RELIGIUSITAS NOVEL BADAI
MATAHARI ANDALUSIA KARYA HARY EL-PARSIA: KAJIAN STRUKTURAL
OLEH
VIVIN FERDIANA HAYATI
NIM 5.11.06.13.0.015
PROGRAM STUDI
BAHASA DAN SASTRA INDONESI
FAKULTAS KEGURUAN DAN
ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS
ISLAM MAJAPAHIT
MOJOKERTO
2013
SINOPSIS BADAI MATAHARI ANDALUSIA
Ada seorang gadis berkerudung hitam
yang bernama Fatra. Fatra memiliki mata yang bulat cekung, rambut pirang yang
panjang dan lurus serta paras wajahnya yang sangat cantik dengan lekuk tubuhnya
yang indah. Fatra beragama Islam, tetapi dia bekerja sebagai pelayan di Istana
Isabella yang penghuninya beragama Kristen. Awal Fatra bekerja di Istana
Isabella karena pihak Kerajaan menginginkan setiap daerah di bawah kekuasaannya
harus mengirimkan satu perwakilan sebagai pelayan Istana. Dalam hal ini, pihak
Kerajaan tidak pedulikan agama karena yang mereka tahu semua beragama Kristen
sejak ada pembaptisan massal yang dilakukan oleh Kerajaan Isabella. Tetapi pada
saat pembaptisan, seluruh warga desa Gheyhalda tidak ikut hadir hanya
perwakilan satu orang untuk mengelabui pihak Isabella. Desa Gheyhalda adalah
desa yang dihuni oleh keluarga Fatra. Desa tersebut untuk melakukan sholat,
jika adzan tidak menggunakan pengeras suara hanya gemerincing lonceng sebagai
tanda waktu masuk sholat di masjid.
Fredich Louise Isabella adalah putra
raja yang tinggal di Istana Isabella dan berumur 25 tahun, berbadan tinggi,
hidung mancung, berkulit putih, serta mata cekung tajam. Dia sangat kejam
apabila ada penduduk di daerah wilayahnya masih terdapat orang yang beragama
Islam, tidak segan-segan dia dan prajuritnya akan langsung membunuhnya. Hati
dan jiwanya sangat berpegang teguh kepada Tuhan Yesus yang dia yakini bahwa
agama Kristenlah yang paling benar. Gelar Fredich adalah Sang Digdaya Pemusnah
Jagat Islam.
Suatu hari Pangeran Fredich
melakukan patroli ke berbagai desa yang ada diwilayahnya. Dan ditemukan bahwa
desa Gheyhalda masih memeluk agama Islam. Tidak berpikir panjang, Pangeran
Fredich dan prajuritnya segera membasmi desa tersebut. Akhirnya, musnahlah
orang-orang penghuni desa Gheyhalda. Setelah itu, Pangeran Fredich dan
prajuritnya pulang menuju Istana. Dalam perjalanan pulang tidak berjalan dengan
baik karena di tengah perjalanan tepatnya di tengah hutan mereka dihadang oleh
segerombolan pemuda yang bernama Laskar Muslim Andalusia yang dipimpin oleh
Adlan Tawaz. Terjadilah peperangan yang hebat dan menewaskan banyak prajurit.
Kemudian prajurit dari Istana Isabella yang masih hidup segera melapor tentang
kejadian peperangan ini. Sang Ayah Fredich langsung mengutus para prajurit yang
lain untuk menjemput Pangeran Fredich yang masih berada di tengah hutan agar
diselamatkan. Mereka berangkat menuju hutan yang dipimpin oleh Panglima
Julian.
Setelah sampai di hutan, peperangan
antara prajurit dari Laskar dan prajurit dari Istana langsung dimulai. Prajurit
dari Laskar sangat banyak yang tewas karena kekuatannya tidak seimbang dengan
kekuatan prajurit dari Istana. Akhirnya, peperangan ini dimenangkan oleh pihak
prajurit dari Istana yang dipimpin oleh Panglima Julian. Selamatlah Pangeran
Fredich dari peperangan ini. Tragedi ini terjadi di Hutan Cheiligria dan
peristiwa ini dikenal dengan Cheiligria Pemusnah Islam. Para prajurit yang
dipimpin oleh Panglima Julian dan Pangeran Fredich pun akan kembali ke Istana,
tetapi ketika ingin beranjak pulang tiba-tiba Panglima Julian ditemui oleh
seekor anjing yang berkepala manusia dan bisa berbicara dengan bahasa manusia.
Anjing itu dibunuh oleh Panglima Julian. Tetapi Panglima Julian kaget dan
merasa menyesal telah membunuh anjing itu karena anjing itu mengatakan bahwa
pengikut Yesus akan musnah dari muka bumi dan Islam akan jaya di wilayah
Isabella dengan pimpinan seorang perempuan yang bernama Fatra. Panglima Julian
semakin terkejut dan heran karena anjing tersebut dapat menyatukan tubuhnya yang
telah dibunuh oleh Panglima Julian. Hati dan pikirannya gelisah setelah
mendengar suara misterius dari seekor anjing itu.
Tak lama kemudian, Panglima Julian
mendengar jeritan seorang prajurit yang membuat dia ingin segera menuju suara
jeritan itu. Ternyata salah satu dari prajuritnya telah dimakan oleh kawanan
anjing liar di hutan. Panglima Julian sangat kaget melihat prajuritnya itu
telah tercabik-cabik dan hancur akibat dimangsa oleh anjing. Tanpa berpikir
panjang, akhirnya rombongan dari mereka langsung beranjak pulang menuju Istana
agar nyawanya tidak seperti prajurit itu. Dan tibalah mereka di Istana Isabella
yang disambut meriah oleh para penghuni Istana itu. Mereka mengadakan pesta
yang sangat meriah untuk merayakan kemenangan dari peperangan. Sungguh pesta
yang besar dan mewah dengan suasana yang begitu ramai. Mereka bersenang-senang
atas hancurnya Islam. Selain itu, di Istana juga diadakan rapat darurat untuk
mencari ide dalam menghabisi penganut Islam beserta kitabnya. Kemudian para
punggawa Isabella mengeluarkan titah. Titah tersebut adalah melanjutkan perang
yang telah dilakukan oleh Pangeran Fredich sebagai titah dari injil. Isi titah
tersebut adalah menghancurkan Islam dan pengikut-pengikutnya yang berada di
luar maupun di dalam kerajaan.
Hanya ada satu orang yang masih
menganut Islam, yaitu Fatra. Setiap minggu ketiga, dia pulang ke desanya untuk
bertemu dengan orang tuanya. Dia pulang pada malam hari dan pada saat melewati
hutan, dia melihat Adlan yang merupakan tetangga di desanya dalam keadaan tewas
mengenaskan. Hati Fatra sangat pedih melihat kejadian itu. Kemudian dia
melanjutkan perjalanan menuju desanya. Beberapa saat kemudian, dia sampai di
desanya dan dia sangat terkejut karena desanya sudah rata dengan tanah dan
penghuninya tewas terbakar. Tubuh Fatra lemas dan tidak berdaya yang membuat
hati serta pikirannya hancur menjerit histeris. Kejadian ini akibat kekejaman
dari prajurit Istana Isabella yang ingin melenyapkan Islam dari muka bumi.
Dalam keadaan yang seperti itu,
Fatra tidak henti-hentinya menangis. Kemudian ada dua orang prajurit dari
Istana Isabella yang mendatangi desa itu dan mereka mendengar suara tangisan
yang ada disekitarnya. Akhirnya, dua orang prajurit itu menemukan seorang gadis
yang sedang menangis. Langsung saja gadis itu dibawa ke Istana karena hanya dia
yang masih menganut Islam. Dua prajurit itu tidak berani membunuh Fatra karena
mereka ingin tahu kekuatan Islam yang sebenarnya, akhirnya dibawalah Fatra
menuju Istana. Sesampai di Istana, salah satu prajurit melaporkan kepada
Pangeran Fredich bahwa ada satu gadis yang masih beragama Islam. Kemudian
Pangeran Fredich menyuruh prajuritnya untuk membawa gadis itu kehadapannya.
Wajah Fatra tidak asing lagi bagi Pangeran Fredich, karena sebenarnya gadis itu
bekerja sebagai pelayan di Istananya dan Pangeran Fredich tidak mengetahuinya.
Akhirnya Pangeran Fredich pun tahu bahwa gadis itu memang bekerja sebagai
pelayan di Istananya yang beragama Islam. Andai saja Fatra beragama Kristen,
pasti dia akan dijadikan permaisuri di Istana Isabella. Tetapi Fatra tetap
berpegang teguh untuk agamanya. Pangeran Fredich tidak ingin membunuhnya dahulu
karena parasnya yang cantik membuat hati Pangeran Fredich tidak tega untuk
cepat-cepat membunuhnya. Dan akhirnya Fatra dijadikan sebagai tawanan di Istana
Isabella. Ketika Fatra di dalam penjara Istana, Pangeran Fredich menawarkan
agar Fatra masuk Kristen dan dijanjikan menjadi permaisuri di Istana Isabella.
Tetapi Fatra tidak akan menerima penawaran itu karena hidup dan mati Fatra
diserahkan kepada Allah. Akhirnya Pangeran Fredich mencoba untuk membunuh Fatra
dan leher Fatra tergores oleh pedang yang beracun. Anehnya, Pangeran Fredich
tiba-tiba langsung memberi obat penawar racun untuk Fatra sehingga Fatra tidak
tewas dan masih hidup. Ternyata Pangeran Fredich menaruh hati kepada Fatra.
Fatra tertidur lelap dalam penjara
yang sunyi itu. Dalam tidurnya, Fatra bermimpi dan membayangkan betapa indahnya
Masjidil Haram yang dihuni para wali Allah dan bidadari bermata bulat menghiasi
keistimewaannya. Pada saat Fatra tertidur lelap, tiba-tiba Pangeran Fredich
menuju ke penjara dan memandang wajah Fatra yang sangat cantik. Tak lama
kemudian Pangeran Fredich meninggalkan tempat penjara itu menuju ke kamarnya.
Keesokan harinya Fatra terbangun dari tidurnya akibat para pengawal yang
menjaga penjara menggedor-gedor jeruji besi. Kemudian salah satu pengawal
mencoba untuk menggoda Fatra, dan Fatra mencoba untuk menghindar karena godaan
tersebut sebenarnya tindakan pengawal yang ingin memperkosa Fatra. Sebelum itu
terjadi, Pangeran Fredich datang menuju penjara dan melihat belum salah satu
pengawalnya ingin berbuat tindakan keji kepada Fatra. Tanpa berpikir panjang,
pengawal tersebut dibunuh oleh Pangeran Fredich. Cinta telah membutakan
Pangeran Fredich untuk melakukan hal itu. Tetapi cinta kepada keyakinan
agamanya tidak akan pudar.
Waktu telah berlalu dan keadaan
kerajaan Istana Isabella menjadi redup. Ini disebabkan karena Sang Baginda Raja
tiba-tiba dirundung sakit misterius yang dideteksi para tabib Istana kondisinya
masih sehat dan tubuhnya pun tampak segar. Sakit yang dialami oleh sang raja
sangat aneh dan berlangsung sangat cepat. Dalam sekejab sakitnya menjadi
semakin parah dan membuat Pangeran Fredich beserta ibunya sedih dan gelisah.
Tabib Istana mengatakan bahwa penyakit sang raja dapat disembuhkan dengan kayu
Thariq yang ada di Lembah Gibraltar. Semua prajurit dan tabib sudah mencari
kayu itu, tetapi hasilnya sia-sia. Keadaan sang raja pun semakin parah.
Akhirnya sang raja pun menghembuskan nafas terakhir. Raja Varest meninggal di
usia 70 tahun pada tanggal 25 Agustus 1612 di waktu siang hari. Kemudian
kerajaan Istana Isabella melakukan pemakaman untuk menguburkan sang raja. Para
pendeta berdoa sesuai dengan kepercayaan Tuhan Yesus agar sang raja diterima
sebagai penghuni surga Yesus. Kerajaan Istana Isabella berkabung duka setelah
meninggalnya sang raja.
Tanggal 26 Agustus 1612 di Istana
Isabella diadakan upacara penobatan raja baru. Dan akhirnya Pangeran Fredich
menjadi sang raja baru untuk meneruskan kepemimpinan ayahnya yang sudah
meninggal. Kemudian Pangeran Fredich, menyuruh seorang Panglima untuk memanggil
Fatra untuk dibawa kehadapannya. Setelah itu Fatra diberikan dua pilihan yaitu
bersedia menjadi permaisuri di Istana tetapi masuk agama Kristen atau mati
digantung di alun-alun Istana. Fatra menjawab bahwa dia bersedia menjadi
permaisuri tetapi ada satu syarat yang harus dipenuhi oleh Raja Fredich. Dan
syarat itu adalah Raja Fredich harus masuk agama Islam dan meninggalkan agama
Kristen. Tentu saja Raja Fredich menolak dengan lantang dan memilih untuk
mengasingkan atau membuang Fatra kedalam hutan belantara yang angker agar jasad
dan nyawanya dimakan oleh harimau dan anjing liar. Mulai saat itu juga Raja
Fredich dan Fatra berpisah.
Tibalah Fatra di hutan yang angker
itu. Dia diantar oleh pengawal dari Istana Isabella. Hutan yang angker itu
sangat mengerikan dan tidak ada satu orang pun yang melewati hutan tersebut
meskipun pada waktu siang hari. Yang ada hanyalah harimau, burung, dan anjing
hutan yang sangat buas. Fatra terkapar pingsan karena dia kelaparan dan sangat
letih. Saat dia tidak sadar, tiba-tiba muncullah orang tua renta berjenggot
putih serta bersurban putih. Orang tua itu memberikan surban putih kepadanya.
Kemudian orang itu menghilang tanpa jejak. Fatra pun belum sadar dan datanglah
harimau disamping Fatra. Setelah Fatra bangun, dia sangat kaget dan teriak
sekuat tenaga karena ketakutan. Saat harimau itu ingin menerkam Fatra, tanpa
sadar Fatra langsung melempar surban putih yang menyelimuti tubuhnya. Dengan
rasa kaget dan aneh, harimau itu tiba-tiba terkapar pingsan. Sungguh mulia hati
Fatra karena harimau yang ingin memangsa tubuhnya tersebut, membuat dia sangat
menyesal telah melakukan itu. Dan apabila harimau itu bangun, maka tubuhnya akan
diserahkan kepada binatang tersebut untuk dimakan. Itu wujud penyesalannya
karena telah membuat harimau itu pingsan.
Angin malam di hutan membuat Fatra
merasa kedinginan. Tiba-tiba orang tua renta tadi datang menemui Fatra dan
menjelaskan tentang dirinya siapa. Dia adalah jin muslim yang diutus Allah
untuk menyampaikan tentang perjuangan dalam mempertahankan agama Islam di
wilayah Isabella. Allah akan selalu melindungi hambanya yang berjuang demi
kejayaan Islam dan orang yang sudah melakukan pengintaian terhadap orang Islam
jangan pernah dimusuhi karena itu bentuk dari Allah untuk meninggikan derajatmu
apabila menghadapinya dengan sabar dan tawakal. Itulah perkataan orang tua
renta itu kepada Fatra. Setelah itu orang tua renta tersebut menghilang dihadapan
Fatra. Hutan yang sunyi itu membuat Fatra menggigil kedinginan. Fatra terus
menyusuri hutan itu dan dia menemukan Gereja tua yang sudah rapuh termakan oleh
usia. Atap Gereja itu berselimut salju dengan berdirinya salib. Fatra istirahat
di teras Gereja itu yang ditemani oleh salju. Dinginnya salju tidak membuat
Fatra berhenti dalam berdzikir. Dalam hatinya tidak ada ucapan yang menenangkan
dirinya selain menyebut nama Allah dan melantunkan kalimat ayat-ayat al-Qur’an.
Pagi yang berselimut salju itu, Fatra bangun dan melaksanakan sholat. Setelah
sholat dia mengambil kertas kuning yang berdebu dan tinta yang ada di teras
Gereja itu. Kemudian dia berimajinasi menulis tentang cinta yang mengungkapkan
kerinduan dirinya kepada orang tuanya yang sudah meninggal dibunuh oleh
orang-orang Kristen. Dalam tulisannya dia menceritakan betapa besarnya
pengorbanan kedua orang tuanya dalam merawat dan mendidik dia menjadi orang
yang berhati mulia dengan kekuatan cinta yang dahsyat. Fatra sangat merindukan
kehadiran kedua orang tuanya. Dia berharap bisa masuk surga bersama kedua orang
tuanya jika dia mati kelak.
Musim semi telah datang dan
meninggalkan musimm dingin. Keadaan Istana Isabella dalam keyakinan Yesus. Di
Istana tersebut mengadakan acara perjamuan tamu. Tetapi Pangeran Fredich tampak
gelisah, karena dia memikirkan keberadaan Fatra, seorang gadis yang sangat
dicintainya. Dia tidak peduli tentang keyakinan Fatra yang berbeda dengan
keyakinannya. Kemudian Pangeran Fredich meminta kepada Julian yaitu Panglima di
Kerajaan Isabella untuk mengantarkannya mencari Fatra. Julian pun bersedia
untuk mengantarkan Pangeran Fredich. Tetapi Pangeran Fredich meminta izin
kepada ibunya bahwa dia ingin mengembara selama satu tahun untuk melihat
langsung keberadaan Islam di wilayah Kerajaan Isabella yang tidak bisa dipantau
langsung dari Istana. Akhirnya, ibunya pun mengizinkan putranya untuk pergi
demi kejayaan Kerajaan Isabella. Pangeran Fredich dan Panglima Julian pun pergi
dari Istana dengan naik kuda dan tibalah mereka di hutan untuk mencari Fatra.
Hutan yang gelap dan menyeramkan itu telah ditelusuri untuk menemukan Fatra.
Rasa takut terasa hilang akiba rasa cintanya kepada Fatra. Dalam perjalanan
menelusuri hutan yang angker itu, mereka merasa ingin istirahat untuk melepas
kelelahan yang dialaminya. Tetapi pengistirahatan itu tidak berjalan sesuai
keinginan mereka karena munculnya seorang mantan prajurit Isabella yang ingin
menyusun strategi untuk menghancurkan Kerajaan Isabella. Dengan adanya prajurit
tersebut, akhirnya Panglima Julian berkelahi dengan prajurit itu. Ketika
prajurit ingin membunuh Pangeran Fredich, tiba-tiba pedang yang dipegang oleh
prajurit itu mengenai perut Panglima Julian. Terkaparlah Panglima Julian dengan
perut yang bersimpah darah. Pangeran Fredich sangat takut dan kaget atas
kejadian ini. Akhirnya Panglima Julian dibawa oleh Pangeran Fredich menuju
Gereja tua yang ada ditengah hutan. Sampai disana mereka tertidur dan pada saat
itu Fatra berada didalam Gereja tua itu. Akhirnya Fatra menolong mereka yang lemas
dan tidak berdaya. Beberapa saat kemudian, Panglima Julian siuman dan
keadaannya mulai agak pulih. Pangeran Fredich sangat mengagumi perilaku yang
dilakukan oleh Fatra karena Fatra bersedia menolong mereka dalam keadaan tak
berdaya meskipun sebenarnya Pangeran Fredich tidak mengetahui bahwa yang
menolongnya adalah Fatra.
Malam
mulai sunyi dan sepi. Mereka pun tertidur dengan pulas dan begitupun dengan
Fatra yang tertidur nyenyak. Beberapa saat kemudian, Panglima Julian terbangun
dari tidurnya dan melihat ada seseorang yang tidur dalam Gereja tua itu. Dia
berpikir orang itu adalah orang yang telah melukainya. Tanpa berpikir panjang,
dia pun memegang pedang dan melukai orang tersebut. Akhirnya orang itu
tersentak kaget dan ternyata orang itu bersuara wanita. Panglima Julian pun
kaget dan histeris. Dia tidak menyangka bahwa yang dilukainya adalah seorang
wanita. Ternyata wanita itu adalah Fatra dan Pangeran Julian pun sangat
menyesal. Kejadian ini membuat Pangeran Fredich terbangun dari tidurnya dan
menanyakan kepada Panglima Julian peristiwa apa yang telah terjadi. Panglima
Julian pun menceritakan semuanya dan Pangeran Fredich sangat marah karena
tega-teganya Panglima Julian ingin membunuh orang yang telah menolong dia. Pada
saat itu Panglima Julian mengatakan bahwa wanita itu adalah Fatra. Semakin
hancur hati Pangeran Fredich mengetahui hal itu karena selama dia didalam
Gereja tidak mempercayai bahwa wanita itu adalah Fatra, wanita yang selama ini
dicari dan dicintainya. Pada saat mereka ingin menemui Fatra, tetapi Fatra
sudah pergi jauh dari Gereja itu. Sungguh malang nasib Pangeran Fredich karena
dia berusaha membangun mahkota cinta, tetapi Panglima Julian menghancurkannya.
No comments:
Post a Comment