganjil, hatinya tak menentu. Orang desa sepertinya bisa tinggal di tempat yang seperti itu, entah pekerjaan apa yang sudah menantinya. Semudah itukah mendapatkan pekerjaan di kota metropolitan seperti Paris?
Sore hari Maria sudah menagih janji Robert yang akan mengantarnya jalan-jalan ke Menara Eiffel. Letak flat Maria dan Menara Eiffel bisa di tempuh dengan jalan kaki saja. Perasaan Maria sangat girang, seakan-akan terlupalah segala permasalahan hidup, beban penderitaan, dan kemiskinan. Ia hanya ingat dengan ayah ibunya yang sudah tua dan sendirian di desanya yang kotor. Ingin rasanya ia mengajak mereka kemari.
Hari ketiga, Robert memperkenalkan Maria dengan bosnya. Seorang lelaki nomor satu di Prancis, penanam saham utama Hotel Lyon Bastille, namanya Le Pere Solomon. Ia jugalah yang menjanjikan pekerjaan besar pada Maria. Menurutnya, wanita Asia seperti Maria akan menjadi omset besar baginya. Bagitu sepesialnya Maria bagi mereka, sampai-sampai ia mengizinkan Maria beristirahat di Kamar VIP Hotel Lyon Bastille, salah satu bangunan yang menyangga langit kota Lyon. Namun tak ada seorangpun yang mengatakan apa sebenarnya pekerjaan Maria di tempat itu.
Di hari kedua bertemu dengan Salamon, Maria diberikan berbagai baju bermerk Luis Vuitton, perancang terkenal dari Paris. Ia makin bingung dengan pekerjaannya, apakah ia akan dijual kepada Solomon? Namun secepat itupun Robert memastikan bahwa ia tidak akan memasukkan Maria ke dunia pelacuran.
Hingga akhirnya Le Pere Solomon mengatakan pekerjaan Maria sangatlah mudah, yakni sebagai pengantar barang. Malamnya, Maria tak bisa tidur. Ia tak habis pikir bagaimana orang kaya membuang-buang uangnya. Bukannya dengan memilih jasa pengiriman paket yang profesional lebih menguntungkan baginya? Namun mengapa ia justru sama sekali tidak efisien dan boros? Maria benar-benar tak mengerti jalan pikiran orang kaya yang menurutnya nyeleneh itu.
Pagi hari Maria check out dari hotel dan menuju flat yang ia tempati. Disepanjang jalan ia diolok-olok menjadi simpanan Le Pere Solomon. Maria yang berhati putih sama sekali tak tahu mengapa orang lain bisa benci kepadanya. Apakah mungkin karena mereka iri padanya karena sebagai orang asing, ia mampu bergaul dengan orang nomor satu di Paris. Sementara orang orang disini, jangankan untuk berbicara langsung, mendekatinya saja kesulitan karena ada pengawal yang selalu setia mengiringi Le Pere Solomon. 
Maria memulai tugas pertamanya bekerja sebagai pengantar barang di hari kelima ia berada di Prancis. Sebuah kotak sebesar mie instan diangkatnya sambil menyusuri jalanan paling terkenal di dunia, Champ Elysees. Sedangkan Robert dan taksi hitamnya meninggalkan Maria di sebuah area parkir dekat plasa De La Concorde. Maria mencari toko Mauchoir Mercy seorang diri, dan menyerahkan paket itu ke Le Mere Belle Ann, nama yang disebut oleh Solomon.
Baru keluar dari toko, Maria ditarik oleh lelaki bertubuh tinggi. Ia diseret dan diborgol di belakang gedung abad ke-19. Ia ditanya siapa yang menyuruhnya mengantar paket, belum ia selesai menjawab Robert dengan Taksi hitamnya menabrak lelaki yang memborgol Maria tersebut hingga bersimbah darah.
Maria semakin bingung. Ia hanya mengantarkan peket, tahu-tahu ia terjebak dalam situasi sulit. Siapa lelaki itu? Mengapa Robert menabraknya? Dan siapakah sebenarnya Le Pere Solomon? Disisi lain Robert begitu percaya diri bahwa ia telah menyelamatkan Maria. Padahal, Maria hanya yakin Alloh-lah penolong satu-satunya.
Atas kejadian penabrakan itu, Le Pere Solomon marah besar kepada Robert. Karena yang ia tabrak tak lain adalah seorang Polisi yang curiga dengan isi paket tersebut, yakni narkoba. Robert terus membela Maria, dengan alasan ia tak tega melihat Maria yang baru pertama kali berada di Paris sudah harus mendekam di penjara, di balik itu semua ternyata Robert sudah menaruh hati kepada Maria sejak mereka bertemu di bandara.
Robert benar-benar bodyguard sejati bagi Maria. Tak hanya itu, ia juga selalu menyiapkan pakaian, menyediakan makanan, membawa piring dan baju kotor, ketika Maria hendak keluarpun Robert yang mengawal di sampingnya. Ia telah memberikan kenyamanan yang tidak pernah diperoleh sebelumnya. Namun lama-kelamaan Maria merasa tidak nyaman diperlakukan seperti itu.
Untuk menghibur hati Maria yang bersedih, Robert berjanji mengajaknya berjalan-jalan ke Champ Elysses di minggu pagi. Mereka banyak berbincang tentang agama Islam dan keistimewaan Islam. Robert melihat konsep yang berbeda antara Nasrani dan Muslim. Ia mulai penasaran dengan agama Islam, dan ingin belajar lebih dalam dari Maria. Hingga akhirnya mereka berhenti di tenda besar yang sedang ada pertunjukkan sirkus jalanan.
Mereka masih sibuk bercengkrama saat terdengar jeritan dari belakang Robert dan Maria. Seorang perempuan setengah baya bersimbah darah dengan peluru menembus dadanya. Maria mengenali wanita itu. Belle Ann, orang pertama yang ia kirimi paket dari Le Pere Solomon. Maria pingsan seketika. Seminggu ia berada di Paris, ia sudah dipaksa melihat pembunuhan di depan matanya. Sungguh bertolak belakang dengan keindahan dan kemakmuran kota ini.
Orang mengenal Le Pere Solomon sebagai pengusaha nomor wahid di Prancis, tapi tak pernah ada orang yang mengenal wajahnya. Ia telah berapa kali melakukan operasi plastik, dan memiliki sejumlah identitas palsu sebagai imigran dari Aljazair. Yang sebenarnya Le Pere Solomon adalah Billy the Barefoot, perampok kelas kakap yaitu Billy si Tanpa Alas Kaki, karena tiap kali melakukannya aksinya ia tak pernah memakai sandal atau sepatu.
Lagi-lagi Maria berbicara tentang sifat Allah yang membuat Robert terpesona. Ingin rasanya ia segera masuk Islam. Hatinya begitu bergetar mendengar sifat-sifat Alloh dari bibir manis Maria. Kebenaran telah masuk dalam jiwa Robert secara perlahan. Robert juga mendapat penjelasan kalau Le Pere Solomon bukannya tak bisa dikalahkan, hanya belum waktunya saja Alloh melumpuhkan kekuatannya. Dengen cepat, di hari selanjutnya Robert masuk  Islam dengan mengucap Syahadat mengikuti ucapan Maria.
Di hari kesebelas Maria mendapat tugas lagi untuk mengantar paket. Kali ini dia sendirian, tanpa didampingi Robert seperti biasanya. Ingin rasanya ia menolak, namun apa daya. Terpaksa, Maria mengantar paket itu ke Museum Louvre, dan diterima oleh seniman laki-laki berwajah kuyu dan mata menggantung. Ia makin penasaran dengan Solomon, diam-diam ia mulai mencari tahu tentangnya.
Keesokan harinya Maria keluar dari flatnya, dan tanpa disengaja ia bertemu dengan Alida, jurnalis muslim keturunan Aljazair dalam sebuah orasi menentang pelarangan menggunakan cadar. Ia sedikit memperoleh informasi tentang Le Pere Solomon dari Alida. Namun Alida belum yakin juga dengan dugaannya tersebut, sehingga ia menyuruh Maria untuk menyelidikinya sendiri.
Kembali ke dalam flat, Maria seperti terjebak dalam dunia gelap. Flat itu dihuni oleh puluhan pelacur yang menjual tubuhnya. Ia teringat Jafar, karena dialah yang telah menjerumuskannya di tempat itu. Dengan berat hati Maria memberanikan diri untuk bergabung dengan puluhan wanita tersebut, dengan tujuan mencari informasi tentang Le Pere Solomon. Namun saat ia bergabung, ada gadis yang menampakkan kebencian yang begitu besar kepada Maria, dia adalah Sandra. Entah apa salah Maria kepadanya, ia langsung pergi meninggalkan kelompok itu begitu saja.
Maria mendapatkan pengalaman berkesan dari para penghuni flat. Mereka tak seperti yang dibayangkan, mereka sangat ramah. Banyak pelajaran baru yang ia dapat. Pelacur sekalipun tak pernah sudi dengan pekerjaan seperti itu. Ada satu orang yang sangat antusias keluar dari pekerjaannya, tak lain ada Maizumi, seorang gadis keturunan dari Jepang. Dari perkenalan singkat itu Maizumi dan Maria memberanikan untuk melariakan diri dari flat, dengan berbagai resiko yang akan mereka peroleh tentunya. Tak ada barang yang mereka bawa. Uang, baju, dan berbagai perlengkapan mereka tinggalkan. 
Malam hari mereka hanya tidur di bangunan tua bersama gelandangan. Keesokan hari, saat sinar kemerahan matahari memenuhi ufuk timur, mereka mulai merasakan kelaparan yang luar biasa. Maizumi tanpa ada rasa malu, meminta minuman kepada seseorang untuk membasahi tenggorokannya yang mengering itu. Maria mendumel melihat kelakuan temannya tersebut, sehingga dengan berat hati mereka memutuskan untuk mengamen, minimal agar dapat membeli makan dan minum. Maizumi bertugas untuk bernyanyi dalam bahasa Jepang, sedangkan Maria yang bertepuk tangan, mengiringi Maizumi menyanyi. Keadaan itu juga tak berlangsung lama, kali kedua mereka mengamen malah uang hasil pemberian orang-orang diambil oleh penjahat. Maria terus menguatkan Mazumi. Bahwa dibalik itu semua Alloh pasti akan memberikan rizki dari jalan yang lain.
Di hari yang kesembilan belas Maria berada di Paris, ia mendapatkan pengalaman baru lagi dengan bekerja di Kafe Regence milik Le Pere Philips. Setelah beberapa lama mereka menawarkan jasa di bawah terik matahari kota Perancis, Maria dan Maizumi mendapatkan tugas untuk mencuci piring berlusin-lusin. Sementara di samping mereka para koki sibuk memasak. Seorang koki memberi sekerat roti karena ia puas dengan pekerjaan mereka. Koki baik itu bernama Chef Antonio. Mereka banyak bercerita tentang kafe tersebut. Maria dan Maizumi pun diberikan tempat tinggal di gudang Kafe Regence.
Namun, sifat Chef Antonio mulai berubah saat Maria berhasil memenangkan festival makanan pinggiran jalan di La Defance secara tidak sengaja. Awalnya ia hanya berniat membuatkan nasi goreng untuk Maizumi, orang yang sudah dianggap adiknya. Namun masakan Maria ternyata terbawa dan diikutkan festival. Chef Antonio adalah orang yang paling terpukul atas pengumuman kemenangan tersebut, ia iri terhadap Maria, berbagai nada sumbing ia lontarkan, akhirnya ia mengundurkan diri sebagai koki di Kafe Regence.
Tanpa sepengetahuan Maria dan Maizumi, suami istri pemilik Kafe Regence memutuskan untuk mengangkat Maria sebagai kepala koki. Maria menerima kabar itu dengan tidak percaya, air matanya mentes, dan langsung sujud Syukur. Ternyata benar, bahwa Alloh tidak tidur, Ia pasti akan mendengarkan doa setiap hamba-Nya.  
Wawancara, tolkshow, dan bintang iklan adalah pekerjaan barunya disamping ia menjadi kepala koki di Kafe Regence. Dalam sekejap Maria menjadi terkenal, semua orang menulis ceritanya. Ia yang dulunya pernah menjadi pengemis, pengamen, tukang cuci piring, kini segera saja ia melesat menjadi kepala koki. Maizumi tentu orang yang paling bahagia menyaksikan ketenaran Maria. Dan saat itu pula, ia diangkat sebagai kepala pramusaji.
Ketenaran Maria dan melambungnya nama Kafe Regence membuat penyakit lama Le Pere Philips kambuh lagi, apalagi kalau bukan berjudi. Sampai-sampai ia mengambil seluruh uang restoran. Istrinya, Le Mere Philips yang tidak tahu menahu tentang hal itu menuduh Maria yang mengambil uangnya. Ia mencaci maki serta mengusir Maria dan Maizumi untuk meninggalkan Kafe tersebut.
Maria sama sekali tak tahu tujuan. Mereka mencari pedalaman yang mungkin masih adanya keshalihan. Hingga ia berhenti di sebuah masjid untuk sholat dan beristirahat. Maria yakin Alloh Maha Mendengar dan setiap perkataan dan kebohongan akan dicatat oleh-Nya. Maizumi belum masuk Islam, tapi ia sudah tidak asing dengan kebiasaan sholat yang dilakukan oleh Maria.
Mereka tak dapat bersantai-santai, secepat mungkin mereka harus bergegas ke Calais Televisi, karena Maria harus mengisi acara talk show disana. Malamnya, dua orang polisi berpakaian preman menjemput Maria dan Maizumi. Seluruh kru stasiun televisi itu geger bukan main. Maria dituduh menggelapkan uang dan terlibat pembunuhan berencana terhadap majikannya. Berita itu tersebar begitu cepat. Baru saja ia menikmati hasil jerih payahnya, sekarang ia harus merasakan dinginnya penjara. Di dalam penjara kepolisian, cibiran dan makian bertubi-tubi dilayangkan pada mereka.
Majelis Hakim mulai menyidangkan kasus dengan terdakwa Maria. Sidang hari itu dibuka dengan memperdengarkan saksi-saksi. Saksi pertama Chef Antoino. Karena ia masih dendam dengan Maria, Antoino mengiyakan bahwa Maria dari dulu memang menjadi seorang pencuri, bahkan ia berani mencuri bumbu-bumbu di dapur Kafe Regence. Dan saksi sedua adalah Sandra, perempuan yang sangat membencinya. Ia mengatakan bahwa Maria adalah bekas pelacur di flat milik Le Pere Solomon. Seluruh kesaksian dari orang pertama dan kedua tidak benar. Hati Maria menjerit, ia merasakan ketidak adilan.
Namun masih ada Maizumi dan jurnalis bernama Alida. Mereka memberikan pernyataan yang dapat meringankan penderitaan Maria. Hakim sibuk berdiskusi, saat hadir seorang lelaki tinggi dan tampan masuk dalam ruang sidang tersebut. Pria itu tak lain adalah Robert. Orang yang menghilang begitu saja setelah memeluk agama Islam, kini ia hadir kembali dalam kehidupan Maria. Ia bersaksi bahwa Maria bukanlah seorang pelacur. Maria dan Robert saling bertatapan, Maria tak menyangka Robert hadir dalam persidangannya.
Hari kedua persidangan, akhirnya Maria dinyatakan tidak bersalah dan ia dibebaskan. Maria yang melihat itu langsung sujud Syukur. Selesai persidangan mereka dibawa Robert meninggalkan tempat itu dengan mobil berwarna coklat. Tidak lagi menggunakan taksi hitam yang dahulu digunakan saat masih bekerja dengan Le Pere Solomon.
Diperjalanan mereka banyak sekali bercakap-cakap. Robert bercerita bahwa setelah ia menemukan kebenaran, hidupnya berubah drastis. Dan kini ia telah mempunyai nama islam yakni Abdul Ghafur. Sungguh Maria sangat bersyukur melihat Robert yang kini begitu mendalami agama Islam.
Abdul Ghafur selama ini mendalami agama Islam di sebuah Panti Asuhan Taubatan Nasuhah di kawasan La Defense. Pemiliknya adalah pasangan suami istri yang bernama Le Pere Hasan dan Le Mere Aisy Hanin. Pasangan suami istri yang belum mempunyi anak itu kini mengasuh 60 orang anak kecil yang ditemuinya di jalan-jalan. Tanpa keberatan, Maria dan Maizumi diizinkan untuk tinggal di panti asuhan tersebut, kamar nomor enam.
Maizumi yang belum masuk Islam ditugaskan untuk membantu-bantu orang di dapur. Sedangkan Maria dipercaya untuk mengajarkan anak perempuan mengaji, tanpa mengharapkan imbalan materi tentunya. Dan anak laki-laki mengaji bersama Abdul Ghafur. Maria sungguh terkesan, ditenggah hiruk pikuk metropolitan Paris, dakwah Islam masih berjalan sempurna.
Baru saja Maria merasakan kenyamanan. Seorang penyapu jalanan Le Pere Philips, mantan pemilik Kafe Regence yang telah menghancurkannya, dengan wajah dan baju lusuh dan nyaris seperti gelandangan menemuinya di panti tersebut. Ia bangkrut, sedangkan Le Mere Philips bunuh diri dikarenakan stress memikirkan Kafenya yang bangkrut. Lelaki itu bersimpuh meminta maaf pada Maria. Karena kasihan, Le Pere Philips yang sudah tak punya apa-apa kini juga menjadi keluarga Panti Asuhan Taubatan Nasuha.
Kelucuan anak-anak Panti membuat Maria tersenyum-senyum sendiri melihat tingkahnya. Bidadari kecil itu diantaranya adalah Laura, Amelia, dan Zaskia. Banyak sekali kegiatan panti asuhan yang menyenangkan bagi anak-anak. Bahkan mereka juga diajak untuk mengunjungi Pegunungan Alpen. Le Pere Hasan berpesan kalau tujuan mereka pergi adalah untuk mentadabburi alam, sama sekali bukan untuk bersenang-senang.
Tepat pada hari raya paska, Panti Tubatan Nasuha di obrak-abrik oleh polisi patroli karena dianggap telah melakukan ibadah yang mengganggu kaum Nasrani. Kesedihan terpancar dari muka anak-anak. Bahan makanan dan peralatan dapur dirusak tanpa adanya rasa kasihan sedikitpun. Le Pere Hasan mencoba dengan sekuat tenaga untuk menghibur dan menenangkan mereka.
Le Pere Hasan memberikan kepercayaan kepada orang lain lak tanggung-tanggung. Bahkan kepada orang yang baru ia kenal. Tak lain kepada Le Pere Philips. Le Pere Philips tak bisa lagi menahan hawa nafsunya. Kepercayaan yang diberikan kepadanya dirusak lagi. Uang yang diberikan Hasan untuk membangun Kafe Regencenya kembali dipergunakan untuk berjudi. Ini membuat kacau perekonomian di Panti Asuhan. Anak-anak klaparan. Perhiasan dan mobil butut Hasan juga harus dijual. Setidaknya mereka bisa makan hari ini. Hinggga akhirnya penghuni panti bergotong royong untuk memulihkan perekonomian Panti Asuhan dengan membuat kerajinan tangan dan kemudian dijualnya.
Kebersamaan yang semakin intensif, membuat panah-panah asmara antara Maria dan Ghafur tiap hari makin terasa. Walaupun keduanya belum pernah berikrar pacaran, tapi cinta diam-diam telah bersemi dalam lubuk hati mereka berdua. Robert pun mengatakan bahwa ia ingin menikahi Maria, Maria tak menjawab. Meskipun sebenarnya ia juga menaruh hati padanya.
Keesokan harinya Panti Asuhan kedatangan tamu pejabat yang bernama Le Pere Jacque Navas dan cucunya yang berusia lima tahun, Josephine. Seorang katolik yang sudah tak percaya lagi dengan gereja. Diluar dugaan Hasan, ternyata Jacque orangnya bersahaja, sederhana, dan tidak neko-neko. Ia bisa bergabung dengan warga panti tanpa memperhatikan kasta. Josephine juga sangat mudah bergaul, terlebih dengan Laura.
Karena Josephine, selalu menanyakan Islam kepada Jacque Navas,  akhirnya ia memutuskan untuk menjadi seorang Mualaf. Ia juga kagum dengan hukum-hukum Islam yang diterapkan di Panti Asuhan tersebut. Dalam prosesi masuk Islam, Jacque Navas menirukan Syahadat dari Le Pere Hasan, disaksikan oleh Maria dan Abdul Ghafur. Mereka berdualah yang akan menjadi saksi di hari kiamat bahwa Jacque Navas termasuk dalam golongan kanan.
Kepergian Navas dan cucunya meninggalkan kesan yang baik. Tak lupa mereka juga memberikan sumbangan kepada Panti Asuhan. Maria dan juga Ghafur pun mencicipi dunia dunia politik atas ajakan Navas, namun itu tak berjalan lama karena adanya kekacauan di Panti Asuhan.
Pernikahan Ghafur dan Maria berlangsung cepat. Sehari sesudah Ghafur membicarakan hal itu kepada Le Pere Hasan, keesokan harinya mereka menikah. Acara ijab kabul berlangsung khidmat, tak ada pesta mewah, pernikahan hanya dihadiri penghuni panti dan berlangsung sederhana.
Atas pernikahan tersebut mereka dihadiahi Le Pere Hasan Kafe Regence. Maria kagum, Alloh menunjukkan kekuasaan-Nya. Sebelumnya Le Pere Hasan begitu terkatung-katung hanya untuk memberi makan para Santri, kini ia berhasil membeli Kafe Regence. Kafe tersebut dipercayakan kepada Maria untuk mengelola. Setelah sebelumnya Le Pere Hasan juga bernegosiasi dengan pebisnis Le Pere Moslowitz untuk bekerjasama membangun tempat itu.
Disaat kehidupan di Kafe Regence mulai berdenyut. Di luar dugaan, Abdul Ghafur meninggalkan Maria setelah berkomitmen untuk bersama-sama melakukan amal sholeh. Ia didatangi seorang tamu beberapa hari lalu dan mengajak Abdul Ghafur untuk berangkat berjihad.
Hari ketiga, Kafe Regence mulai ramai. Disaat itulah terjadi kekacauan luar biasa bagi Kafe Regence. Kafe itu disegel oleh Polisi karena dicurigai menjadi tempat transaksi narkoba. Maria dan anggota Panti tak patah semangat, mereka mencoba mendirikan tenda di pinggir jalan, sampai menjajakan nasi goreng Maria menggunakin Mobil di berbagai tempat-tempat di Paris. Tapi itupun dirusak oleh Le Pere Solomon dengan berbagai cara. Salomon menaruh dendam yang teramat sangat kepada Maria dan Ghafur karena mereka sudah menghianatinya.
Melihat penderitaan Maria dan Ghafur dari dekat membuat Maizumi bersedih tapi sekaligus bangga. Sepasang suami istri itu telah merasakan pahit getirnya cobaan hidup. Maizumi yang belum masuk Islam kini juga memutuskan untuk masuk Islam. Semua orang menyambutnya dengan berbunga. Dia mempunyai nama Islam yakni Jamilah.
Tak lama saat Abdul Ghafur kembali ke Paris. Di sini ternyata ia harus diculik oleh Le Pere Solomon. Ia disiksa, dipukul, diracuni, bahkan ia dipaksa meninggalkan keyakinannya dan beralis ke agama lamanya jika ingin tetap hidup. Sakit Ghafur makin parah, berbagai cara sudah dilakukan untuk menyembuhkan Ghafur. Tapi tetap saja, Ghafur harus meninggalkan Maria selama-lamanya.
Ancaman Le Pere Solomon untuk membuat Abdul Ghafur dan keluarganya menderita bukanlah isapan jempol belaka. Belum kering air mata Maria karena kehilangan suami tercintanya. Saat kembali dari pemakaman, mereka harus melihat kenyataan bahwa Panti Asuhan Taubatan Nasuhah yang mereka tinggali selama ini porak poranda, api menjilat-jilat. Maria geram, dalam hati sebenarnya ia sudah tahu, bahwa semua itu tak lain adalah ulah dari La Pere Solomon.
Entah bagaimana lagi cara mereka menjalani hidup ke depan. Malam harinya, Maria, Jamilah, Le Pere Hasan, Le Mere Aisy Hanin, Le Pere Philips, dan puluhan anak panti asuhan harus rela tidur di emper Gereja Pantheon. Hingga akhirnya Alloh membimbing hati Le Pere Hasan untuk mengadukan semua penderitaannya ke Presiden Prancis, Franc Chaney. Presiden yang sebenarnya dekat dengan rakyat. Hasan ingin presiden tersebut mengungkap jaringan narkoba, terosisme, para bandar mucikari, perjudian, bahkan kasus penyegelan Kafe Regence yang masih belum terselesaikan. Meskipun semua orang mengatakan mustahil mereka akan diterima, Alloh tetap memberikan pertolongannya. Presiden itupun mendengar jeritan mereka dan mau membantu mengusut tuntas kasus itu.
Semua penghuni panti pun mulai masuk Islam, yang terakhir adalah Le Pere Philips. Ia sadar memeluk islam bukan karena bujukan atau iming-iming, tetapi hidayah dari dasar hati yang telah menunjukkan jalan padanya.
Jika Alloh telah membuka pintu rezeki-Nya lebar-lebar, maka percepatan nasib seperti membalik telapak tangan. Kerja keras terbayar dengan panen kesejahteraan. Meski masih berupa usaha bersama yang dinikmati besama, tetapi mereka senang. Anak-anak Panti juga ikut membantu usaha baru mereka. Yakni menjual bumbu masak nasi goreng Maria. Di luar dugaan, usaha ini berkembang pesat seperti roket yang melejit. Maria makin kewalahan memenuhi permintaan pasar. Dalam keadaan sukses seperti ini, sayangnya Abdul Ghafur tak turut menikmati.
Di tengah kesibukan pekerjaan, mereka tetap menonton siaran berita untuk melihat perkembangan kasusnya. Sebentar lagi, dalangnya akan terungkap. Yah, Le Pere Solomon lah yang ada dibalik derita mereka. Menutup Kafe Regence, membunuh Abdul Ghafur, dan mengebom Panti Asuhan Taubatan Nasuha. Kasus itu sebenarnya dilatar belakangi dendam pribadi terhadap Maria dan Ghafur.
Restoran yang tak terbukti terdapat narkoba, Maria berniat menghidupkan kembali restoran Kafe Regence yang terletak di Jalan La Defene itu. Maria mempercayakan kafe itu kepada Jamilah, setelah sebelumnya ia telah menyerap ilmu dari Maria dengan sempurna. Sedangkan Maria sibuk mengurusi fenchise bumbu nasi goreng Maria yang sudah mendunia di Paris. Di sisi lain, Polisi yang ditugaskan Solomon menyegel Kafe Regence, Jonathan, telah menemui dan bersujud meminta maaf kepada Maria dangan penuh penyesalan.
Polisi mulai mencari Le Pere Solomon, pemilik hotel Lyon Bastille, bandar narkoba, serta bos dari pelacur di flat yang dulu ditinggali Maria. Le Pere Solomon berniat melarikan diri, karena terburu-buru dan tak mengisi helikopernya dengan bahan bakar membuat Salomon terperosok di Pegunungan Alpen. Tepat di puncaknya yang masih perawan dan belum terjamah manusia, helikopter itu nyangkut di atas pohon. Penumpangnya pun jatuh dan merasakan pening yang luar biasa. Sungguh Alloh tidak begitu saja melepaskan orang-orang yang berdusta.
Dalam hati, Le Pere Solomon benar-benar geram. Entah kenapa sejak kedatangan Maria, ia selalu sial. Bahkan Robert atau Abdul Ghafur yang dahulunya menjadi anak emas memutuskan untuk keluar dari pekerjaannya. Belum sempat ia memikirkan rencana kejinya, terdengar raungan binatang buas didekatnya. Ia panik, kakinya lemah, terhayung-hayung hingga akhirnya jatuh ke dalam jurang.
Dua hari kemudian, tubuh Le Pere Solomon diterbangkan dengan helikopter kecil. Ia diturunkan dari puncak gunung dengan keahliah para pendaki yang terlatih. Melihat berita tentang Le Pere Solomon yang terkena musibah dan hampir tak sadarkan diri membuat hati Maria iba. Karena Alloh telah menjatuhkan hukuman yang setimpal, Maria justru kasihan dengannya. Lenyaplah sudah permusuhan dengan orang nomor satu yang sering mencelakainya.
Menengok orang sakit hukumnya sunnah, Maria mencoba meniru akhlak terpuji Rasululloh. Alangkah terkejutnya Le Pere Solomon melihat Maria dan Le Pere Hasan menjenguknya. Sebelum masuk ruangan itu Maria sempat berwudlu, entah mengapa Le Pere Solomon mengatakan bahwa melihat tubuh Maria bersinar bagai matahari. Tubunya gemetar, menangis dan meminta maaf kepada Maria.
Sehari setelelah dijenguk Maria, Le Pere Solomon tampak lebih baik. Tetapi yang mengherankan lagi adalah sikap Maria yang begitu mudah melupakan kesalahan dirinya. Membuatnya kagum sekaligus takjub. 
Alangkah kegetnya Maria dan Le Pere Hasan ketika bertemu lagi dengan Le Pere Solomon. Le Pere Solomon mengatakan bahwa ia ingin masuk Islam. Ia kagum dengan akhlak mereka berdua. Makin banyak orang yang masuk Islam atas kesadarannya sendiri membuat keduanya tak henti-hentinnya mengucap syukur.
Meskipun Maria telah mencabut kasusnya terhadap Le Pere Solomon, bukan berarti polisi menghentikan penyelidikannya. Kali ini, polisi mengarahkan penyelidikan pada dugaan jaringan narkoba yang konon dimiliki Le Pere Solomon. Ia pun harus mendekam selama sepuluh tahun di penjara. Flat yang digunakan untuk melayani seks ditutup. Para wanita yang bekerja disana, mereka dipekerjakan di Kafe Regence maupun di industri kecil milik Maria yang lain.
Le Pere Hsan tak henti-hentinya mengucapkan terima kasih kepada Maria. Selama di Paris, Maria telah memberikan warisan yang bermanfaat untuk dapat dikelola oleh orag banyak. Maria hanya bisa tersenyum. Sebaik-baiknya warisan adalah warisan dari Alloh berupa langit, bumi, dan seisinya yang digunakan untuk kebutuhan manusia.
Lusa, Maria memutuskan untuk pulang ke tanah air. Tak lupa, Maria mempersiapka oleh-oleh kepada orang tuanya. Ia membawa beberapa lembar baju dan bumbu nasi goreng yang sudah dikemas dalam plastik. Ia ingin membuktikan bahwa di Prancis ia tak terlunta-lunta, bahkan telah berhasil menaklukkan pusat mode dunia, kota terindah di dunia dengan penduduknya yang makmur.
Semua orang berat melepaskan Maria, terlebih Jamilah. Air mata tumpah saat mengantar Maria ke bandara. Maria berangkulan dengan Jamilah lama sekali, keduanya menitikan air mata pada detik-detik perpisahan itu.
Sebenarnya mereka hendak menunggu sampai pesawat Maria tinggal landas. Namun mereka khawatir karena setumpuk pekerjaan telah menanti mereka. Kini, tinggallah Maria sendirian. Pesawat itu rencananya akan tiba sehabis Ashar, tetapi sampai sekarang belum juga datang. Hingga akhirnya, ada berita bahwa pesawat itu terkendala cuaca buruk dan belum bisa berangkat ke Paris. Maria benar-benar bingung. Ia tak sabar, wajah Ibunya terus membayang di pelupuk matanya.
Jika mereka mengetahu kejadian ini, tentu mereka akan menunggu Maria. Tapi biarlah, mungkin Alloh sengaja menyembunyikan keadaannya agar mereka bisa lebih fokus dalam bekerja. Sampai malam, pesawat yang ditunggu belum juga datang. Maria memutuskan untuk bermalam di masjid bandara sekaligus sholat Isya’. Mungkin ia memang ditakdrikan untuk lebih bersabar lagi.
99 hari berada di Prancis telah mengajarkan banyak pengalaman berharga dalam hidup yang bisa dijadikan bekal di tanah air kelak. Selamat tinggal Prancis.



No comments:

Post a Comment