Wednesday, November 20, 2013

SINOPSIS NOVEL BADAI MATAHARI KARYA HARY EL-PARSIA


RELIGIUSITAS NOVEL BADAI MATAHARI ANDALUSIA KARYA HARY EL-PARSIA: KAJIAN STRUKTURAL




OLEH
VIVIN FERDIANA HAYATI
NIM 5.11.06.13.0.015


PROGRAM STUDI BAHASA DAN SASTRA INDONESI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS ISLAM MAJAPAHIT
MOJOKERTO
2013





SINOPSIS BADAI MATAHARI ANDALUSIA


Ada seorang gadis berkerudung hitam yang bernama Fatra. Fatra memiliki mata yang bulat cekung, rambut pirang yang panjang dan lurus serta paras wajahnya yang sangat cantik dengan lekuk tubuhnya yang indah. Fatra beragama Islam, tetapi dia bekerja sebagai pelayan di Istana Isabella yang penghuninya beragama Kristen. Awal Fatra bekerja di Istana Isabella karena pihak Kerajaan menginginkan setiap daerah di bawah kekuasaannya harus mengirimkan satu perwakilan sebagai pelayan Istana. Dalam hal ini, pihak Kerajaan tidak pedulikan agama karena yang mereka tahu semua beragama Kristen sejak ada pembaptisan massal yang dilakukan oleh Kerajaan Isabella. Tetapi pada saat pembaptisan, seluruh warga desa Gheyhalda tidak ikut hadir hanya perwakilan satu orang untuk mengelabui pihak Isabella. Desa Gheyhalda adalah desa yang dihuni oleh keluarga Fatra. Desa tersebut untuk melakukan sholat, jika adzan tidak menggunakan pengeras suara hanya gemerincing lonceng sebagai tanda waktu masuk sholat di masjid.
Fredich Louise Isabella adalah putra raja yang tinggal di Istana Isabella dan berumur 25 tahun, berbadan tinggi, hidung mancung, berkulit putih, serta mata cekung tajam. Dia sangat kejam apabila ada penduduk di daerah wilayahnya masih terdapat orang yang beragama Islam, tidak segan-segan dia dan prajuritnya akan langsung membunuhnya. Hati dan jiwanya sangat berpegang teguh kepada Tuhan Yesus yang dia yakini bahwa agama Kristenlah yang paling benar. Gelar Fredich adalah Sang Digdaya Pemusnah Jagat Islam.
Suatu hari Pangeran Fredich melakukan patroli ke berbagai desa yang ada diwilayahnya. Dan ditemukan bahwa desa Gheyhalda masih memeluk agama Islam. Tidak berpikir panjang, Pangeran Fredich dan prajuritnya segera membasmi desa tersebut. Akhirnya, musnahlah orang-orang penghuni desa Gheyhalda. Setelah itu, Pangeran Fredich dan prajuritnya pulang menuju Istana. Dalam perjalanan pulang tidak berjalan dengan baik karena di tengah perjalanan tepatnya di tengah hutan mereka dihadang oleh segerombolan pemuda yang bernama Laskar Muslim Andalusia yang dipimpin oleh Adlan Tawaz. Terjadilah peperangan yang hebat dan menewaskan banyak prajurit. Kemudian prajurit dari Istana Isabella yang masih hidup segera melapor tentang kejadian peperangan ini. Sang Ayah Fredich langsung mengutus para prajurit yang lain untuk menjemput Pangeran Fredich yang masih berada di tengah hutan agar diselamatkan. Mereka berangkat menuju hutan yang dipimpin oleh Panglima Julian.  
Setelah sampai di hutan, peperangan antara prajurit dari Laskar dan prajurit dari Istana langsung dimulai. Prajurit dari Laskar sangat banyak yang tewas karena kekuatannya tidak seimbang dengan kekuatan prajurit dari Istana. Akhirnya, peperangan ini dimenangkan oleh pihak prajurit dari Istana yang dipimpin oleh Panglima Julian. Selamatlah Pangeran Fredich dari peperangan ini. Tragedi ini terjadi di Hutan Cheiligria dan peristiwa ini dikenal dengan Cheiligria Pemusnah Islam. Para prajurit yang dipimpin oleh Panglima Julian dan Pangeran Fredich pun akan kembali ke Istana, tetapi ketika ingin beranjak pulang tiba-tiba Panglima Julian ditemui oleh seekor anjing yang berkepala manusia dan bisa berbicara dengan bahasa manusia. Anjing itu dibunuh oleh Panglima Julian. Tetapi Panglima Julian kaget dan merasa menyesal telah membunuh anjing itu karena anjing itu mengatakan bahwa pengikut Yesus akan musnah dari muka bumi dan Islam akan jaya di wilayah Isabella dengan pimpinan seorang perempuan yang bernama Fatra. Panglima Julian semakin terkejut dan heran karena anjing tersebut dapat menyatukan tubuhnya yang telah dibunuh oleh Panglima Julian. Hati dan pikirannya gelisah setelah mendengar suara misterius dari seekor anjing itu.
Tak lama kemudian, Panglima Julian mendengar jeritan seorang prajurit yang membuat dia ingin segera menuju suara jeritan itu. Ternyata salah satu dari prajuritnya telah dimakan oleh kawanan anjing liar di hutan. Panglima Julian sangat kaget melihat prajuritnya itu telah tercabik-cabik dan hancur akibat dimangsa oleh anjing. Tanpa berpikir panjang, akhirnya rombongan dari mereka langsung beranjak pulang menuju Istana agar nyawanya tidak seperti prajurit itu. Dan tibalah mereka di Istana Isabella yang disambut meriah oleh para penghuni Istana itu. Mereka mengadakan pesta yang sangat meriah untuk merayakan kemenangan dari peperangan. Sungguh pesta yang besar dan mewah dengan suasana yang begitu ramai. Mereka bersenang-senang atas hancurnya Islam. Selain itu, di Istana juga diadakan rapat darurat untuk mencari ide dalam menghabisi penganut Islam beserta kitabnya. Kemudian para punggawa Isabella mengeluarkan titah. Titah tersebut adalah melanjutkan perang yang telah dilakukan oleh Pangeran Fredich sebagai titah dari injil. Isi titah tersebut adalah menghancurkan Islam dan pengikut-pengikutnya yang berada di luar maupun di dalam kerajaan.
Hanya ada satu orang yang masih menganut Islam, yaitu Fatra. Setiap minggu ketiga, dia pulang ke desanya untuk bertemu dengan orang tuanya. Dia pulang pada malam hari dan pada saat melewati hutan, dia melihat Adlan yang merupakan tetangga di desanya dalam keadaan tewas mengenaskan. Hati Fatra sangat pedih melihat kejadian itu. Kemudian dia melanjutkan perjalanan menuju desanya. Beberapa saat kemudian, dia sampai di desanya dan dia sangat terkejut karena desanya sudah rata dengan tanah dan penghuninya tewas terbakar. Tubuh Fatra lemas dan tidak berdaya yang membuat hati serta pikirannya hancur menjerit histeris. Kejadian ini akibat kekejaman dari prajurit Istana Isabella yang ingin melenyapkan Islam dari muka bumi.
Dalam keadaan yang seperti itu, Fatra tidak henti-hentinya menangis. Kemudian ada dua orang prajurit dari Istana Isabella yang mendatangi desa itu dan mereka mendengar suara tangisan yang ada disekitarnya. Akhirnya, dua orang prajurit itu menemukan seorang gadis yang sedang menangis. Langsung saja gadis itu dibawa ke Istana karena hanya dia yang masih menganut Islam. Dua prajurit itu tidak berani membunuh Fatra karena mereka ingin tahu kekuatan Islam yang sebenarnya, akhirnya dibawalah Fatra menuju Istana. Sesampai di Istana, salah satu prajurit melaporkan kepada Pangeran Fredich bahwa ada satu gadis yang masih beragama Islam. Kemudian Pangeran Fredich menyuruh prajuritnya untuk membawa gadis itu kehadapannya. Wajah Fatra tidak asing lagi bagi Pangeran Fredich, karena sebenarnya gadis itu bekerja sebagai pelayan di Istananya dan Pangeran Fredich tidak mengetahuinya. Akhirnya Pangeran Fredich pun tahu bahwa gadis itu memang bekerja sebagai pelayan di Istananya yang beragama Islam. Andai saja Fatra beragama Kristen, pasti dia akan dijadikan permaisuri di Istana Isabella. Tetapi Fatra tetap berpegang teguh untuk agamanya. Pangeran Fredich tidak ingin membunuhnya dahulu karena parasnya yang cantik membuat hati Pangeran Fredich tidak tega untuk cepat-cepat membunuhnya. Dan akhirnya Fatra dijadikan sebagai tawanan di Istana Isabella. Ketika Fatra di dalam penjara Istana, Pangeran Fredich menawarkan agar Fatra masuk Kristen dan dijanjikan menjadi permaisuri di Istana Isabella. Tetapi Fatra tidak akan menerima penawaran itu karena hidup dan mati Fatra diserahkan kepada Allah. Akhirnya Pangeran Fredich mencoba untuk membunuh Fatra dan leher Fatra tergores oleh pedang yang beracun. Anehnya, Pangeran Fredich tiba-tiba langsung memberi obat penawar racun untuk Fatra sehingga Fatra tidak tewas dan masih hidup. Ternyata Pangeran Fredich menaruh hati kepada Fatra.
Fatra tertidur lelap dalam penjara yang sunyi itu. Dalam tidurnya, Fatra bermimpi dan membayangkan betapa indahnya Masjidil Haram yang dihuni para wali Allah dan bidadari bermata bulat menghiasi keistimewaannya. Pada saat Fatra tertidur lelap, tiba-tiba Pangeran Fredich menuju ke penjara dan memandang wajah Fatra yang sangat cantik. Tak lama kemudian Pangeran Fredich meninggalkan tempat penjara itu menuju ke kamarnya. Keesokan harinya Fatra terbangun dari tidurnya akibat para pengawal yang menjaga penjara menggedor-gedor jeruji besi. Kemudian salah satu pengawal mencoba untuk menggoda Fatra, dan Fatra mencoba untuk menghindar karena godaan tersebut sebenarnya tindakan pengawal yang ingin memperkosa Fatra. Sebelum itu terjadi, Pangeran Fredich datang menuju penjara dan melihat belum salah satu pengawalnya ingin berbuat tindakan keji kepada Fatra. Tanpa berpikir panjang, pengawal tersebut dibunuh oleh Pangeran Fredich. Cinta telah membutakan Pangeran Fredich untuk melakukan hal itu. Tetapi cinta kepada keyakinan agamanya tidak akan pudar.
Waktu telah berlalu dan keadaan kerajaan Istana Isabella menjadi redup. Ini disebabkan karena Sang Baginda Raja tiba-tiba dirundung sakit misterius yang dideteksi para tabib Istana kondisinya masih sehat dan tubuhnya pun tampak segar. Sakit yang dialami oleh sang raja sangat aneh dan berlangsung sangat cepat. Dalam sekejab sakitnya menjadi semakin parah dan membuat Pangeran Fredich beserta ibunya sedih dan gelisah. Tabib Istana mengatakan bahwa penyakit sang raja dapat disembuhkan dengan kayu Thariq yang ada di Lembah Gibraltar. Semua prajurit dan tabib sudah mencari kayu itu, tetapi hasilnya sia-sia. Keadaan sang raja pun semakin parah. Akhirnya sang raja pun menghembuskan nafas terakhir. Raja Varest meninggal di usia 70 tahun pada tanggal 25 Agustus 1612 di waktu siang hari. Kemudian kerajaan Istana Isabella melakukan pemakaman untuk menguburkan sang raja. Para pendeta berdoa sesuai dengan kepercayaan Tuhan Yesus agar sang raja diterima sebagai penghuni surga Yesus. Kerajaan Istana Isabella berkabung duka setelah meninggalnya sang raja.
Tanggal 26 Agustus 1612 di Istana Isabella diadakan upacara penobatan raja baru. Dan akhirnya Pangeran Fredich menjadi sang raja baru untuk meneruskan kepemimpinan ayahnya yang sudah meninggal. Kemudian Pangeran Fredich, menyuruh seorang Panglima untuk memanggil Fatra untuk dibawa kehadapannya. Setelah itu Fatra diberikan dua pilihan yaitu bersedia menjadi permaisuri di Istana tetapi masuk agama Kristen atau mati digantung di alun-alun Istana. Fatra menjawab bahwa dia bersedia menjadi permaisuri tetapi ada satu syarat yang harus dipenuhi oleh Raja Fredich. Dan syarat itu adalah Raja Fredich harus masuk agama Islam dan meninggalkan agama Kristen. Tentu saja Raja Fredich menolak dengan lantang dan memilih untuk mengasingkan atau membuang Fatra kedalam hutan belantara yang angker agar jasad dan nyawanya dimakan oleh harimau dan anjing liar. Mulai saat itu juga Raja Fredich dan Fatra berpisah.
Tibalah Fatra di hutan yang angker itu. Dia diantar oleh pengawal dari Istana Isabella. Hutan yang angker itu sangat mengerikan dan tidak ada satu orang pun yang melewati hutan tersebut meskipun pada waktu siang hari. Yang ada hanyalah harimau, burung, dan anjing hutan yang sangat buas. Fatra terkapar pingsan karena dia kelaparan dan sangat letih. Saat dia tidak sadar, tiba-tiba muncullah orang tua renta berjenggot putih serta bersurban putih. Orang tua itu memberikan surban putih kepadanya. Kemudian orang itu menghilang tanpa jejak. Fatra pun belum sadar dan datanglah harimau disamping Fatra. Setelah Fatra bangun, dia sangat kaget dan teriak sekuat tenaga karena ketakutan. Saat harimau itu ingin menerkam Fatra, tanpa sadar Fatra langsung melempar surban putih yang menyelimuti tubuhnya. Dengan rasa kaget dan aneh, harimau itu tiba-tiba terkapar pingsan. Sungguh mulia hati Fatra karena harimau yang ingin memangsa tubuhnya tersebut, membuat dia sangat menyesal telah melakukan itu. Dan apabila harimau itu bangun, maka tubuhnya akan diserahkan kepada binatang tersebut untuk dimakan. Itu wujud penyesalannya karena telah membuat harimau itu pingsan.
Angin malam di hutan membuat Fatra merasa kedinginan. Tiba-tiba orang tua renta tadi datang menemui Fatra dan menjelaskan tentang dirinya siapa. Dia adalah jin muslim yang diutus Allah untuk menyampaikan tentang perjuangan dalam mempertahankan agama Islam di wilayah Isabella. Allah akan selalu melindungi hambanya yang berjuang demi kejayaan Islam dan orang yang sudah melakukan pengintaian terhadap orang Islam jangan pernah dimusuhi karena itu bentuk dari Allah untuk meninggikan derajatmu apabila menghadapinya dengan sabar dan tawakal. Itulah perkataan orang tua renta itu kepada Fatra. Setelah itu orang tua renta tersebut menghilang dihadapan Fatra. Hutan yang sunyi itu membuat Fatra menggigil kedinginan. Fatra terus menyusuri hutan itu dan dia menemukan Gereja tua yang sudah rapuh termakan oleh usia. Atap Gereja itu berselimut salju dengan berdirinya salib. Fatra istirahat di teras Gereja itu yang ditemani oleh salju. Dinginnya salju tidak membuat Fatra berhenti dalam berdzikir. Dalam hatinya tidak ada ucapan yang menenangkan dirinya selain menyebut nama Allah dan melantunkan kalimat ayat-ayat al-Qur’an. Pagi yang berselimut salju itu, Fatra bangun dan melaksanakan sholat. Setelah sholat dia mengambil kertas kuning yang berdebu dan tinta yang ada di teras Gereja itu. Kemudian dia berimajinasi menulis tentang cinta yang mengungkapkan kerinduan dirinya kepada orang tuanya yang sudah meninggal dibunuh oleh orang-orang Kristen. Dalam tulisannya dia menceritakan betapa besarnya pengorbanan kedua orang tuanya dalam merawat dan mendidik dia menjadi orang yang berhati mulia dengan kekuatan cinta yang dahsyat. Fatra sangat merindukan kehadiran kedua orang tuanya. Dia berharap bisa masuk surga bersama kedua orang tuanya jika dia mati kelak.
Musim semi telah datang dan meninggalkan musimm dingin. Keadaan Istana Isabella dalam keyakinan Yesus. Di Istana tersebut mengadakan acara perjamuan tamu. Tetapi Pangeran Fredich tampak gelisah, karena dia memikirkan keberadaan Fatra, seorang gadis yang sangat dicintainya. Dia tidak peduli tentang keyakinan Fatra yang berbeda dengan keyakinannya. Kemudian Pangeran Fredich meminta kepada Julian yaitu Panglima di Kerajaan Isabella untuk mengantarkannya mencari Fatra. Julian pun bersedia untuk mengantarkan Pangeran Fredich. Tetapi Pangeran Fredich meminta izin kepada ibunya bahwa dia ingin mengembara selama satu tahun untuk melihat langsung keberadaan Islam di wilayah Kerajaan Isabella yang tidak bisa dipantau langsung dari Istana. Akhirnya, ibunya pun mengizinkan putranya untuk pergi demi kejayaan Kerajaan Isabella. Pangeran Fredich dan Panglima Julian pun pergi dari Istana dengan naik kuda dan tibalah mereka di hutan untuk mencari Fatra. Hutan yang gelap dan menyeramkan itu telah ditelusuri untuk menemukan Fatra. Rasa takut terasa hilang akiba rasa cintanya kepada Fatra. Dalam perjalanan menelusuri hutan yang angker itu, mereka merasa ingin istirahat untuk melepas kelelahan yang dialaminya. Tetapi pengistirahatan itu tidak berjalan sesuai keinginan mereka karena munculnya seorang mantan prajurit Isabella yang ingin menyusun strategi untuk menghancurkan Kerajaan Isabella. Dengan adanya prajurit tersebut, akhirnya Panglima Julian berkelahi dengan prajurit itu. Ketika prajurit ingin membunuh Pangeran Fredich, tiba-tiba pedang yang dipegang oleh prajurit itu mengenai perut Panglima Julian. Terkaparlah Panglima Julian dengan perut yang bersimpah darah. Pangeran Fredich sangat takut dan kaget atas kejadian ini. Akhirnya Panglima Julian dibawa oleh Pangeran Fredich menuju Gereja tua yang ada ditengah hutan. Sampai disana mereka tertidur dan pada saat itu Fatra berada didalam Gereja tua itu. Akhirnya Fatra menolong mereka yang lemas dan tidak berdaya. Beberapa saat kemudian, Panglima Julian siuman dan keadaannya mulai agak pulih. Pangeran Fredich sangat mengagumi perilaku yang dilakukan oleh Fatra karena Fatra bersedia menolong mereka dalam keadaan tak berdaya meskipun sebenarnya Pangeran Fredich tidak mengetahui bahwa yang menolongnya adalah Fatra.
Malam mulai sunyi dan sepi. Mereka pun tertidur dengan pulas dan begitupun dengan Fatra yang tertidur nyenyak. Beberapa saat kemudian, Panglima Julian terbangun dari tidurnya dan melihat ada seseorang yang tidur dalam Gereja tua itu. Dia berpikir orang itu adalah orang yang telah melukainya. Tanpa berpikir panjang, dia pun memegang pedang dan melukai orang tersebut. Akhirnya orang itu tersentak kaget dan ternyata orang itu bersuara wanita. Panglima Julian pun kaget dan histeris. Dia tidak menyangka bahwa yang dilukainya adalah seorang wanita. Ternyata wanita itu adalah Fatra dan Pangeran Julian pun sangat menyesal. Kejadian ini membuat Pangeran Fredich terbangun dari tidurnya dan menanyakan kepada Panglima Julian peristiwa apa yang telah terjadi. Panglima Julian pun menceritakan semuanya dan Pangeran Fredich sangat marah karena tega-teganya Panglima Julian ingin membunuh orang yang telah menolong dia. Pada saat itu Panglima Julian mengatakan bahwa wanita itu adalah Fatra. Semakin hancur hati Pangeran Fredich mengetahui hal itu karena selama dia didalam Gereja tidak mempercayai bahwa wanita itu adalah Fatra, wanita yang selama ini dicari dan dicintainya. Pada saat mereka ingin menemui Fatra, tetapi Fatra sudah pergi jauh dari Gereja itu. Sungguh malang nasib Pangeran Fredich karena dia berusaha membangun mahkota cinta, tetapi Panglima Julian menghancurkannya.

No comments:

Post a Comment