Thursday, November 21, 2013

PROSA FIKSI


BAB II
PEMBAHASAN



2.1 Fiksi : Pengertian dan Hakikat

Dalam pengertian kesusastraan prosa juga disebut fiksi (fikcion), teks naratif (narative text) atau wacana naratif (narrative discourse) . istilah fiksi dalam pengertian ini adalah cerita rekaan, cerita khayalan. Hal ini disebabkan karena fiksi merupakan karya naratif yang isinya tidak menyaran pada kebenaran sejarah (Abrams,1981:61). Karya fiksi menceritakan suatu yang bersifat rekaan, khayalan, sesuatu yang tidak terjadi sungguh-sungguh sehingga ia tidak perlu dicari kebenarannya pada dunia nyata. Istilah fiksi digunakan dalam pertentangan realitas, sesuatu yang benar ada dan terjadi di dunia nyata sehingga kebenarannya pun dapat dibuktikan dengan data empiris. Hal ini yang membedakan karya fiksi dan nonfiksi. Tokoh, peristiwa, dan tempat yang disebut-sebut dalam fiksi adalah tokoh, peristiwa, dan tempat yang bersifat imajinatif, sedangkan pada karya nonfiksi bersifat faktual.
Sebuah karya imajiner, fiksi menawarkan berbagai permasalahan manusia dan kemanusiaan, dan kehidupan.Pengarang menghayati berbagai permasalahan tersebut dengan penuh kesungguhan yang kemudian diungkapkannya kembali melalui sarana fiksi sesuai dengan pandangannya. Menurut Altenbernd dan Lewis (1966: 4), fiksi dapat diartikan sebagai ’’Prosa Naratif’’ yang bersifat imajinatif, namun biasanya masuk akal dan mengandung kebenaran yang mendramatisasikan hubungan-hubungan antarmanusia. Pengarang mengemukakan hal itu berdasarkan pengalaman dan pengamatannya terhadap kehidupan. Namun, hal itu dilakukan secara selektif dan dibentuk sesuai dengan tujuannya yang sekaligus memasukkan unsur hiburan dan penerangan terhadap pengalaman kehidupan manusia.
Fiksi merupakan cerita yang memiliki tujuan memberikan hiburan kepada pembaca disamping adanya tujuan estetik. Membaca sebuah karya fiksi berarti menikmati cerita, menghibur diri untuk memeperoleh kepuasan batin. Betapa pun saratnya pengalaman dan permasalahan kehidupan yang ditawarkan, sebuah karya fiksi haruslah tetap merupakan cerita yang menarik, tetap merupakan bangunan struktur yang koheren dan tetap mempunyai tujuan estetik (Wellek & Werren, 1956: 212).
Kebenaran dunia fiksi adalah kebenaran yang sesuai dengan keyakinan pengarang.kebenaran yang telah diyakini ‘’keabsahannya’’ sesuai dengan pandangannya terhadap masalah hidup dan kehidupan. Kebenaran dalam karya fiksi tidak harus sejalan dengan kebenaran yang berlaku di dunia nyata, misalnya kebenaran dari segi hukum, moral, agama (dan bahkan kadang-kadang) logika, dan sebagainya. sesuatu yang tidak mungkin terjadi dan tidak dianggap benar di dunia, dapat saja terjadi dan dianggap benar di dunia fiksi. Sebagai contohnya, dalam peristiwa pencurian, misalnya seorang laki-laki yang melakukan pencurian karena terpaksa dia kelaparan tidak makan lebih dari 2 hari, menurut hukum yang berlaku di dunia nyata laki-laki tersebut tetap dinyatakan bersalah karena telah mencuri barang  seseorang, dan karenaya harus dihukum. Namun, dalam karya fiksi, dapat saja hal itu tidak terjadi. Karena alasan-alasan manusiawi, si ‘’pencuri’’ itu mungkin dibebaskan dari segala tuntutan hukum, bahkan perlu dikasihani.
Wellek & Warren ( 1989: 278-279) mengemukakan bahwa realitas dalam karya fiksi merupakan ilusi kenyataan dan kesan yang menyakinkan yang ditampilkan, tidak selalu merupakan kenyatan sehari-hari. Saran untuk menciptakan ilusi yang dipergunakan untuk memikat pembaca agar mau memasuki situasi yang tidak mungkin atau luar biasa, adalah dengan cara patuh pada detil-detil kenyataan kehidupan sehari-hari.

2.2 Pembedaan Fiksi
Fiksi seperti dikemukakan di atas, dapat diartikan sebagai cerita rekaan. Akan tetapi, pada kenyatanya tidak semua karya yang mengandung unsur rekaan disebut sebagai karya fiksi.Penyebutan karya fiksi ditujukan terhadap karya yang berbentuk prosa naratif ( atau juga bisa disebut teks naratif ).
Karya-karya  yang penulisanya tidak berbentuk prosa (karya fiksi), misalnya berupa dialog dalam drama dan sandiwara,sekenario untuk film,dan puisi,bentuk-bentuk karya ini dipandang sebagai genre berbeda walaupun didalamnya ada unsur rekaan.
Karya fiksi, seperti halnya dalam kesastraan Inggris dan Amerika, menunjuk pada karya yang berjudul novel dan cerita pendek. Novel dan cerita pendek ( juga roman ) sering dibedakan orang, meski bersifat teoritis. Di samping itu, orang juga membedakan antara novel serius dan novel populer yang bersifat teoritis dan tentatif.

2.2.1 Novel dan cerita Pendek
Novel dan cerita pendek merupakan dua bentuk karya sastra yang sekaligus disebut fiksi. Bahkan novel dalam perkembangannya dianggap bersinonim dengan fiksi. Novel adalah karangan prosa yang panjang mengandung rangkaian cerita kehidupan seseorang dengan orang disekelilingnya dengan menonjolkan watak dan sifat setiap pelaku.
Perbedaan antara novel dan cerita pendek dapat dilihat dari segi panjang cerita. Cerpen adalah sebuah cerita yang selesai dibaca dalam sekali duduk, kira-kira berkisar antara setengah sampai dua jam, suatu hal yang kiranya tak mungkin dilakukan untuk sebuah novel.
Membaca sebuah novel, untuk sebagaian besar orang hanya ingin menikmati cerita disuguhkan. Mereka hanya akan dapat kesan secara umum dan samar tentang plot dan bagian cerita tertentu yang menarik.
Plot Novel berhubungan dengan adanya ketidakterikatan pada panjang cerita yang memberi kebebasan pada pengarang, umumnya memiliki lebih dari satu plot: terdiri dari satu plot utama dan sub plot. Plot utama berisi konflik utama yang menjadi inti persoalan yang diceritakan sepanjang karya itu, sedangkan sub-plot adalah berupa (munculnya konflik-konflik) tambahan yang bersifat menopang, mempertegas, dan mengintensifkan konflik utama untuk sampai ke klimaks.
Plot cerpen pada umumnya tunggal, hanya terdiri dari satu urutan peristiwa yang diikuti sampai cerita berakhir (bukan selesai, sebab banyak cerpen yang tidak berisi penyelesaian yang jelas, penyelesaian diserahkan kepada interpretasi pembaca)

Tema. Novel lebih dari satu tema, mengingat ada plot tambahan. Ada konflik utama dan ada juga konflik pendukung. Cerpen memiliki satu tema., plotnya tunggal, pelakunya pun terbatas.
Penokohan. Dalam novel dan cerpen terbatas, apa lagi yang berstatus tokoh utama. tokoh-tokoh cerita novel biasanya ditampilkan lebih lengkap, misalnya yang berhubungan dengan ciri fisik, keadaan sosial, tingkah laku, sifat dan kebiasaan, dan lain-lain. Tokoh cerpen lebih terbatas dibandingkan dengan tokoh novel, baik yang menyangkut jati diri tokoh, khususnya yang berkaitan dengan perwatakan, sehingga pembaca harus merekontruksi sendiri gambaran yang lebih lengkap tentang tokoh itu.
Latar. Pelukisan latar dan cerita untuk novel dan cerpen dilihat secara kuantitatif terdapat perbedaan yang menonjol. Novel menuliskan keadaan latar secara rinci sehingga dapat memberikan gambaran yang lebih jelas,kongkrit dan pasti, cerpen tidak memerlukan detil-detil yang khusus tentang keadaan latar, misalnya yang menyangkut keadan tempat dan sosial.
Kepaduan. Novel atau cerpan yang baik haruslah memenuhi kriteria kepaduan atau unity. Artinya segala sesuatu yang diceritakan bersifat dan berfungsi mendukung tema. Penampilan berbagai peristiwa yang saling menyusul yang membentuk plot, walau tidak bersifat kronologis, namun haruslah tetap saling berkaitan secara logika. Kepaduan dalam novel merupakan skala yang lebih besar dan kompleks, mencakup berbagai pengalaman kehidupan yang dipandang aktual. Sedangkan dunia imajiner yang ditampilkan cerpen hanya menyangkut salah satu sisi kehidupan saja.
Roman dan Novel. Dalam bahasa Inggris dua ragam fiksi naratif yang utama disebut romance (romansa) dan novel. Novel bersifat realistis, sedangkan romansa puitis dan epik. Novel berkembang dari bentuk-bentuk naratif nonfiksi, misalnya surat, biografi, kronik atau sejarah. Jadi novel berkembang dari dokumen-dokumen, dan secara stilistik menekankan pentingnya detil dan bersifat mimesis. Novel lebih mengacu pada realitas yang lebih tinggi dan psikologi yang lebih mendalam. Romansa, merupakan kelanjutan epik dan romansa abad pertengahan, mengabaikan kepatuhan pada detil ( Wellek & Warren, 1989: 282- 3).
Sebenarnya Roman itu sendiri lebih tua dari pada novel (Frey, dalam Stevick, 1967:33-6). Menurut Frey, tidak berusaha menggambarkan tokoh secara nyata, secara lebih realitis. Ia lebih merumpamakan gambaran angan, dengan tokoh yang lebih bersifat introvert, dan subjektif.
2.2.2 Novel serius dan novel populer
Dalam karya sastra Indonesia, novel berdasarkan karakternya dibedakan menjadi dua, yaitu novel serius dan novel popular. Lalu, apa sebenarnya yang membedakan antara novel popular dan novel serius,  Apakah novel serius bisa dikatakan lebih baik dibandingkan novel popular, Sejatinya, analisis sastra tidak pernah memungkiri bahwa novel serius lebih baik dibandingkan novel popular. Hal ini dikarenakan novel serius dinilai memiliki unsur sastra yang kompleks dan lebih berkarakter. Membaca novel serius diperlukan daya konsentrasi yang tinggi karena pengalaman dan permasalahan diungkapkan sampai ke inti kehidupan yang bersifat universal,hakikat kehidupan yang tetap bertahan dan tidak ketinggalan zaman sehingga novel serius tetap menarik untuk dibaca dan dibicarakan contoh novel serius Romeo dan Juliet,Atheis dan Mahabarata dan Ramayana.  
Sedangkan novel popular adalah novel yang diminati banyak orang saat pada zamannya dan dianggap sebagai kebudayaan bersama. Novel populer lebih muda dibaca dan lebih muda dinikmati karena semata-mata meyampaikan sebuah cerita dan hiburan ,novel populer pun ada yang disajikan secara baik, ada pula yang tidak. Ada novel populer yang bagus, ada pula yang buruk masalah yang disampaiakan megenai efek estetis mengenai kehidupa remaja, cinta asmara  yang terkadang berbau pornografi. Meskipun demikian, menurut para pakar kebudayaan populer (popular culture), novel populer dan semua karya kebudayaan populer, berangkat dari niat komersial. Tujuan utamanya adalah menghasilkan sesuatu yang bersifat materi. Mengingat tujuan utamanya komersial, maka karya-karya populer ditujukan untuk berbagai lapisan masyarakat.
Dari segi latar tempat dan latar peristiwa, novel populer cenderung menampilkan latar kontemporer dengan berbagai peristiwa yang aktual. Karena mengejar aktualitas dan kontemporer itu, maka latar dalam novel-novel populer akan terus berubah sesuai dengan zamannya. Contoh novel populer Cintaku di Kampus Biru, Lupus (dunia SMP/SMA). Mengingat sastra populer lebih mementingkan kesenangan, kesederhanaan, pe-nyelesaian persoalan yang gampang dan selalu tuntas, dan tidak merangsang pembacanya untuk berpikir serius. Novel popular hingga saat ini masih menjadi produk kesenangan-masyarakat. Disamping sifatnya yang menghibur (entertainment), novel popular sering mengangakat tema yang memang menjadi perbincangan khalayak.

2.3 Unsur-unsur Fiksi
karya fisik dapat dibedakan dalam berbagai macam bentuk, baik itu roman, novel, maupun cerpen. Perbedaan berbagai macam bentuk dalam karya fiksi itu pada dasarnya hanya terletak pada kadar panjang pendeknya isi cerita, kompleksitas isi cerita, serta jumlah pelaku yang mendukung cerita itu sendiri. Akan tetapi element-element yang terkandung oleh setiap bentuk karya fiksi maupun cara pengarang memaparkan isi cerita memiliki kesamaan meskipun dalam unsur-unsur tertentu mengandung pembeda. Oleh sebab itu hasil telaah suatu roman, misalnya pemahaman ataupun keterampilan lewat telaah itu, dapat juga diterapkan baik dalam rangka menelaah novel maupun cerpen.
Sebuah novel merupakan sebuah totalitas , suatu kemenyeluruhan yang bersifat artistik. sebagai suatu totalitas, novel mempunyai bagian-bagian, unsur-unsur, yang saling berkaitan satu dengan yang lain secara erat dan saling menguntungkan. Pembicara unsur fiksi berikut dilakukan menurut pandangan tradisional dan diikuti pandangan menurut Stanto (1965) dan Chapman ( 1980).

2.3.1 Intrinsik dan Ekstrinsik
a. Intrinsik
Yang dimaksud unsur-unsur intrinsik dalam sebuah karya sastra adalah unsur-unsur pembangun karya sastra yang dapat ditemukan di dalam teks karya sastra itu sendiri. Untuk karya sastra dalam bentuk prosa, seperi roman, novel, dan cerpen, unsur-unsur intrinsiknya ada tujuh: 1) tema, 2) amanat, 3) tokoh, 4) alur (plot), 5) latar (setting), 6) sudut pandang, dan 7) gaya bahasa.


1) Tema
Gagasan, ide, atau pikiran utama yang mendasari suatu karya sastra disebut tema. Tema merupakan jiwa dari seluruh bagian cerita. Karena itu, tema menjadi dasar pengembangan seluruh cerita. Tema dalam banyak hal bersifat ”mengikat” kehadiran atau ketidakhadiran peristiwa, konflik serta situasi tertentu, termasuk pula berbagai unsur intrinsik yang lain.Tema ada yang dinyatakan secara eksplisit (disebutkan) dan ada pula yang dinyatakan secara implisit (tanpa disebutkan tetapi dipahami).Dalam menentukan tema, pengarang dipengaruhi oleh beberapa faktor: minat pribadi, selera pembaca, dan keinginan penerbit atau penguasa. Dalam sebuah karya sastra, disamping ada tema sentral, seringkali ada pula tema sampingan. Tema sentral adalah tema yang menjadi pusat seluruh rangkaian peristiwa dalam cerita. Adapun tema sampingan adalah tema-tema lain yang mengiringi tema sentral.
2) Amanat
Amanat adalah ajaran moral atau pesan yang ingin disampaikan oleh pengarang melalui karyanya. Sebagaimana tema, amanat dapat disampaikan secara implisit yaitu dengan cara memberikan ajaran moral atau pesan dalam tingkah laku atau peristiwa yang terjadi pada tokoh menjelang cerita berakhir, dan dapat pula disampaikan secara eksplisit yaitu dengan penyampaian seruan, saran, peringatan, nasehat, anjuran, atau larangan yang berhubungan dengan gagasan utama cerita.
3) Tokoh
Tokoh adalah individu ciptaan/rekaan pengarang yang mengalami peristiwa-peristiwa atau lakuan dalam berbagai peristiwa cerita. Pada umumnya tokoh berwujud manusia, namun dapat pula berwujud binatang atau benda yang diinsankan
4) Alur (Plot)
Alur adalah urutan atau rangkaian peristiwa dalam cerita. Alur dapat disusun berdasarkan tiga hal, yaitu:
  1. Berdasarkan urutan waktu terjadinya (kronologi). Alur yang demikian disebut alur linear.
  2. Berdasarkan hubungan sebab akibat (kausal). Alur yang demikian disebut alur kausal.
  3. Berdasarkan tema cerita. Alur yang demikian disebut alur tematik. Dalam cerita yang beralur tematik, setiap peristiwa seolah-olah berdiri sendiri. Kalau salah satu episode dihilangkan cerita tersebut masih dapat dipahami.
Adapun hal yang harus dihindari dalam alur adalah lanturan (digresi). Lanturan adalah peristiwa atau episode yang tidak berhubungan dengan inti cerita atau menyimpang dari pokok persoalan yang sedang dihadapi dalam cerita.
5) Latar (setting)
Latar adalah segala keterangan, petunjuk, pengacuan yang berkaitan dengan waktu, ruang, suasana, dan situasi terjadinya peristiwa dalam cerita. Latar dapat dibedakan ke dalam tiga unsur pokok:
a. Latar tempat, mengacu pada lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi.
b. Latar waktu, berhubungan dengan masalah ‘kapan’ terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi.
c. Latar sosial, mengacu pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi. Latar sosial bisa mencakup kebiasaan hidup, adat istiadat, tradisi, keyakinan, pandangan hidup, cara berpikir dan bersikap, serta status sosial.
6) Sudut pandang (point of view)
Sudut pandang adalah cara memandang dan menghadirkan tokoh-tokoh cerita dengan menempatkan dirinya pada posisi tertentu. Dalam hal ini, ada dua macam sudut pandang yang bisa dipakai:


a. Sudut pandang orang pertama (first person point of view)
Dalam pengisahan cerita yang mempergunakan sudut pandang orang pertama, ‘aku’, narator adalah seseorang yang ikut terlibat dalam cerita. Ia adalah si ‘aku’ tokoh yang berkisah, mengisahkan kesadaran dirinya sendiri, mengisahkan peristiwa atau tindakan, yang diketahui, dilihat, didengar, dialami dan dirasakan, serta sikapnya terhadap orang (tokoh) lain kepada pembaca. Jadi, pembaca hanya dapat melihat dan merasakan secara terbatas seperti yang dilihat dan dirasakan tokoh si ‘aku’ tersebut.
b. Sudut pandang orang ketiga (third person point of view)
Dalam cerita yang menpergunakan sudut pandang orang ketiga, ‘dia’, narator adalah seorang yang berada di luar cerita, yang menampilkan tokoh-tokoh cerita dengan menyebut nama, atau kata gantinya: ia, dia, mereka. Nama-nama tokoh cerita, khususnya yang utama, kerap atau terus menerus disebut, dan sebagai variasi dipergunakan kata ganti.
7) Gaya bahasa
Gaya bahasa adalah teknik pengolahan bahasa oleh pengarang dalam upaya menghasilkan karya sastra yang hidup dan indah. Pengolahan bahasa harus didukung oleh diksi (pemilihan kata) yang tepat. Namun, diksi bukanlah satu-satunya hal yang membentuk gaya bahasa.
Gaya bahasa merupakan cara pengungkapan yang khas bagi setiap pengarang. Gaya seorang pengarang tidak akan sama apabila dibandingkan dengan gaya pengarang lainnya, karena pengarang tertentu selalu menyajikan hal-hal yang berhubungan erat dengan selera pribadinya dan kepekaannya terhadap segala sesuatu yang ada di sekitamya.
Gaya bahasa dapat menciptakan suasana yang berbeda-beda: berterus terang, simpatik, menjengkelkan, emosional, dan sebagainya. Bahasa dapat menciptakan suasana yang tepat bagi adegan seram, adegan cinta, adegan peperangan dan lain-lain.
b. Ekstrinsik
Di pihak lain unsur ekstrinsik adalah unsur-unsur yang berada diluar karya sastra itu, tapi secara tidak langsung mempengaruhi bangunan atau sistem organisme karya sastra. Atau secara lebih khusus ia dapat dikatakan sebagai unsur-unsur yang mempengaruhi bangunan cerita sebuah karya sastra, namun sendiri tidak ikut menjadi bagian didalamnya. walau demikian, unsur ekstrinsik cukup berpengaruh terhadap totalitas bangun cerita yang dihasulkan. oleh karena itu, unsur intrinsik sebuah novel haruslah tetap dipandang sebagai sesuatu yang penting.

2.3.2 Fakta, Tema, dan Sarana Cerita

Stanton (1965: 11-36) membedakan unsur pembangun sebuah novel ke dalam tiga bagian; fakta, tema, dan sarana pengucapan (sastra).
  1. Fakta (facts) dalam sebuah cerita meliputi karakter (tokoh cerita), plot, dan setting merupakan unsur faktual yang dapat dibayangkan peristiwanya, eksistensinya, dalam sebuah novel.
  2. Tema adalah sesuatu yang menjadi dasar cerita, yang berkaitan dengan berbagai pengalaman kehidupan seperti masalah cinta, kasih, rindu, takut, maut, religius dll. Tema bersinonim dengan ide atau tujuan utama cerita.
  3. Sarana pengucapan sastra, adalah teknik yang digunakan oleh pengarang untuk memilih dan menyusun detil-detil cerita (peristiwa dan kejadian) menjadi pola yang bermakna. Macam sarana sastra antara lain, sudut pandang penceritaan, gaya (bahasa), dan nada, simbolisme, dan ironi.
Ketiga unsur tersebut harus dipandang sebagai satu kesatuan dalam rangkaian keseluruhan cerita, bukan sebagai sesuatu yang berdiri sendiri dan terpisah satu dengan yang lain. Tema adalah sesuatu yang menjadi dasar cerita. Ia selalau berkaitan dengan berbagai pengalaman kehidupan, seperti masalah cinta, kasih, rindu, takut, maut, religius, dan sebagainya. Dalam hal tertentu sering tema dapat disinonimkan dengan ide atau tujuan utama cerita.
Setiap novel akan memiliki tiga unsur pokok, sekaligus merupakan unsur terpenting, yaitu tokoh utama, konflik utama, dan tema utama. Ketiga unsur ini saling berkaitan erat dan membentuk satu kesatuan yang padu, kesatuan organismecerita. Ketiga unsur inilah yang terutama membentuk dan menunjukkan sosok cerita dalam sebuah karya fiksi. Setiap sub-konflik bersifat menompang, memperjelas, dan mempertegas eksistensi ketiga unsur utama cerita tersebut. 

2.3.3 Cerita dan Wacana
Selain pembedaan unsur fiksi diatas, menurut pandangan struktualisme, unsur fiksi dapat dibedakan kedalam unsur cerita dan wacana. pembedaan tersebut ada kemiripan dengan pembedaan tradisional yang berupa unsur bentuk dan isi di atas. Cerita merupakan isi dari ekspresi naratif, sedangkan wacana merupakan bentuk dari sesuatu cerita atau isi yang di ekspresikan.
Cerita terdiri dari peristiwa dan wujud keberadaanya dan eksistensinya dapat berupa tindakan manusia dan kejadian yang bukan dari hasil tindakan manusia misalnya peristiwa alam gunung meletus. Wujud eksistensinya terdiri dari tokoh dan unsur-unsur latar.
 Sedangkan wacana merupakan bentuk dari sesuatu cerita atau isi yang di ekspresikan, dan  merupakan sarana untuk mengungkapkan isi cerita. Menurut pandangan strukturalisme unsur fiksi dibagi dua yaitu cerita dan wacana. Cerita merupakan isi dari ekspresi naratif, sedangkan wacana merupakan bentuk dari sesuatu yang diekspresikan (Chatman, 1980:23).
Aspek cerita terdiri dari peristiwa( yang berunsur aksi dan kejadian) seperti disebut diatas merupakan bentuk isi. Unsur merupakan substansi isi, adalah keseluruhan semesta, berbagai bentuk kemungkinan objek dan peristiwa (kejadian), baik yang ada di dunia nyata maupun (yang hanya) dunia imajinatif, yang dapat diimitasikan ke dalam karya naratif sebagaimana yang tersaring lewat kode sosial –budaya pengarang. Aspek wacana juga terdiri dari unsur bentuk wacana dan substansi wacana. Unsur wacana berupa struktur transmisi naratif (linearitas) penceritaan atau susunan, modus, kala, frekuensi, perspektif, atau sudut pandang, dan lain-lain. Unsur substansi wacana berwujud media, sarana, yang dapat dipergunakan, untuk mengkomunikasikan sesuatu (gagasan, cerita) yang ingin diungkapkan.
Apa yang dikemukakan di atas dapat disajikan secara ringkas dalam bentuk diagram sebabagi berikut ( dimodifikasi dari diagram Chatman, 1980: 19 dan 20)


                                                                                      Aksi

                                                   Peristiwa



                Cerita                                           Kejadian



                                                                                                       Tokoh
                                                  Eksistensinya

Teks
Naratif                                                                           Latar




                                                        Bentuk – Strukturtranmisi naratif
                                                                    ( susunan, frekuensi, perspektif, dan lain-lain)

                   Wacana 



Substansi Wujud Ekspresi (verbal, sinematis, pantomin, gambar, dan lain-lain).

No comments:

Post a Comment