REALITAS DALAM NOVEL RATUKU
BAWEL
KARYA ANNORA PUTRI : KAJIAN
STRUKTURAL
Untuk Memenuhi Tugas
Mata Kuliah Apresiasi prosa Fiksi
Dosen Pengampu : Syamsun, M.A.
Oleh
Widiarti Indah Cahyani
(NIM : 5.11.06.13.0.016)
PROGRAM STUDI BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU
PENDIDIKAN
UNIVERSITAS ISLAM MAJAPAHIT
MOJOKERTO
2013
Sinopsis dalam Novel Ratuku Bawel Karya Annora Putri
Sepertinya ada
yang harus di print ulang karena bentuknya yang tak rapi, sangat gemas
kuplototi Vino ia buru-buru menyembunyikan diri di balik tubuh Ratu. Air mata
putra bungsuku kami meleleh satu per satu, Ratu menyekanya dengan jemari dengan
kelembutan bidadari, sesungguhnya kusesalkan adalah sikapnya yang telah
menghakimiku tanpa mau berfikir secara bijaksana. Vina lagi kepengen banget
berenang dan main air terjun, posisi putri sulugku kini makin dekat, wajahnya
memandang dengan penuh berjuta harapan, kemarin hujan turun lumayan deras,
pasti di jalan-jalan becek, daripada beres- beres rumah dan menjaga putra bungsuku yang selalu usil, kebanyakan ulah,
nyaris tak pernah bisa diam, belum mengerti kalau dinasehati dan kerjanya bikin
rumah berantakan seperti kapal pecah, tentu saja jalan –jalan bersama putriku
adalah pilihan yang lebih baik, Vina sudah lebih mudah diatur dibandingkan
adiknya.
Sesampainya di kolam renang ternyata Tuhan hanya
memperkenakanku untuk menjaga Vina, tak seperti biasanya yang selalu ramai di
hari libur, yang kutemui disana hanyalah beberapa lelaki berperut buncit,
segerombolan anak-anak lelaki (usia SMP) dan tiga perempuan yang memang betul
ada tiga perempuan di sana, berbekini warna-warni pula tiga perempuan yang dari
postur tubuhnya, bahasa, gaya dan cara mereka berbicara, membuat yakin jika
pernah menempuh pendidikan saat negeri tercinta ini masih di jajah oleh bangsa
Belanda, tiga perempuan yang langsung melotot galak.
Ratu sudah
bersusah payah hampir seharian, karena ingin membuat kue ulang tahun sepesial
sesuai dengan pesanan, sampai ia rela menyerahkan pengasuhan Vina dan Vino ke
tangan Bik Sumi, Bik Sumi adalah pembantu kami yang pulang pergi setiap hari
karena rumahnya tidak begitu jauh dengan rumah kami, sejak kehadirannya si gadis ceria tapi lembut,
supel, cerdas, adik kelas dua angkatan tapi beda fakultas, gadis cantik yang
aku sayang, kini tutur lembutnya telah berubah 180 derajat, menjadi cerewet
abis, alias bawel mintak ampun, gadis itu adalah mantan pacarku Ratu Dyah
Prameshwari, yang sesuai dengan namanya kini menjadi seorang Ratu , Ratu rumah
tangga dan ibu dari anak-anakku. Tahun demi tahun pernikahan kami telah kami
lalui bersama dalam suka dan duka, ada manis terkadang asam bahkan pahit, dan
yang sangat kusayangkan Ratuku kini telah berubah seperti yang sudah kuceritakan, sekarang nyaris tak pernah lagi
bertutur kata manis dan lembut kepadaku, hal yang kerap dilakukan saat kami
masih menjadi sepasang kekasih dan di tahun-tahun pertama pernikahan. Ratu yang
sekarang adalah perempuan yang menurutku sangat menyebalkan, bawel sekali kerap
membuatku kesal dan tak nyaman ,yang kulakukan ucap salah dimatanya entahlah
mengapa bisa begitu, hampir tak ada satu pun hari berlalu dengan aman tanpa
gerutan ataupun omelannya, berbeda sekali dengan yang dulu, terutama jika
sedang mengenakan gaun tidur berbahan sutra biru berendra putih yang kubelikan
saat sebelum kami berangkat menuju Lombok untuk berbulan madu, tapi itu
saat-saat seperti kini sangat jarang terjadi kini lebih sering berhadapan
dengan sosoknya yang menyebalkan. Aneh
tapi nyata , berbeda dengan cara memperlakukanku, Ratu selalu bisa sangat
lembut terhadap Vina dan Vino, kesabarannya menurutku luar biasa rasa-rasanya
nyaris tak pernah melihatnya marah, senyum manis dan tatapan penuh cintanya
senantiasa tersedia untuk anak-anak yang menurutku sering kali berperilaku
mengesalkan. Perjalanan panjang yang
sangat melelahkan tepat pukul sepuluh akhirnya sampai juga di kantor, berjalan
mengendap-endap bersuara tanpa suara memasuki ruangan, seperti pencuri yang
takut perbuatannya di ketahui oleh orang lain, sebuah tepukan sangat keras dari
blakang membuat jantungku nyaris berhenti berdetak Togar Nasution si batak satu
ini hampir saja membuatku mengucapkan selamat tinggal pada dunia.
Begitu sampai depan rumah kupencet bel yang terpasang
dekat pagar tak ada yang datang setelah lima kali memencet barulah pintu
terbuka, sementara Vina dan Vino langsung berebut hendak membawakan tas
Handoko, kuluruskan kaki sambil
menyadarkan punggung ke kursi makan kubelai-belai mesra perut yang kekenyangan,
pepes ikan mas, tempe goreng, kerupuk, sayur asam, tak lupa sambel trasi yang
pedasnya membuat lidahku terus bergoyang dan mukaku basah keringetan, sungguh
nikmat dari tempat duduk kupandang Ratu yang asyik membacakan dongeng untuk
anak-anak di sova panjang wajahnya cerah putri sulungku kelihatan begitu
menyimak setiap kata demi kata yang diucapkan Ratu sesekali bertanya jika ada
yang kurang jelas, kadang menirukan suara Ratu sambil tertawa-tawa manja,
sedangkan Vino seperti biasanya tetap tak mau diam, tanggannya kerap bergerak
kesana ke mari bahkan beberapa kali berusaha menarik-narik buku dari tangan
Ratu, tarikan-tarikan yang tak begitu jelas kerap kudengar menginterupsi
dongeng, tetapi kulihat Ratuku tetap sabar tetap senyumm berusaha menenangkan
Vino ajaib suara lembutnya berhasil membuat anak itu terdiam dan kembali duduk
manis di pangkuannya.
Kembali mataku tertuju ke Ratu baru menyadari jika ada
sesuatu yang berbeda padanya petang ini terlihat lebih menarik gaun biru tanpa
lengan berbahan kaos, bergambar sepasang kekasih yang telah memadu kasih
membuat kulit bersihnya lebih bercahaya, gaun itu menampakkan keindahan
tubuhnya yang lebih berisi semenjak kelahiran Vino selama menyusui sampai
annakku genap berusia dua tahun (sebulan lalu) ia memang belum berupaya
menurunkan berat badan, duhai alangkah cantiknya Ratu kalau sedang seperti itu,
jantungku mulai berdegup-degup lebih kencang saat Ratu menyuguhkan secangkir
teh manis hangat di depanku kusentuh
punggung tangannya keharuman nan lembut meruak, dari tubuh juga rambutnya yang
tergerai mengusik indra penciumanku kuhirup wangi itu diam-diam.
Tangis Vino masih terdengar nyaring suasana jadi berisik
sekali mendadak kepalaku berdenyut-denyut bayangan indah akan bermesraan dengan
istriku malam ini nyaris punah, tak lama kemudian pemandangan yang ada di
depanku sungguh membuat terperangah ajaib entah apa yang telah dilakukan, Ratu
kulihat Vina dan Vino sudah rukun kembali mereka tengah tertawa-tawa
mendengarkan bacaan cerita bunda denyut di kepalaku, makin terasa rasa kantuk
yang sangat menyerang harapanku pupus sudah tak sanggup menunggu lebih lama
dari pada terus menantikan Ratu yang tak jelas kapan urusannya dengan anak-anak
akan selesai lebih baik, kutinggalkan kamar anak-anak, kujatuhkan diri di
ranjang setelah memadamkan lampu
lambat-lambat dalam kegelapan telingaku masih bisa menangkap suara hujan
di luar sana.
Ratu begitu mudah mengajak anak-anak bermain permainan
apa saja mereka selalu terlihat senang dan juga antusias, tiba-tiba terlintas
sebuah ide tak mungkin di tolak karena kami pernah melakukannya beberapa waktu
lalu dan berhasil membuat anak-anak senang, segera kuraih ponsel kusetel musik
dengan volume keras mulutku mulai ikut berdendang kugoyang tubuh meliuk-liuk ke
kiri kanan , depan juga belakang, dengan gerakan-gerakan jenaka gerakan apa saja
yang kusuka Vino langsung bereaksi melompat turun dari kursi dan menirukan
gerakanku Vina tertawa terbahak-bahak gusi-gusi merah jambunya sampai terlihat
dua anak itu kini menghampiriku, mengikuti semua yang kulakukan Vina dan Vino
terus bergaya sungguh lucu, membuatku terpingkal-pingkal, bibir mungil Vina ikut
mengeluarkan suara, nyaring ternyata anak itu jauh lebih hafal lirik lagunya di
banding aku, sementara Vino mengikuti sepotong-sepotong dengan suara yang juga
nyaring tanpa tak jelas, dua hari lalu Bu Tari (wali kelas Vina) lapor bahwa,
Vina menyanyikan lagu yang barusan sambil berjoget heboh di lapangan sehabis
upacara jadi pusat perhatian dan di kerumuni oleh teman-temannya.
Hari ini Togar menumpang mobil Handoko, mobil tua yang
selama ini sering di bangga-banggakan sebagai mobil antik sedang ngadat dan terpaksa harus menjalani rawat inap di
bengkel, sampai waktu yang belum bisa di tentukan, adanya Togar tentu saja
membuatku senang, jadi memiliki teman untuk menghabiskan macet di perjalanan
yang menjemukan, dari kantor arah rumah Togar searah denganku, ia tinggal di
Pondok Gede.
Sepanjang perjalanan menuju pusat perbelanjaan bibir kami
berempat terus bersenandung, ternyata lagu anak-anak lama-lama enak juga
dinyanyikan, irama dan syair lagu-lagu itu juga bisa membuat hati menjadi riang
dan aku mulai dapat menikmati seperti
Vina dan Vino menyanyi bersemangat, Ratu tersenyum wajahnya tampak puas
senang karena usahanya telah membuahkan hasil tak memerlukan waktu terlalu
banyak untuk menghafal banyak lagu, daya
ingatku masih cukup bagus mungkin kepinteran Vina menurun dariku , di dekat
pintu masuk Maal dan berjanji untuk menjumpai mereka di tempat yang telah
sama-sama kami sepakati kubawa mobilku menuju area parkir yang di hari libur
ini begitu padat, ditambah lagi sekarang tanggal mudah susah sekali mencari
tempat yang lowong setelah lebih dari lima belas menit berputar -putar baru bisa mendapatkannya dilantai empat itu
pun karena ada mobil lain yang kebetulan keluar , hari ini berencana membeli
beberapa belai kemeja dan celana panjang, Vino melirik tampang sang kakak
mengikuti dengan gerakan yang nyaris sempurna, bibirnya maju satu senti dan
tangan di silang di depan dada, anak-anak terlihat sangat gembira mereka sibuk
dan bersemangat menghadapi donat masing-masing, mulut-mulut mungil mereka penuh
warna coklat, putih , dan merah belepotan, menghiasi wajah, Vina tergeletak
melihat gigi Vino yang berubah warna menjadi kecoklatan, mataku yang mulai
terkejup membuka sedikit, kepala Ratu di depanku juga bergerak sedikit
mendongak samar-samar, diantara kantuk sosok bayangan tinggi bergerak mendekati
kami kini sosok itu sudah berdiri di samping meja di sisi kanan Ratu, wangi
tubuh yang sangat maskulin dan eksklusif menerobos leluasa ke indera
penciumanku setengah memaksa kubuka mata, ternyata bukan hanya bentuk tubuh
yang proposional, lelaki berkaos polos putih dipadu jins biru tua itu juga
memiliki wajah yang nyaris sempurna. Ratu terlihat kaget, namun tak lama sempat
kutangkap binar di matanya saat
menyebutkan sebaris nama “ Aldo ” lelaki itu tersenyum sangat lebar, tanpa
canggung memperlihatkan barisan giginya yang putih dan cemerlang, yang seketika
itu juga mengingatkanku pada sebuah iklan pasta gigi terkenal di televisi
dengan gerak spontan, ia meraih telapak tangan istriku, menjabatnya erat-erat
kehadirannya telah membunuh rasa kantuk yang sebelumnya nyaris menguasai mataku
dan seluruh perhatianku mereka asyik bercakap-cakap sampai tak peduli atas
keberadaanku. Si bintang iklan pasta gigi masih berbicara sambil menatap wajah
istriku, tatapan yang dalam sebagai laki-laki normal arti tatapan seperti itu
aliran darah dikepalaku pun mengalir lebih cepat menghela nafas dan berdahem, Aldo
menjabat erat tangganku, rasa tak nyaman makin memenuhi dadaku.
Kuperhatikan sejak kehadiran Aldo senyum berkali-kali
hadir di bibir Ratu membuatku menjadi senewen sendiri, tapi berusaha setengah
mati untuk tetap sabar, tahunya dia selama ini di luar negeri, dia teman lamaku
saat SMA, Ratu mengeja tulisan di kertas, bibir bagus Aldo mengembang lagi
gigi-giginya yang sungguh cocok buat iklan pasta gigi kembali dipamerkan,
menyebalkan meski sama-sama lelaki tak memungkiri jika dia memang sangat menawan, buru – buru
membuang muka dan menghembuskan nafas yang senang, ketika tanpa terduka kembali
dengan Aldo, saat menuju area parkir di tangannya tergantung beberapa kantung
belanjaan bermotif toko-toko kartun yang saat ini sedang di gemari anak-anak
dia menghampiri kami, merogoh salah satu kantung belanjaannya setelah
menyerahkan mobil balap mini yang sangat keren pada Vino, ia memakaikan sesuatu
ke kepala anakku, Vino tak berkedip memandangi mainan warna biru metalik di
tangannya, ekspresi Aldo terlihat puas ternyata topi yang di pakai Vino sangat
pas, setelah itu Aldo memberikan barbie kepada Vina, dada ini rasanya seperti
ada yang menonjok.
Meski sangat berbeda kelas, mobil Aldo dan mobilku memiliki kesamaan
berwarna biru, juga kartu nama kami,
mungkin hanya kebetulan bisa jadi warna
faforit kami sama, tidak birunya berbeda
sama sekali tidak sama, merasa sangat tidak nyaman dengan kesamaan ini. Dalam
perjalanan pulang Vina dan Vino tertidur tampaknya kelelahan setelah sempat
menikmati beberapa permainan di play ground wajah mereka puas, tak
menyembunyikan keinginanku yang sedemikian besar, terus mendesak-desak memenuhi
seluruh dada ini , mengunci mulutku rapat-rapat tak berani bertanya lagi
meskipun nama lelaki itu masih terus bergema memenuhi kepala, sungguh nama yang
mengganggu pikiran, setelah sekian lama bertanya ternyata kembali di landa
perasaan cemburu. Bagaimanapun juga meski sudah beranak dua dan tubuhnya mulai
melebar Ratuku masih terlihat oke apalagi jika sudah berdandan dan berpakaian
modis seperti hari ini, tadi di pusat perbelanjaan sempat ku pergoki lelaki
setengah baya (tapi berpakaian necis ala anak muda) terus mencuri-curi
pandangan ke arahnya, harus kuakui secara jujur jika sosok Aldo memang menarik,
tatapannya sangat kuat seolah memiliki daya magis yang tentunya bisa
meruntuhkan hati banyak perempuan hal yang membuatku khawatir saat ini mantan
kekasih Ratu bersetatus masih sigle sungguh angat berbahaya! aku takut jika perasaan yang pernah terjalin
diantara mereka bersemi lagi dengan magnet pesonanya yang tak terbantahkan,
bukanlah yang mustahil jika ratu kembali tergoda aku benar-benar tak rela jika
istriku diusik karena Ratu kini adalah milikku sepenuhnya milikku, tak bisa di
ganggu gugat oleh siapa pun ,termasuk Aldo.
Dua hari kemudian Vina dan Vino sudah tidur pulas di
kamar mereka sedari tadi, Ratu kini hanya berdua duduk-duduk di taman belakang
menikmati cerahnya malam di langit beribu bintang bertaburan, rembulan nampak
begitu manis dengan wajahnya yang keperakan malam yang indah, kutatap wajah di
sebelahku Ratu kembali mengenakan gaun biru tanpa lengan berbahan kaus
bergambar sepasang merpati yang tengah memadu kasih cantik, pelan-pelan
kulingkarkan lengan di bahunya ia tak menolak bahkan menyandarkan kepalanya
padaku aroma manis buah- buahan dari rambutnya yang legam langsung menerobos
indra penciumanku . Kini kusendirian dalam sepi malam, dalam hening kepalaku
menengadah, kutatap rembulan perak dan
bintang-bintang di angkasa sudah
tak lagi seindah saat kupandang bersama ratu, memungut bantal yang dibuang
Ratu, melangkah ke dalam rumah mencari Ratu tidak kelihatan di kamar kami juga
tidak ada. Segera ku tuju kamar anak-anak, satu satunya tempat yang belum ku
sambangi, Aldo kudesiskan nama itu dengan geram betapa sulit menepisnya dari
fikiran gara-gara dia malam yang semula kuharap bisa berlangsung romantis jadi
kelabu, gara-gara dia kembali bertengkar dengan Ratu dan terpaksa tidur
sendirian lagi. Gara- gara dia,
biar pun dalam sekali bertemu sejujurnya tak menyukainya rasanya takkan pernah
bisa suka ma Aldo.
Hari
libur ingin sekali dapat bersantai-santai di rumah, bisa bebas melakukan apa
saja yang kusuka dan melepaskan diri dari segala tekanan serta rutinitas,
dirumah saja tak perlu pergi kemana-mana ,aroma lezat masakan dari dapur
menerobos masuk sampai ke lubang hidungku, membuatnya bergerak mengendus-endus
sungguh menggoda selera, aromanya saja sudah lezat apalagi rasanya, Ratu yang
sibuk menghadapi kompor memutar tubuh spatula masih di tangannya melihat
keberadaanku ia langsung tersenyum, saat itu Ratu mengangkat telefon dari
temannya, apa yang mereka perbincangkan, aku terus mengamati dan berusaha menajamkan
pendengaran, tak dapat kudapati jelas suara Ratu kalah bersaing dengan blender
yang sedang di oprasikan Bik Sumi , ia sedang membuat jus segar di sebaskom
jambu biji masak , jus yang sangat di gemari dan Ratu . Ratu masih terus
berbincang aku terdehem-dehem keras sengaja, Ratu menoleh baru sadar jika
sedari tadi kegiatannya kuperhatikan segera ia akhiri percakapan dan
menghampiriku, melihat reaksiku tak kuduga Ratu terpingkal-pingkal aku
terbatuk-batuk panjang dan cukup lama sama sekali bukan karena penyakit atau
virus mataku terus membesar sebentar lagi akan melompat dari tempatnya. Ratu
buru-buru mengambil air putih untukku kutepis ia lalu menepuk-nepuk pelan
punggungku sampai batukku reda, nanti sore Aldo mau berkunjung ke sini bukan
sendirian, tapi berdua dengan calon istrinya, aku mengenalnya , namanya Riana
dia adik kelasku dua angkatan saat SMA, tujuan mereka ke sini mau nganterin
undangan pernikahan, aku ikut senang
setelah sekian lama akhirnya mereka jadi menikah juga, suara Ratu
terdengar tulus , ia lalu cerita jika Aldo pernah punya jasa besar terhadap
keluarganya pernah ikut membantu biaya oprasi dan pengobatan meskipun akhirnya
papa Ratu tetap meninggal karena gagal ginjal dari siang Ratu dibantu Bik Sumi
sudah sibuk mempersiapkan segala sesuatu dalam rangka menyambut kehadiran
tamu-tamu istimewa Ratu, bersih-bersih dan merapikan rumah, bikin kue, juga
memasak hidangan nan spesial untuk dinner nanti, pukul delapan belas lebih tiga
puluh menit, ia keluar dari kamar, sudah dalam keadaan segar dan cantik. Ratu
mematut-matut mukanya di depan cermin oval yang ada di ruangan, padahal aku
yakin benar jika ia telah melakukannya di dalam kamar.
Bel
berbunyi tepat pukul delapan tiga puluh menit, lewat setengah jam dari yang di
janjikan Aldo, Ratu menarik lenganku, memaksaku untuk menyambut tamu-tamu
pentingnya si bintang iklan pesta gigi berdiri tegak di depan pintu, bibirnya
menyunggingkan sebaris senyuman begitu melihat kami, malam ini penampilan rapi
sekali, lebih tampan dari yang pertama kulihat kalau. Seseorang perempuan
berdiri di samping Aldo menggamit mesra lengan kirinya tentunya Riana, sang
calon mempelai Aldo, dia cantik sekali, ramping, tinggi sekali, dandannya
modis, stylish menggunakan gaun panjang ketat berwarna merah marun dengan ramah
Ratu mempersiapkan masuk para tamunya, walau istriku pernah bilang kenal baik
dengan Riana, tak bisa di tutupi ada kesan canggung di antara mereka berdua,
terutama Riana, kami sudah berada di ruang tamu. Aldo, Ratu dan Riana saling
bertukar cerita tentang masalah-masalah sekolah karier juga teman-teman lama,
Ratu tak lupa bercerita Vina dan Vino yang sudah tidur di temani Bik Sumi tak
seperti dalam perjumpaan sebelumnya ,hari ini Aldo selalu memanggil nama
istriku dengan benar ,supaya tak terkesan seperti kambing congek dalam diamku
mengamati Riana dan memberi penilaian Riana sungguh up to date sangat modern
dan berkelas, rambutnya sepanjang bahu, bergelombang hanya di bagian bawah,
warnanya bukan hitam, warna yang menurutku bukan asli dari lahir postur tubuhnya seperti
model-model yang biasa ada di majalah wanita terkenal, tapi terlalu kurus
menurutku, aku mengembuskan nafas lega saat mendengar Ratu dengan sangat halus
menolak permintaan Aldo untuk menjadi panitia dalam pesta mereka, alasannya
tepat Vina dan Vino dan kelegaanku makin
bertambah ketika Aldo dan Riana akhirnya berpamitan.
Tiga
minggu kemudian warna merah pada kalender
hari Minggu pagi-pagi Ratu sudah berdandan istimewa kami sudah sampai
tujuan pesta pernikahan yang eksklusif, pesta kebun yang sangat mewah biaya
pasti besar, karena sudah mempunyai gambaran sebelumnya, mereka kan pernah
membahasnya di rumah, tamu yang datang tak terlalu banyak sekitar seratus orang
saja, sepertinya pilihan sepertinya yang mereka undang hanyalah orang-orang yang
memiliki pendekatan khusus ( atau pernah dekat seperti Ratu) dengan kedua mempelai, tak tertarik untuk
menceritakan secara detil segala hal yang berkaitan dengan Aldo.
Teman-teman
ku (lagi-lagi) terbahak, bikin tambah penasaran dudung bahkan sampai memegangi
perutnya yang nyaris tak berdaging saking kurusnya, dia yang tadi menjadi topik pembicaraan.
Sekarang kami, para kaum lelaki di kantor mempunyai hobi baru, apalagi jika
bukan membahas perihal Silvana, semua mengakui kelebihan perempuan itu dari sisi
fisik, wajah nan jelita serta bentuk tubuh yang indah proporsional, kulitnya
bersih bak pualam, semua yang dimilikinya sedap di pandang mata belum lagi
kepinterannya dalam memadu padankan busana, ia memang memiliki banyak kelebihan
yang memanjakan matanya terutama mata kami-kami ini, selain itu Silvana juga
ramah, dalam perjalanan Silvana bercrita jika tadi sempat di tawarkan tumpangan
pula oleh beberapa orang kantor dia
tolak karena tak menyangka jika ternyata akan kesulitan mendapatkan taksi. Mata
indah Silvana bergerak menatapku selama beberapa detik sebelum menjawab,
sepanjang perjalanan kami terus berbincang-bincang ringan, dari urusan kantor
sampai ke hal-hal lain terasa akrab tak ada kecangguhan lagi , seperti layaknya
orang yang suda lama saling kenal.
Kulihat
Dudung yang sedang terduduk lesu di kursinya bertelekan siku, sebelah tangannya
yang lain menggaruk garuk kepala, Dudung meringis-ringis kecut bibir tipisnya
lalu mulai berbunyi , ternyata bukan masalah kartu kredit lagi yang sedang
membebaninya. Lelaki bertubuh ceking itu baru setahun menikah, masih seumur
jagung namun kata Dudung kehidupan rumah tangganya tak lagi semanis madu,
perangai istrinya sekarang jauh berbeda, Lilis yang dahulu lemah lembut, tak
pernah marah, melarangnya ini dan itu cemburuan pula, banyak perbuatan Dudung
yang tak disukai dan dilarang keras dilakukan , jika mereka tengah bersama.
Silvana memiliki perhatian khusus terhadapku
bukan mengada-ada, ada alasan kenapa aku sampai berpikir demikian, sejak
mengantarnya sore itu ia kerap bertandang ke ruangan dan mampir mejaku, bukan
meja Roy atau yang lain ia tak segan-segan menghampiri menyapaku atau mengajak
berbincang –bincang jika kebetulan waktunya sedang senggang bahkan sengaja
datang hanya untuk mengantarkan makanan untukku, yang katanya buatan pernah
beberapa kali kupergoki ia sedang memandangiku secara diam-diam.
Mataku
bergerak, memandang kosong langit-langit kamar yang tetap bisu, dalam kegelapan
ku paksa lagi pikiran untuk mengusir bayangan Silvana namun sungguh sulit,
kedekatanku dengan Silvana berdampak bagus pada semangat kerjaku di
kantor, makin rajin dan tak pernah
datang terlambat, apalagi pekerjaanku bahkan sekarang ia kerap memuji-mujiku di
depan rekan-rekan pula hal yang sebelumnya ku anggap tak mungkin.
Roy
baru selesai cerita jika habis di labrak di depan umum, gara-gara ke pergok
merayu perempuan lain, Roy lalu mengatakan, jika kemarin melihat fotoku
terpajang manis di ruang tamu rumah Silvana, sepulang kantor Roy memberanikan
diri untuk mengantarnya pulang tentu saja tak langsung percaya (perihal fotoku)
tapi Roy berusaha menyakinkan, bicaranya seperti tak sedang bergurau otak ini
tak bisa di ajak berkonsentrasi lagi, ternyata dugaanku dan Togar benar aku dan
Togar saat ini sedang berada di sebuah rumah makan padang langganan kami.
Kesetiaan
sebagai suami tak perlu diragukan luar biasa, aku pun mengenal baik istrinya
dari segi fisik Nelly sangat biasa, pendek ,berkulit gelap, jauh sekali jika di
bandingkan dengan Ratu, Togar yang bertampang sangat maco begitu mencintainya.
Sesuai dengan janjiku pada Togar , kata-kata Togar seakan seperti terbawa oleh
angin, otakku seolah mengalami masalah
kurang bisa berfikir dengan jernih lagi , ia pasti tidak siap dengan
pertanyaanku yang tiba-tiba , sebagai perempuan tentu sangat malu untuk
mengatakannya secara terus terang, seperti dugaanku semula perasaan senang
melingkupi hatiku, kulirik Silvana yang masih menundukkan kepala kearah jendela,
menit demi menit telah berlalu, Silvana belum juga berganti posisi, biasanya tidak
pernah, biasanya hanya bersedih diantarkan sampai pertigaan. Gerimis
berjatuhan, ketika kami sampai di sebuah rumah tidak begitu besar tapi asri,
Silvana mendorong cepat-cepat pintu pagar besi yang rupanya tak terkunci kearah
dalam, setengah berlari di depan pintu kayu jati Silvana berogoh-rogoh tas,
mengeluarkan anak kunci dan memasukkannya ke lubang kecil yang ada pada daun
pintu, selama dekat dengannya tak pernah sekalipun menunjukkan sikap berpakaian
atau bertingkah laku di luar batas-batas asusila dan kesopanan, mataku terpaku,
kupandangi lekat-lekat, lebih detail, Mas Hananto, Mas Hananto kakak kandung
saya, kami dua bersaudara, Mas Han sudah di panggil oleh sang maha pencipta dua
tahun lalu, sesaat setelah menghadiri wisuda saya kecelakaan pesawat, bukan
pada saat sedang bertugas, waktu hendak menyelesaikan beasiswanya ke Jerman
pesawatnya hancur dan jenazahnya tidah bisa di identifikasi, kami dulu dekat
sekali, sampai sekarang, rasanya masih teramat sulit bagi saya untuk menerima
kenyataan kalau Mas Han sebenarnya sudah tidak ada. Bibirku kering dan lidahku
kaku, kini semua terang benderang perhatian Silvana, tatapannya yang dalam
alasannya tak lain dan tak bukan, karena Hananto.
Tak
perlu menunggu lama keinginan Silvana segera terpenuhi, beberapa hari kemudian
dapat berkenalan dengan istri dan anak-anak, ketika kami sama-sama menghadiri
resepsi pernikahan putri direktur di hotel Sangrila, namun kedatangannya tidak
sendirian, baru kutahu ternyata Silvana
telah bertunangan dengan seorang tentara yang berdinas di kota Magelang dia
bernama Satria, mata Silvana berbinar tak dapat menyembunyikan kebahagiaan saat
menyebutkan sang tunangannya betapa nama yang sesuai dengan sosoknya , gagah,
tegap, kejutan dari Silvana untukku ternyata belum berakhir, ia juga
mengabarkan rencananya untuk melangsungkan
pernikahan dengan Satria akhir tahun ini, diam-diam aku menjauh ,
disebelah Silvana, Satria nampak asyik bercanda dengan Vina dan Vino tawa riang
terdengar sekali dari bibir ke tiganya. Tampaknya Satria pencinta anak-anak,
Dudung telah kerepotan menenangkan Lilis yang sepertinya sedang ngambek, Togar
dan Nelly seperti biasanya, tampak mesra dan harmonis, dengan bangganya Roy
berjalan kesana ke mari memperkenalkan kekasih barunya yang berprofesi sebagai
bintang iklan (salep penyakit kulit), tak begitu jauh dari panggung pelaminan,
tangan mereka terus bertautan erat, seakan tak mau saling melepaskan sedetik
jua membuatku jadi tersenyum-senyum sendiri, dasar pengantin baru coba lima
tahun yang akan datang, masihkah akan seperti ini, menjadi sepasang suami istri
dan hidup rukun, bahagia sampai akhir hayat. Saat dalam perjalanan pulang
anak-anak tertidur, kelelahan sekaligus kekenyangan, sedangkan Ratu tak banyak
bicara padahal biasanya sehabis menghadiri sebuah pesta pasti banyak
kicauannya.
Sepulang
kantor kudapati wajah Ratu kayak sayur asam kebanyakan asam ia hanya menjawab
singkat –singkat saat kutanya, kuraih kalender meja di sampping tempat tidur
tanggal 20, Kamis kliwon jadi ingat sekarang hari ini tanggal 20 Oktober
tanggal kelahiran Ratu kupandangi wajahnya, kini genangan air merebak dan mulai
mengalir pelan-pelan kami berdua menikmati makan malam di sebuah restoran dalam
suasana temaram ditemani oleh pendar cahaya lilin yang alunan musik nan lembut,
setelah itu mengajaknya menonton film drama percintaan yang juga romantis,
jenis film yang di sukai Ratu, selama film berlangsung tangan Ratu terus berada
di dalam genggamanku ia juga menyadarkan kepalanya di bahuku, rambutnya
mengeluarkan aroma yang enak sekali, harum membawa kenangan demi kenangan masa
lalu kudapati matanya berkaca-kaca, apakah begitu karena terhanyut oleh jalan
cerita film atau karena hadiahku yang sangat tak sangka-sangka, yang pasti
malam ini Ratu begitu manis, bukan saja dari sisi wajah dan penampilan, tapi
juga sikapnya ternyata ada kalanya ia tak bawel seperti malam ini. Keceriaan
yang telah di rasakan Ratu berimbas baik padaku sebagai gantinya Ratu memberiku
balasan yang sangat spesial, but sory, aku tak bisa menceritakan secera detail.
Sudah
beberapa hari merasa tak enak badan padahal tak pernah kehujanan kupikir
mungkin karena terlalu lama bekerja, sebenarnya kepingin sekali bisa mengambil
cuti walau tau tak kulakukan tak enak mengajukannya lantaran pekerjaan di
kantor sedang banyak-banyaknya hampir setiap pulang membawa keluhan kadang
pusinglah, perut mual- mual, perut kembung , hidung mampet, atau badan
pegel-pegel kemarin sepulang kantor Ratu mengeroki punggungku sampai kini bekas
merahnya masih jelas tapi badan ini masih juga terasa tidak enak Ratu
mengangguk sangat jelas, wajahnya terlihat tenang matanya yang bundar terus
menyorotkan kebahagiaan mataku membelalak terbayang malam nan romantis setelah
hari ulangtahunnya, yupz tak salah lagi, saat itulah kejadiannya, benar-benar
scok yang makin mengesalkan, di kehamilannya kali ini Ratu jadi manja dan
perengek tak seperti pada dua kehamilan terdahulu permintaannya macam-macam
kadang terlalu mengada-ada alias ngak masuk akal, keterlaluan coba kamu
banyangkan apa tidak mengada-ada namanya jika kali ini memintaku Ratu minta
dibuatkan rujak katanya lagi kepingin sekali, namanya sedang nyidam, harus
dituruti , kalau ngak nanti banyinya setelah lahir bisa ileran terus-terusan,
dengan berat hati kuturuti keinginan Ratu Vina dan Vino tertawa ketika melihatku
kerepotan ketika mencari-cari bumbu di dapur benar-benar menyebalkan ngak
berperasaan coba kamu bayangkan setelah bersusah paya, ia hanya memakannya
beberapa iris, Ratu sudah tak kelihatan cepat-cepat kusuruh Bik Sumi membawanya
pulang aku tak mau melihatnya lagi, bikin kesel.
Hari
Minggu ini Ratu memintaku menemaninya berbelanja, kami pergi ke sebuah
hipermarket terkenal sekeluarga, kini berada di area sayuran segar, setelah itu
bertemu dengan Maya, Ratu berseru sangat girang ke dua perempuan itu pun saling
berpelukan erat, cipika-cipiki juga, denger-denger gossip , tapi aku prihatin
sekali , karena ada teman kita yang akan bercerai lagi, dia adalah Aldo Padahal pernikahannya dengan Riana baru
seumur jagung, Riana terlalu berambisi dengan karirnya, ia memaksa Aldo untuk
mengikutinya pindah ke New York, Aldo ngak mau ngak bisa meningglkan tanggung
jawab pada perusahaan yang diamanatkan keluarganya.
Ketika
usia kehamilan Ratu bertambah, manjanya bukan berkurang malah kian menjadi
lebih cerewet juga, Sabtu ini Ratu minta kutemani ke dokter, sungguh ngak tau
bagaimana lagi mengungkapkan perasaanku, dokter kandungan yang bisa memeriksa
Ratu menyatakan jika kemungkinan besar kehamilannya kembar. Sejak tau bakal
memiliki anak kembar kekesalanku pada Ratu makin bertambah.
Tepat
pukul delapan, kutepuk bahu Dudung tadi siang teman-teman kembali menagih janji
yang belum sempat kupenuhi traktir makan-makanan dan hang out sebagai perayaan
atas promosiku, Togar tidak bisa ikut sudah pulang sejak jam lima sore tadi
katanya Nelly sedang kurang sehat, pukul tiga dinihari saat hendak ke kamar
kecil ku buka ponsel, dan betapa terkejutnya ada empat belas missed calls di
sana, tiga dari Togar, sisanya dari Ratu, tiba-tiba perasaanku jadi tidak enak,
tidak biasanya ia menelfonku berkali-kali, sebanyak itu, ingin buru-buru sampai
di rumah, kulihat halaman rumah yang banyak air, hidungku mencium aroma menyengat bau gosong,
bau benda habis terbakar, kulihat asap berwarna hitam masih menggumpal dari
cela-cela jendela rumahku, Pak Seno menarik nafasnya dalam-dalam ia mengatakan
bahwa beberapa jam yang lalu api hampir saja menghanguskan rumahmu beruntung
pemadam kebakaran segera datang, hanya sebagaian ruang keluarga dan kamar
anak-anak yang terbakar, kalu terlambat sedikit saja entahlah , tak bisa
langsung menemui Ratu karena masih dalam penanganan dokter satu jam kemudian
seorang perawat memanggilku Ratu terbaring di ranjang hatiku terenyuh namun
lega, aku menyesal dan merasa sangat-sangat bersalah kalau saja aku mau meluangkan
waktu untuk sejenak untuk memeriksa kabel-kabel di atas plafon atau menyuruh
orang lain untuk melakukannya, kalau saja aku memenuhi permintaannya menemani
ke dokter, beberapa jam kemudia Ratu sadar lagi namun seperti sebelumnya ia
menangis pilu saat mengetahui perutnya yang tak lagi berisi bayi-bayinya.
No comments:
Post a Comment