Wednesday, November 20, 2013

SINOPSIS NOVEL RATUKU BAWEL KARYA ANNORA PUTRI


REALITAS DALAM NOVEL RATUKU BAWEL
KARYA ANNORA PUTRI : KAJIAN STRUKTURAL
Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Apresiasi prosa Fiksi
Dosen Pengampu        : Syamsun, M.A.







Oleh
Widiarti Indah Cahyani
(NIM : 5.11.06.13.0.016)


PROGRAM STUDI BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS ISLAM MAJAPAHIT
MOJOKERTO
2013



Sinopsis dalam Novel Ratuku Bawel Karya Annora Putri
 Sepertinya ada yang harus di print ulang karena bentuknya yang tak rapi, sangat gemas kuplototi Vino ia buru-buru menyembunyikan diri di balik tubuh Ratu. Air mata putra bungsuku kami meleleh satu per satu, Ratu menyekanya dengan jemari dengan kelembutan bidadari, sesungguhnya kusesalkan adalah sikapnya yang telah menghakimiku tanpa mau berfikir secara bijaksana. Vina lagi kepengen banget berenang dan main air terjun, posisi putri sulugku kini makin dekat, wajahnya memandang dengan penuh berjuta harapan, kemarin hujan turun lumayan deras, pasti di jalan-jalan becek, daripada beres- beres rumah dan menjaga putra  bungsuku yang selalu usil, kebanyakan ulah, nyaris tak pernah bisa diam, belum mengerti kalau dinasehati dan kerjanya bikin rumah berantakan seperti kapal pecah, tentu saja jalan –jalan bersama putriku adalah pilihan yang lebih baik, Vina sudah lebih mudah diatur dibandingkan adiknya.
Sesampainya di kolam renang ternyata Tuhan hanya memperkenakanku untuk menjaga Vina, tak seperti biasanya yang selalu ramai di hari libur, yang kutemui disana hanyalah beberapa lelaki berperut buncit, segerombolan anak-anak lelaki (usia SMP) dan tiga perempuan yang memang betul ada tiga perempuan di sana, berbekini warna-warni pula tiga perempuan yang dari postur tubuhnya, bahasa, gaya dan cara mereka berbicara, membuat yakin jika pernah menempuh pendidikan saat negeri tercinta ini masih di jajah oleh bangsa Belanda, tiga perempuan yang langsung melotot galak.
 Ratu sudah bersusah payah hampir seharian, karena ingin membuat kue ulang tahun sepesial sesuai dengan pesanan, sampai ia rela menyerahkan pengasuhan Vina dan Vino ke tangan Bik Sumi, Bik Sumi adalah pembantu kami yang pulang pergi setiap hari karena rumahnya tidak begitu jauh dengan rumah kami, sejak  kehadirannya si gadis ceria tapi lembut, supel, cerdas, adik kelas dua angkatan tapi beda fakultas, gadis cantik yang aku sayang, kini tutur lembutnya telah berubah 180 derajat, menjadi cerewet abis, alias bawel mintak ampun, gadis itu adalah mantan pacarku Ratu Dyah Prameshwari, yang sesuai dengan namanya kini menjadi seorang Ratu , Ratu rumah tangga dan ibu dari anak-anakku. Tahun demi tahun pernikahan kami telah kami lalui bersama dalam suka dan duka, ada manis terkadang asam bahkan pahit, dan yang sangat kusayangkan Ratuku kini telah berubah seperti yang sudah  kuceritakan, sekarang nyaris tak pernah lagi bertutur kata manis dan lembut kepadaku, hal yang kerap dilakukan saat kami masih menjadi sepasang kekasih dan di tahun-tahun pertama pernikahan. Ratu yang sekarang adalah perempuan yang menurutku sangat menyebalkan, bawel sekali kerap membuatku kesal dan tak nyaman ,yang kulakukan ucap salah dimatanya entahlah mengapa bisa begitu, hampir tak ada satu pun hari berlalu dengan aman tanpa gerutan ataupun omelannya, berbeda sekali dengan yang dulu, terutama jika sedang mengenakan gaun tidur berbahan sutra biru berendra putih yang kubelikan saat sebelum kami berangkat menuju Lombok untuk berbulan madu, tapi itu saat-saat seperti kini sangat jarang terjadi kini lebih sering berhadapan dengan sosoknya yang menyebalkan.  Aneh tapi nyata , berbeda dengan cara memperlakukanku, Ratu selalu bisa sangat lembut terhadap Vina dan Vino, kesabarannya menurutku luar biasa rasa-rasanya nyaris tak pernah melihatnya marah, senyum manis dan tatapan penuh cintanya senantiasa tersedia untuk anak-anak yang menurutku sering kali berperilaku mengesalkan. Perjalanan panjang   yang sangat melelahkan tepat pukul sepuluh akhirnya sampai juga di kantor, berjalan mengendap-endap bersuara tanpa suara memasuki ruangan, seperti pencuri yang takut perbuatannya di ketahui oleh orang lain, sebuah tepukan sangat keras dari blakang membuat jantungku nyaris berhenti berdetak Togar Nasution si batak satu ini hampir saja membuatku mengucapkan selamat tinggal pada dunia.
Begitu sampai depan rumah kupencet bel yang terpasang dekat pagar tak ada yang datang setelah lima kali memencet barulah pintu terbuka, sementara Vina dan Vino langsung berebut hendak membawakan tas Handoko,  kuluruskan kaki sambil menyadarkan punggung ke kursi makan kubelai-belai mesra perut yang kekenyangan, pepes ikan mas, tempe goreng, kerupuk, sayur asam, tak lupa sambel trasi yang pedasnya membuat lidahku terus bergoyang dan mukaku basah keringetan, sungguh nikmat dari tempat duduk kupandang Ratu yang asyik membacakan dongeng untuk anak-anak di sova panjang wajahnya cerah putri sulungku kelihatan begitu menyimak setiap kata demi kata yang diucapkan Ratu sesekali bertanya jika ada yang kurang jelas, kadang menirukan suara Ratu sambil tertawa-tawa manja, sedangkan Vino seperti biasanya tetap tak mau diam, tanggannya kerap bergerak kesana ke mari bahkan beberapa kali berusaha menarik-narik buku dari tangan Ratu, tarikan-tarikan yang tak begitu jelas kerap kudengar menginterupsi dongeng, tetapi kulihat Ratuku tetap sabar tetap senyumm berusaha menenangkan Vino ajaib suara lembutnya berhasil membuat anak itu terdiam dan kembali duduk manis di pangkuannya.
Kembali mataku tertuju ke Ratu baru menyadari jika ada sesuatu yang berbeda padanya petang ini terlihat lebih menarik gaun biru tanpa lengan berbahan kaos, bergambar sepasang kekasih yang telah memadu kasih membuat kulit bersihnya lebih bercahaya, gaun itu menampakkan keindahan tubuhnya yang lebih berisi semenjak kelahiran Vino selama menyusui sampai annakku genap berusia dua tahun (sebulan lalu) ia memang belum berupaya menurunkan berat badan, duhai alangkah cantiknya Ratu kalau sedang seperti itu, jantungku mulai berdegup-degup lebih kencang saat Ratu menyuguhkan secangkir teh manis hangat di depanku  kusentuh punggung tangannya keharuman nan lembut meruak, dari tubuh juga rambutnya yang tergerai mengusik indra penciumanku kuhirup wangi itu diam-diam.
Tangis Vino masih terdengar nyaring suasana jadi berisik sekali mendadak kepalaku berdenyut-denyut bayangan indah akan bermesraan dengan istriku malam ini nyaris punah, tak lama kemudian pemandangan yang ada di depanku sungguh membuat terperangah ajaib entah apa yang telah dilakukan, Ratu kulihat Vina dan Vino sudah rukun kembali mereka tengah tertawa-tawa mendengarkan bacaan cerita bunda denyut di kepalaku, makin terasa rasa kantuk yang sangat menyerang harapanku pupus sudah tak sanggup menunggu lebih lama dari pada terus menantikan Ratu yang tak jelas kapan urusannya dengan anak-anak akan selesai lebih baik, kutinggalkan kamar anak-anak, kujatuhkan diri di ranjang setelah memadamkan lampu  lambat-lambat dalam kegelapan telingaku masih bisa menangkap suara hujan di luar sana.
Ratu begitu mudah mengajak anak-anak bermain permainan apa saja mereka selalu terlihat senang dan juga antusias, tiba-tiba terlintas sebuah ide tak mungkin di tolak karena kami pernah melakukannya beberapa waktu lalu dan berhasil membuat anak-anak senang, segera kuraih ponsel kusetel musik dengan volume keras mulutku mulai ikut berdendang kugoyang tubuh meliuk-liuk ke kiri kanan , depan juga belakang, dengan gerakan-gerakan jenaka gerakan apa saja yang kusuka Vino langsung bereaksi melompat turun dari kursi dan menirukan gerakanku Vina tertawa terbahak-bahak gusi-gusi merah jambunya sampai terlihat dua anak itu kini menghampiriku, mengikuti semua yang kulakukan Vina dan Vino terus bergaya sungguh lucu, membuatku terpingkal-pingkal, bibir mungil Vina ikut mengeluarkan suara, nyaring ternyata anak itu jauh lebih hafal lirik lagunya di banding aku, sementara Vino mengikuti sepotong-sepotong dengan suara yang juga nyaring tanpa tak jelas, dua hari lalu Bu Tari (wali kelas Vina) lapor bahwa, Vina menyanyikan lagu yang barusan sambil berjoget heboh di lapangan sehabis upacara jadi pusat perhatian dan di kerumuni oleh teman-temannya.
Hari ini Togar menumpang mobil Handoko, mobil tua yang selama ini sering di bangga-banggakan sebagai mobil antik sedang ngadat  dan terpaksa harus menjalani rawat inap di bengkel, sampai waktu yang belum bisa di tentukan, adanya Togar tentu saja membuatku senang, jadi memiliki teman untuk menghabiskan macet di perjalanan yang menjemukan, dari kantor arah rumah Togar searah denganku, ia tinggal di Pondok Gede.
Sepanjang perjalanan menuju pusat perbelanjaan bibir kami berempat terus bersenandung, ternyata lagu anak-anak lama-lama enak juga dinyanyikan, irama dan syair lagu-lagu itu juga bisa membuat hati menjadi riang dan aku mulai dapat menikmati seperti  Vina dan Vino menyanyi bersemangat, Ratu tersenyum wajahnya tampak puas senang karena usahanya telah membuahkan hasil tak memerlukan waktu terlalu banyak  untuk menghafal banyak lagu, daya ingatku masih cukup bagus mungkin kepinteran Vina menurun dariku , di dekat pintu masuk Maal dan berjanji untuk menjumpai mereka di tempat yang telah sama-sama kami sepakati kubawa mobilku menuju area parkir yang di hari libur ini begitu padat, ditambah lagi sekarang tanggal mudah susah sekali mencari tempat yang lowong setelah lebih dari lima belas menit berputar -putar  baru bisa mendapatkannya dilantai empat itu pun karena ada mobil lain yang kebetulan keluar , hari ini berencana membeli beberapa belai kemeja dan celana panjang, Vino melirik tampang sang kakak mengikuti dengan gerakan yang nyaris sempurna, bibirnya maju satu senti dan tangan di silang di depan dada, anak-anak terlihat sangat gembira mereka sibuk dan bersemangat menghadapi donat masing-masing, mulut-mulut mungil mereka penuh warna coklat, putih , dan merah belepotan, menghiasi wajah, Vina tergeletak melihat gigi Vino yang berubah warna menjadi kecoklatan, mataku yang mulai terkejup membuka sedikit, kepala Ratu di depanku juga bergerak sedikit mendongak samar-samar, diantara kantuk sosok bayangan tinggi bergerak mendekati kami kini sosok itu sudah berdiri di samping meja di sisi kanan Ratu, wangi tubuh yang sangat maskulin dan eksklusif menerobos leluasa ke indera penciumanku setengah memaksa kubuka mata, ternyata bukan hanya bentuk tubuh yang proposional, lelaki berkaos polos putih dipadu jins biru tua itu juga memiliki wajah yang nyaris sempurna. Ratu terlihat kaget, namun tak lama sempat kutangkap  binar di matanya saat menyebutkan sebaris nama “ Aldo ” lelaki itu tersenyum sangat lebar, tanpa canggung memperlihatkan barisan giginya yang putih dan cemerlang, yang seketika itu juga mengingatkanku pada sebuah iklan pasta gigi terkenal di televisi dengan gerak spontan, ia meraih telapak tangan istriku, menjabatnya erat-erat kehadirannya telah membunuh rasa kantuk yang sebelumnya nyaris menguasai mataku dan seluruh perhatianku mereka asyik bercakap-cakap sampai tak peduli atas keberadaanku. Si bintang iklan pasta gigi masih berbicara sambil menatap wajah istriku, tatapan yang dalam sebagai laki-laki normal arti tatapan seperti itu aliran darah dikepalaku pun mengalir lebih cepat menghela nafas dan berdahem, Aldo menjabat erat tangganku, rasa tak nyaman makin memenuhi dadaku.
Kuperhatikan sejak kehadiran Aldo senyum berkali-kali hadir di bibir Ratu membuatku menjadi senewen sendiri, tapi berusaha setengah mati untuk tetap sabar, tahunya dia selama ini di luar negeri, dia teman lamaku saat SMA, Ratu mengeja tulisan di kertas, bibir bagus Aldo mengembang lagi gigi-giginya yang sungguh cocok buat iklan pasta gigi kembali dipamerkan, menyebalkan  meski sama-sama lelaki  tak memungkiri  jika dia memang sangat menawan, buru – buru membuang muka dan menghembuskan nafas yang senang, ketika tanpa terduka kembali dengan Aldo, saat menuju area parkir di tangannya tergantung beberapa kantung belanjaan bermotif toko-toko kartun yang saat ini sedang di gemari anak-anak dia menghampiri kami, merogoh salah satu kantung belanjaannya setelah menyerahkan mobil balap mini yang sangat keren pada Vino, ia memakaikan sesuatu ke kepala anakku, Vino tak berkedip memandangi mainan warna biru metalik di tangannya, ekspresi Aldo terlihat puas ternyata topi yang di pakai Vino sangat pas, setelah itu Aldo memberikan barbie kepada Vina, dada ini rasanya seperti ada yang menonjok.
Meski sangat berbeda kelas,  mobil Aldo dan mobilku memiliki kesamaan berwarna biru,  juga kartu nama kami, mungkin hanya kebetulan bisa jadi  warna faforit kami sama,  tidak birunya berbeda sama sekali tidak sama, merasa sangat tidak nyaman dengan kesamaan ini. Dalam perjalanan pulang Vina dan Vino tertidur tampaknya kelelahan setelah sempat menikmati beberapa permainan di play ground wajah mereka puas, tak menyembunyikan keinginanku yang sedemikian besar, terus mendesak-desak memenuhi seluruh dada ini , mengunci mulutku rapat-rapat tak berani bertanya lagi meskipun nama lelaki itu masih terus bergema memenuhi kepala, sungguh nama yang mengganggu pikiran, setelah sekian lama bertanya ternyata kembali di landa perasaan cemburu. Bagaimanapun juga meski sudah beranak dua dan tubuhnya mulai melebar Ratuku masih terlihat oke apalagi jika sudah berdandan dan berpakaian modis seperti hari ini, tadi di pusat perbelanjaan sempat ku pergoki lelaki setengah baya (tapi berpakaian necis ala anak muda) terus mencuri-curi pandangan ke arahnya, harus kuakui secara jujur jika sosok Aldo memang menarik, tatapannya sangat kuat seolah memiliki daya magis yang tentunya bisa meruntuhkan hati banyak perempuan hal yang membuatku khawatir saat ini mantan kekasih Ratu bersetatus masih sigle sungguh angat berbahaya!  aku takut jika perasaan yang pernah terjalin diantara mereka bersemi lagi dengan magnet pesonanya yang tak terbantahkan, bukanlah yang mustahil jika ratu kembali tergoda aku benar-benar tak rela jika istriku diusik karena Ratu kini adalah milikku sepenuhnya milikku, tak bisa di ganggu gugat oleh siapa pun ,termasuk Aldo.
Dua hari kemudian Vina dan Vino sudah tidur pulas di kamar mereka sedari tadi, Ratu kini hanya berdua duduk-duduk di taman belakang menikmati cerahnya malam di langit beribu bintang bertaburan, rembulan nampak begitu manis dengan wajahnya yang keperakan malam yang indah, kutatap wajah di sebelahku Ratu kembali mengenakan gaun biru tanpa lengan berbahan kaus bergambar sepasang merpati yang tengah memadu kasih cantik, pelan-pelan kulingkarkan lengan di bahunya ia tak menolak bahkan menyandarkan kepalanya padaku aroma manis buah- buahan dari rambutnya yang legam langsung menerobos indra penciumanku . Kini kusendirian dalam sepi malam, dalam hening kepalaku menengadah, kutatap rembulan perak dan  bintang-bintang di angkasa  sudah tak lagi seindah saat kupandang bersama ratu, memungut bantal yang dibuang Ratu, melangkah ke dalam rumah mencari Ratu tidak kelihatan di kamar kami juga tidak ada. Segera ku tuju kamar anak-anak, satu satunya tempat yang belum ku sambangi, Aldo kudesiskan nama itu dengan geram betapa sulit menepisnya dari fikiran gara-gara dia malam yang semula kuharap bisa berlangsung romantis jadi kelabu, gara-gara dia kembali bertengkar dengan Ratu dan terpaksa tidur sendirian lagi. Gara- gara dia, biar pun dalam sekali bertemu sejujurnya tak menyukainya rasanya takkan pernah bisa suka ma Aldo.
Hari libur ingin sekali dapat bersantai-santai di rumah, bisa bebas melakukan apa saja yang kusuka dan melepaskan diri dari segala tekanan serta rutinitas, dirumah saja tak perlu pergi kemana-mana ,aroma lezat masakan dari dapur menerobos masuk sampai ke lubang hidungku, membuatnya bergerak mengendus-endus sungguh menggoda selera, aromanya saja sudah lezat apalagi rasanya, Ratu yang sibuk menghadapi kompor memutar tubuh spatula masih di tangannya melihat keberadaanku ia langsung tersenyum, saat itu Ratu mengangkat telefon dari temannya, apa yang mereka perbincangkan, aku terus mengamati dan berusaha menajamkan pendengaran, tak dapat kudapati jelas suara Ratu kalah bersaing dengan blender yang sedang di oprasikan Bik Sumi , ia sedang membuat jus segar di sebaskom jambu biji masak , jus yang sangat di gemari dan Ratu . Ratu masih terus berbincang aku terdehem-dehem keras sengaja, Ratu menoleh baru sadar jika sedari tadi kegiatannya kuperhatikan segera ia akhiri percakapan dan menghampiriku, melihat reaksiku tak kuduga Ratu terpingkal-pingkal aku terbatuk-batuk panjang dan cukup lama sama sekali bukan karena penyakit atau virus mataku terus membesar sebentar lagi akan melompat dari tempatnya. Ratu buru-buru mengambil air putih untukku kutepis ia lalu menepuk-nepuk pelan punggungku sampai batukku reda, nanti sore Aldo mau berkunjung ke sini bukan sendirian, tapi berdua dengan calon istrinya, aku mengenalnya , namanya Riana dia adik kelasku dua angkatan saat SMA, tujuan mereka ke sini mau nganterin undangan pernikahan, aku ikut senang  setelah sekian lama akhirnya mereka jadi menikah juga, suara Ratu terdengar tulus , ia lalu cerita jika Aldo pernah punya jasa besar terhadap keluarganya pernah ikut membantu biaya oprasi dan pengobatan meskipun akhirnya papa Ratu tetap meninggal karena gagal ginjal dari siang Ratu dibantu Bik Sumi sudah sibuk mempersiapkan segala sesuatu dalam rangka menyambut kehadiran tamu-tamu istimewa Ratu, bersih-bersih dan merapikan rumah, bikin kue, juga memasak hidangan nan spesial untuk dinner nanti, pukul delapan belas lebih tiga puluh menit, ia keluar dari kamar, sudah dalam keadaan segar dan cantik. Ratu mematut-matut mukanya di depan cermin oval yang ada di ruangan, padahal aku yakin benar jika ia telah melakukannya di dalam kamar.
Bel berbunyi tepat pukul delapan tiga puluh menit, lewat setengah jam dari yang di janjikan Aldo, Ratu menarik lenganku, memaksaku untuk menyambut tamu-tamu pentingnya si bintang iklan pesta gigi berdiri tegak di depan pintu, bibirnya menyunggingkan sebaris senyuman begitu melihat kami, malam ini penampilan rapi sekali, lebih tampan dari yang pertama kulihat kalau. Seseorang perempuan berdiri di samping Aldo menggamit mesra lengan kirinya tentunya Riana, sang calon mempelai Aldo, dia cantik sekali, ramping, tinggi sekali, dandannya modis, stylish menggunakan gaun panjang ketat berwarna merah marun dengan ramah Ratu mempersiapkan masuk para tamunya, walau istriku pernah bilang kenal baik dengan Riana, tak bisa di tutupi ada kesan canggung di antara mereka berdua, terutama Riana, kami sudah berada di ruang tamu. Aldo, Ratu dan Riana saling bertukar cerita tentang masalah-masalah sekolah karier juga teman-teman lama, Ratu tak lupa bercerita Vina dan Vino yang sudah tidur di temani Bik Sumi tak seperti dalam perjumpaan sebelumnya ,hari ini Aldo selalu memanggil nama istriku dengan benar ,supaya tak terkesan seperti kambing congek dalam diamku mengamati Riana dan memberi penilaian Riana sungguh up to date sangat modern dan berkelas, rambutnya sepanjang bahu, bergelombang hanya di bagian bawah, warnanya bukan hitam, warna yang menurutku bukan asli  dari lahir postur tubuhnya seperti model-model yang biasa ada di majalah wanita terkenal, tapi terlalu kurus menurutku, aku mengembuskan nafas lega saat mendengar Ratu dengan sangat halus menolak permintaan Aldo untuk menjadi panitia dalam pesta mereka, alasannya tepat Vina dan Vino  dan kelegaanku makin bertambah ketika Aldo dan Riana akhirnya berpamitan.
Tiga minggu kemudian warna merah pada kalender  hari Minggu pagi-pagi Ratu sudah berdandan istimewa kami sudah sampai tujuan pesta pernikahan yang eksklusif, pesta kebun yang sangat mewah biaya pasti besar, karena sudah mempunyai gambaran sebelumnya, mereka kan pernah membahasnya di rumah, tamu yang datang tak terlalu banyak sekitar seratus orang saja, sepertinya pilihan sepertinya yang mereka undang hanyalah orang-orang yang memiliki pendekatan khusus ( atau pernah dekat seperti Ratu)  dengan kedua mempelai, tak tertarik untuk menceritakan secara detil segala hal yang berkaitan dengan Aldo.
Teman-teman ku (lagi-lagi) terbahak, bikin tambah penasaran dudung bahkan sampai memegangi perutnya yang nyaris tak berdaging saking kurusnya,  dia yang tadi menjadi topik pembicaraan. Sekarang kami, para kaum lelaki di kantor mempunyai hobi baru, apalagi jika bukan membahas perihal Silvana, semua mengakui kelebihan perempuan itu dari sisi fisik, wajah nan jelita serta bentuk tubuh yang indah proporsional, kulitnya bersih bak pualam, semua yang dimilikinya sedap di pandang mata belum lagi kepinterannya dalam memadu padankan busana, ia memang memiliki banyak kelebihan yang memanjakan matanya terutama mata kami-kami ini, selain itu Silvana juga ramah, dalam perjalanan Silvana bercrita jika tadi sempat di tawarkan tumpangan pula oleh beberapa orang kantor  dia tolak karena tak menyangka jika ternyata akan kesulitan mendapatkan taksi. Mata indah Silvana bergerak menatapku selama beberapa detik sebelum menjawab, sepanjang perjalanan kami terus berbincang-bincang ringan, dari urusan kantor sampai ke hal-hal lain terasa akrab tak ada kecangguhan lagi , seperti layaknya orang yang suda lama saling kenal.
Kulihat Dudung yang sedang terduduk lesu di kursinya bertelekan siku, sebelah tangannya yang lain menggaruk garuk kepala, Dudung meringis-ringis kecut bibir tipisnya lalu mulai berbunyi , ternyata bukan masalah kartu kredit lagi yang sedang membebaninya. Lelaki bertubuh ceking itu baru setahun menikah, masih seumur jagung namun kata Dudung kehidupan rumah tangganya tak lagi semanis madu, perangai istrinya sekarang jauh berbeda, Lilis yang dahulu lemah lembut, tak pernah marah, melarangnya ini dan itu cemburuan pula, banyak perbuatan Dudung yang tak disukai dan dilarang keras dilakukan , jika mereka tengah bersama.
 Silvana memiliki perhatian khusus terhadapku bukan mengada-ada, ada alasan kenapa aku sampai berpikir demikian, sejak mengantarnya sore itu ia kerap bertandang ke ruangan dan mampir mejaku, bukan meja Roy atau yang lain ia tak segan-segan menghampiri menyapaku atau mengajak berbincang –bincang jika kebetulan waktunya sedang senggang bahkan sengaja datang hanya untuk mengantarkan makanan untukku, yang katanya buatan pernah beberapa kali kupergoki ia sedang memandangiku secara diam-diam.
Mataku bergerak, memandang kosong langit-langit kamar yang tetap bisu, dalam kegelapan ku paksa lagi pikiran untuk mengusir bayangan Silvana namun sungguh sulit, kedekatanku dengan Silvana berdampak bagus pada semangat kerjaku di kantor,  makin rajin dan tak pernah datang terlambat, apalagi pekerjaanku bahkan sekarang ia kerap memuji-mujiku di depan rekan-rekan pula hal yang sebelumnya ku anggap tak mungkin.
Roy baru selesai cerita jika habis di labrak di depan umum, gara-gara ke pergok merayu perempuan lain, Roy lalu mengatakan, jika kemarin melihat fotoku terpajang manis di ruang tamu rumah Silvana, sepulang kantor Roy memberanikan diri untuk mengantarnya pulang tentu saja tak langsung percaya (perihal fotoku) tapi Roy berusaha menyakinkan, bicaranya seperti tak sedang bergurau otak ini tak bisa di ajak berkonsentrasi lagi, ternyata dugaanku dan Togar benar aku dan Togar saat ini sedang berada di sebuah rumah makan padang langganan kami.
Kesetiaan sebagai suami tak perlu diragukan luar biasa, aku pun mengenal baik istrinya dari segi fisik Nelly sangat biasa, pendek ,berkulit gelap, jauh sekali jika di bandingkan dengan Ratu, Togar yang bertampang sangat maco begitu mencintainya. Sesuai dengan janjiku pada Togar , kata-kata Togar seakan seperti terbawa oleh angin, otakku  seolah mengalami masalah kurang bisa berfikir dengan jernih lagi , ia pasti tidak siap dengan pertanyaanku yang tiba-tiba , sebagai perempuan tentu sangat malu untuk mengatakannya secara terus terang, seperti dugaanku semula perasaan senang melingkupi hatiku, kulirik Silvana yang masih menundukkan kepala kearah jendela, menit demi menit telah berlalu, Silvana belum juga berganti posisi, biasanya tidak pernah, biasanya hanya bersedih diantarkan sampai pertigaan. Gerimis berjatuhan, ketika kami sampai di sebuah rumah tidak begitu besar tapi asri, Silvana mendorong cepat-cepat pintu pagar besi yang rupanya tak terkunci kearah dalam, setengah berlari di depan pintu kayu jati Silvana berogoh-rogoh tas, mengeluarkan anak kunci dan memasukkannya ke lubang kecil yang ada pada daun pintu, selama dekat dengannya tak pernah sekalipun menunjukkan sikap berpakaian atau bertingkah laku di luar batas-batas asusila dan kesopanan, mataku terpaku, kupandangi lekat-lekat, lebih detail, Mas Hananto, Mas Hananto kakak kandung saya, kami dua bersaudara, Mas Han sudah di panggil oleh sang maha pencipta dua tahun lalu, sesaat setelah menghadiri wisuda saya kecelakaan pesawat, bukan pada saat sedang bertugas, waktu hendak menyelesaikan beasiswanya ke Jerman pesawatnya hancur dan jenazahnya tidah bisa di identifikasi, kami dulu dekat sekali, sampai sekarang, rasanya masih teramat sulit bagi saya untuk menerima kenyataan kalau Mas Han sebenarnya sudah tidak ada. Bibirku kering dan lidahku kaku, kini semua terang benderang perhatian Silvana, tatapannya yang dalam alasannya tak lain dan tak bukan, karena Hananto.
Tak perlu menunggu lama keinginan Silvana segera terpenuhi, beberapa hari kemudian dapat berkenalan dengan istri dan anak-anak, ketika kami sama-sama menghadiri resepsi pernikahan putri direktur di hotel Sangrila, namun kedatangannya tidak sendirian, baru kutahu  ternyata Silvana telah bertunangan dengan seorang tentara yang berdinas di kota Magelang dia bernama Satria, mata Silvana berbinar tak dapat menyembunyikan kebahagiaan saat menyebutkan sang tunangannya betapa nama yang sesuai dengan sosoknya , gagah, tegap, kejutan dari Silvana untukku ternyata belum berakhir, ia juga mengabarkan rencananya untuk melangsungkan  pernikahan dengan Satria akhir tahun ini, diam-diam aku menjauh , disebelah Silvana, Satria nampak asyik bercanda dengan Vina dan Vino tawa riang terdengar sekali dari bibir ke tiganya. Tampaknya Satria pencinta anak-anak, Dudung telah kerepotan menenangkan Lilis yang sepertinya sedang ngambek, Togar dan Nelly seperti biasanya, tampak mesra dan harmonis, dengan bangganya Roy berjalan kesana ke mari memperkenalkan kekasih barunya yang berprofesi sebagai bintang iklan (salep penyakit kulit), tak begitu jauh dari panggung pelaminan, tangan mereka terus bertautan erat, seakan tak mau saling melepaskan sedetik jua membuatku jadi tersenyum-senyum sendiri, dasar pengantin baru coba lima tahun yang akan datang, masihkah akan seperti ini, menjadi sepasang suami istri dan hidup rukun, bahagia sampai akhir hayat. Saat dalam perjalanan pulang anak-anak tertidur, kelelahan sekaligus kekenyangan, sedangkan Ratu tak banyak bicara padahal biasanya sehabis menghadiri sebuah pesta pasti banyak kicauannya.
Sepulang kantor kudapati wajah Ratu kayak sayur asam kebanyakan asam ia hanya menjawab singkat –singkat saat kutanya, kuraih kalender meja di sampping tempat tidur tanggal 20, Kamis kliwon jadi ingat sekarang hari ini tanggal 20 Oktober tanggal kelahiran Ratu kupandangi wajahnya, kini genangan air merebak dan mulai mengalir pelan-pelan kami berdua menikmati makan malam di sebuah restoran dalam suasana temaram ditemani oleh pendar cahaya lilin yang alunan musik nan lembut, setelah itu mengajaknya menonton film drama percintaan yang juga romantis, jenis film yang di sukai Ratu, selama film berlangsung tangan Ratu terus berada di dalam genggamanku ia juga menyadarkan kepalanya di bahuku, rambutnya mengeluarkan aroma yang enak sekali, harum membawa kenangan demi kenangan masa lalu kudapati matanya berkaca-kaca, apakah begitu karena terhanyut oleh jalan cerita film atau karena hadiahku yang sangat tak sangka-sangka, yang pasti malam ini Ratu begitu manis, bukan saja dari sisi wajah dan penampilan, tapi juga sikapnya ternyata ada kalanya ia tak bawel seperti malam ini. Keceriaan yang telah di rasakan Ratu berimbas baik padaku sebagai gantinya Ratu memberiku balasan yang sangat spesial, but sory, aku tak bisa menceritakan secera detail.
Sudah beberapa hari merasa tak enak badan padahal tak pernah kehujanan kupikir mungkin karena terlalu lama bekerja, sebenarnya kepingin sekali bisa mengambil cuti walau tau tak kulakukan tak enak mengajukannya lantaran pekerjaan di kantor sedang banyak-banyaknya hampir setiap pulang membawa keluhan kadang pusinglah, perut mual- mual, perut kembung , hidung mampet, atau badan pegel-pegel kemarin sepulang kantor Ratu mengeroki punggungku sampai kini bekas merahnya masih jelas tapi badan ini masih juga terasa tidak enak Ratu mengangguk sangat jelas, wajahnya terlihat tenang matanya yang bundar terus menyorotkan kebahagiaan mataku membelalak terbayang malam nan romantis setelah hari ulangtahunnya, yupz tak salah lagi, saat itulah kejadiannya, benar-benar scok yang makin mengesalkan, di kehamilannya kali ini Ratu jadi manja dan perengek tak seperti pada dua kehamilan terdahulu permintaannya macam-macam kadang terlalu mengada-ada alias ngak masuk akal, keterlaluan coba kamu banyangkan apa tidak mengada-ada namanya jika kali ini memintaku Ratu minta dibuatkan rujak katanya lagi kepingin sekali, namanya sedang nyidam, harus dituruti , kalau ngak nanti banyinya setelah lahir bisa ileran terus-terusan, dengan berat hati kuturuti keinginan Ratu Vina dan Vino tertawa ketika melihatku kerepotan ketika mencari-cari bumbu di dapur benar-benar menyebalkan ngak berperasaan coba kamu bayangkan setelah bersusah paya, ia hanya memakannya beberapa iris, Ratu sudah tak kelihatan cepat-cepat kusuruh Bik Sumi membawanya pulang aku tak mau melihatnya lagi, bikin kesel.
Hari Minggu ini Ratu memintaku menemaninya berbelanja, kami pergi ke sebuah hipermarket terkenal sekeluarga, kini berada di area sayuran segar, setelah itu bertemu dengan Maya, Ratu berseru sangat girang ke dua perempuan itu pun saling berpelukan erat, cipika-cipiki juga, denger-denger gossip , tapi aku prihatin sekali , karena ada teman kita yang akan bercerai lagi, dia adalah  Aldo Padahal pernikahannya dengan Riana baru seumur jagung, Riana terlalu berambisi dengan karirnya, ia memaksa Aldo untuk mengikutinya pindah ke New York, Aldo ngak mau ngak bisa meningglkan tanggung jawab pada perusahaan yang diamanatkan keluarganya.
Ketika usia kehamilan Ratu bertambah, manjanya bukan berkurang malah kian menjadi lebih cerewet juga, Sabtu ini Ratu minta kutemani ke dokter, sungguh ngak tau bagaimana lagi mengungkapkan perasaanku, dokter kandungan yang bisa memeriksa Ratu menyatakan jika kemungkinan besar kehamilannya kembar. Sejak tau bakal memiliki anak kembar kekesalanku pada Ratu makin bertambah.
Tepat pukul delapan, kutepuk bahu Dudung tadi siang teman-teman kembali menagih janji yang belum sempat kupenuhi traktir makan-makanan dan hang out sebagai perayaan atas promosiku, Togar tidak bisa ikut sudah pulang sejak jam lima sore tadi katanya Nelly sedang kurang sehat, pukul tiga dinihari saat hendak ke kamar kecil ku buka ponsel, dan betapa terkejutnya ada empat belas missed calls di sana, tiga dari Togar, sisanya dari Ratu, tiba-tiba perasaanku jadi tidak enak, tidak biasanya ia menelfonku berkali-kali, sebanyak itu, ingin buru-buru sampai di rumah, kulihat halaman rumah yang banyak air,  hidungku mencium aroma menyengat bau gosong, bau benda habis terbakar, kulihat asap berwarna hitam masih menggumpal dari cela-cela jendela rumahku, Pak Seno menarik nafasnya dalam-dalam ia mengatakan bahwa beberapa jam yang lalu api hampir saja menghanguskan rumahmu beruntung pemadam kebakaran segera datang, hanya sebagaian ruang keluarga dan kamar anak-anak yang terbakar, kalu terlambat sedikit saja entahlah , tak bisa langsung menemui Ratu karena masih dalam penanganan dokter satu jam kemudian seorang perawat memanggilku Ratu terbaring di ranjang hatiku terenyuh namun lega, aku menyesal dan merasa sangat-sangat bersalah kalau saja aku mau meluangkan waktu untuk sejenak untuk memeriksa kabel-kabel di atas plafon atau menyuruh orang lain untuk melakukannya, kalau saja aku memenuhi permintaannya menemani ke dokter, beberapa jam kemudia Ratu sadar lagi namun seperti sebelumnya ia menangis pilu saat mengetahui perutnya yang tak lagi berisi bayi-bayinya.


No comments:

Post a Comment