Saturday, March 15, 2014

KETRAMPILAN DALAM BERBAHASA


Pengetahuan Bahasa dan Keterampilan/Kemahiran Berbahasa
Masyarakat sering bertanya-tanya mengapa lulusan SD tidak bisa membuat tulisan yang runtut, lulusan SLTP tidak bisa menulis surat kepada orang tuanya dengan bahasa yang baik dan benar, lulusan SLTA tidak bisa membuat laporan kegiatan, lulusan perguruan tinggi tidak bisa membuat skripsi dengan benar. Jawabannya gampang sekali yaitu karena mereka memang tidak diajarkan oleh guru bahasanya membuat kalimat yang runtut, membuat surat kepada orang lain, membuat laporan kegiatan, dan membuat karangan ilmiah/skripsi. Mengapa guru bahasanya tidak mengajarkan materi yang sangat penting tersebut? Karena mereka dulu waktu sekolah juga tidak diajarkan materi seperti itu dan kurikulum Bahasa Indonesia-nya juga tidak ada materi-materi seperti itu. Lantas apa yang mereka ajarkan kepada siswanya? Yang mereka ajarkan adalah kaidah kebahasaan, lafal, intonasi, kosa kata, jenis kata, bentuk dan struktur kalimat, istilah, definisi konsep, dan teori kebahasaan. Misal apotik adalah …, bus, truk, dan minibus adalah termasuk jenis angkutan …, Amir memukul anjing: Amir adalah …, memukul adalah …, dan anjing adalah …, fabel adalah …, prosa narasi adalah …, kata majemuk adalah …, kesehatan adalah termasuk kata …, lawan kata sedih adalah …, yang dimaksud sinonim adalah …, dan seterusnya. Karena materi ini yang diajarkan guru kepada siswanya maka siswa tak pernah mampu membuat kalimat yang runtut, membuat surat, membuat laporan, dan membuat karangan ilmiah/skripsi! Materi seperti itu sangat pas bagi siswa yang hobi mengisi teka-teki silang!
Semua materi yang termasuk kaidah kebahasaan, lafal, intonasi, kosa kata, jenis kata, bentuk dan struktur kalimat, imbuhan, istilah, definisi konsep, dan teori kebahasaan disebut pengetahuan kebahasaan. Pengetahuan kebahasaan inilah yang ditekankan oleh aliran pengajaran bahasa tradisional yang mengacu pada teori bahasa Latin yang berambisi untuk diilmiahkan melalui pendekatan logika Aristoteles.  Berangkat dari kerangka pikir inilah maka pelajaran bahasa pada masa lalu selalu dimulai dengan rumus-rumus ala matematika seperti tenses dalam bahasa Inggris, nahwu sorof dalam bahasa Arab, dan tata bahasa dalam Bahasa Indonesia . Di negara-negara maju pendekatan saintifik/ilmiah seperti itu sudah ditinggalkan sejak tahun 1970-an. Namun di Indonesia meskipun kurikulum bahasa 1994 sudah meninggalkannya tapi praktik pengajarannya masih tak beranjak dari pendekatan tradisional tersebut.
Saat ini para pakar bahasa telah sepakat bahwa bahasa itu bukan konsep-konsep kebahasaan seperti SPOK, kata benda, kata sifat, kata keterangan, imbuhan, sinonim, antonim, homofonim, dan seterusnya tapi alat/media untuk mengekpresikan pikiran, gagasan, dan maksud. Sedangkan konsep-konsep kebahasaan tersebut adalah alat untuk mendukung penyampaian pikiran, gagasan, dan maksud sehingga apa yang disampaikan menjadi baik dan benar. Berangkat dari pemikiran ini Kurikulum Bahasa Indonesia  1994 memberi pengertian bahasa adalah salah satu alat komunikasi. Melalui bahasa manusia dapat saling berhubungan (berkomunikasi), saling berbagi pengalaman, saling belajar dari yang lain, dan meningkatkan kemampuan intelektual. Mata pelajaran bahasa dan sastra Indonesia adalah program untuk mengembangkan pengetahuan, keterampilan berbahasa, dan sikap positip terhadap Bahasa Indonesia.       
Jadi, mata pelajaran Bahasa Indonesia adalah suatu program pengajaran yang mengembangkan 3 aspek: 1) pengetahuan bahasa, 2) keterampilan berbahasa, 3) sikap positip/apresiatif terhadap Bahasa Indonesia.
Pengetahuan bahasa adalah pengetahuan kebahasaan yang mencakup kaidah kebahasaan, lafal, intonasi, kosa kata, jenis kata, bentuk dan struktur kalimat, imbuhan, istilah, definisi konsep, dan teori kebahasaan kaidah kebahasaan, lafal, intonasi, kosa kata, jenis kata, bentuk dan struktur kalimat, imbuhan, istilah, definisi konsep, dan teori kebahasaan;
Keterampilan berbahasa adalah kemampuan menangkap pikiran, gagasan, dan maksud orang lain dan/atau menyampaikan pikiran, gagasan, dan maksudnya kepada orang lain; dan sikap positip terhadap Bahasa Indonesia  adalah sikap menghargai Bahasa Indonesia  sebagai bahasa nasional dan ilmiah. Selanjutnya dalam Kurikulum 1994 pengetahuan bahasa dimasukkan dalam kebahasaan, keterampilan berbahasa dimasukkan dalam pemahaman dan penggunaan, dan sikap positip terhadap Bahasa Indonesia dimasukkan dalam apresiasi sastra Indonesia. Sedangkan dalam KBK 2004 dan SI 2006 pengetahuan bahasa menyatu dengan keterampilan berbahasa yang terdiri atas mendengarkan, berbicara, dan membaca, dan menulis tersebut. Artinya guru bahasa Indonesia harus pandai memasukkan pengetahuan bahasa ke dalam pembelajaran keterampilan berbahasa khususnya dalam bacaan. Begitu dengan apresiasi sastra. Nah, dalam sastra ini, guru harus bisa memilih materi sastra untuk mengembangkan keterampilan berbahasa tersebut.
Sesuai dengan pengertian bahasa sebagai alat komunikasi maka Kurikulum Bahasa Indonesia 1994 menitik beratkan pada keterampilan berbahasa yang dibuktikan dengan butir-butir pembelajaran yang isinya tak lain adalah kegiatan berbahasa. Sehubungan dengan keterampilan berbahasa tersebut maka agar siswa memiliki kemampuan tersebut maka ia harus menguasai kompetensi-kompetensi berikut:
1)      Mampu menangkap gagasan orang lain (kemampuan ini disebut kemampuan receptive yang dalam Kurikulum Bahasa Indonesia 1994 diterjemahkan  dengan istilah pemahaman. Dalam KBK 2004 dan SI 2006 masuk kelompok mendengarkan dan membaca)
2)      Mampu menyampaikan gagasannya sendiri kepada orang lain (kemampuan ini disebut kemampuan productive yang dalam Kurikulum Bahasa Indonesia 1994 diterjemahkan dengan istilah penggunaan. Dalam KBK 2004 dan 2006 masuk kelompok berbicara dan menulis).
Kemampuan receptive/pemahaman diperoleh melalui:
1)    mendengarkan/menyimak;
2)    membaca.
Sedangkan kemampuan productive/penggunaan diperoleh melalui:
1)    berbicara;
2)    menulis.
Dengan demikian, modal utama siswa agar menguasai keterampilan berbahasa adalah:
1)    Harus mampu menangkap apa yang didengar/disimak dari:
a)    orang berbicara;
b)    orang bertanya;
c)    orang bercakap-cakap;
d)    orang membaca;
e)    orang berdiskusi;
f)     orang bercerita;
g)    orang mendongeng;
h)   orang berpidato;
i)     dikte dari guru/orang lain;
j)      orang/alat memberi pengumuman;
k)    radio/tape recorder/televisi;
l)     telepon.
2)    Harus mampu memahami isi apa yang dibaca dari:
a)    buku;
b)    surat kabar/majalah;
c)    tabloit;
d)    buletin;
e)    selebaran;
f)     pamflet;
g)    iklan;
h)   spanduk;
i)     pengumuman;
3)    Harus mampu menuliskan apa yang dipikirkan, digagas, dan dimaksudkan kepada  orang lain dalam bentuk:
a)    pesan singkat;
b)    berita/informasi;
c)    surat;
d)    karangan;
e)    ringkasan cerita;
f)     catatan penting;
4)    Harus mampu menyampaikan gagasaan, pikiran, dan maksud kepada  orang lain secara lisan misalnya:
a)    berbicara;
b)    bertanya;
c)    bercakap-cakap;
d)    berdiskusi;
e)    bercerita;
f)     menyampaikan pesan;
g)    melakukan wawancara;
h)   mendongeng;
i)     berpidato;
j)      memberi pengumuman;
k)       menelpon.
Secara singkat pembelajaran bahasa dengan titik tekan pada keterampilan berbahasa berarti mengajarkan kemampuan:
1)    Mendengarkan/menyimak;
2)    Berbicara;
3)    Membaca;
4)    Menulis.
Secara operasional mengajarkan keterampilan berbahasa pada aspek mendengarkan/menyimak misalnya: dengarkan cerita Pak Guru dan pahami isinya, dengarkan dan pahami isinya dongeng Kancil dan Buaya yang disampaikan temanmu, dengarkan dan pahami isinya pengumuman yang disampaikan lewat pengeras suara, dan lain-lain. Untuk aspek membaca misalnya: bacalah dan pahami isinya teks bacaan,  bacalah cerita pendek pada majalah Bobo halaman 5 dan pahami isinya, bacalah dan pahami maksudnya spanduk yang melintang di jalan raya depan sekolah, dan seterunysa. Untuk aspek menulis, misalnya: tulislah perjalananmu dari rumah ke sekolah, tulislah pesan kepada temanmu bahwa kamu nanti sore akan menelpon, tulislah pengalamanmu waktu pergi ke Jakarta, dan seterusnya. Untuk aspek berbicara misalnya: minta izinlah ke belakang dengan bahasa yang baik dan benar,  telponlah temanmu bahwa nanti sore di sekolah ada kegiatan Pramuka dan ia diminta datang, bertanyalah kepada petugas di terminal yang isinya kamu ingin menanyakan bus mana yang menuju Yogyakarta, sampaikan pesan Pak Guru kepada Kepala Sekolah bahwa Pak Guru pulang lebih awal, laporlah kepada Kepala Sekolah bahwa jam pelajaran ke-4-5 tidak ada yang mengajar, dan seterusnya.
Namun demikian, materi kebahasaan tetap diajarkan juga. Hanya fungsinya bukan lagi sebagai materi utama seperti pengajaran sebelum Kurikulum 1994 tapi hanya berfungsi sebagai pendukung keterampilan berbahasa. Dengan dukungan materi kebahasaan maka kegiatan berbahasa siswa atau keterajmpilan berbahasanya menjadi benar atau sesuai dengan kaidah kebahasaan.
Jika keempat aspek ini yang diajarkan maka pada akhir proses pembelajaran, siswa akan mampu menangkap informasi/pesan dari orang lain, memahami makna apa yang dibaca, menuliskan apa yang dipikirkan, dan menyampaikan pikiran, gagasan, dan maksudnya kepada orang lain secara lisan. Inilah yang disebut dengan keterampilan/kemahiran berbahasa. Jika materi ini yang diajarkan kepada siswa sejak kelas 1, maka siswa akan mampu menangkap informasi/pesan jika diajak bicara, mampu memahami apa yang dibaca, dan yang lebih penting lagi adalah mampu menuliskan pikiran/gagasan/maksudnya secara runtut dan logis secara tertulis dan lisan. Dengan demikian, tidak ada cerita lagi lulusan SD tidak bisa membuat kalimat yang runtut, lulusan SLTP tidak bisa membuat surat, lulusan SLTA tidak bisa membuat karangan/laporan, dan mahasiswa tidak bisa membuat skripsi.
Selain keterampilan berbahasa, Kurikukum 1994, KBK 2004 dan SI 2006 juga minta diajarkan apresiasi sastra, yaitu memberikan penghargaan yang tinggi pada karya-karya sastra demi mempertajam nilai rasa humanismenya. Pelajaran sastra sangat penting karena melalui pelajaran sastra, rohani siswa disentuh dengan nilai-nilai kemanusiaan sehingga akan menjadi manusia yang halus, peka, dan kasih terhadap sesama.
Dalam hal pembelajaran sastra tersebut banyak guru yang melenceng dari tujuan pembelajaran sastra. Perlu diketahui bahwa tujuan akhir dari pembelajaran sastra adalah peningkatan sikap dan perilaku siswa terhadap harkat dan martabat manusia dan nilai-nilai kemanusiaan. Dengan demikian, ranahnya adalah afeksi, bukan kognisi. Oleh karena itu, pembelajaran sastra yang membahas format, nama pengarang, nama tokoh, dan setting terjadinya peristiwa adalah tidak tepat.

Apa saja komponen komponen bahasa ?
4.      Apa kelemahan bahasa ?
5.      Bagaimanakah definisi logika dan manfaatnya ?
6.      Objek apa saja yang ada di dalam logika ?

2.1 ) DEFINISI BAHASA
Bahasa adalah alat komunikasi antara anggota masyarakat berupa simbol bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia. Mungkin ada yang keberatan dengan mengatakan bahwa bahasa bukan satu-satunya alat untuk mengadakan komunikasi. Mereka menunjukkan bahwa dua orang atau pihak yang mengadakan komunikasi dengan mempergunakan cara-cara tertentu yang telah disepakati bersama.  Lukisan-lukisan, asap api, bunyi gendang atau tong-tong dan sebagainya. Tetapi mereka itu harus mengakui pula bahwa bila dibandingkan dengan bahasa, semua alat komunikasi tadi mengandung banyak segi yang lemah.             
Bahasa memberikan kemungkinan yang jauh lebih luas dan kompleks daripada yang dapat diperoleh dengan mempergunakan media tadi. Bahasa haruslah merupakan bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia. Bukannya sembarang bunyi. Dan bunyi itu sendiri haruslah merupakan simbol atau perlambang.
2.2 )  ASPEK BAHASA                                                                                                      
Bahasa merupakan suatu sistem komunikasi yang mempergunakan simbol-simbol vokal (bunyi ujaran) yang bersifat arbitrer, yang dapat diperkuat dengan gerak-gerik badaniah yang nyata. Ia merupakan simbol karena rangkaian bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia harus diberikan makna tertentu pula. Simbol adalah tanda yang diberikan makna tertentu, yaitu  mengacu kepada sesuatu yang dapat diserap oleh panca indra.
Berarti bahasa mencakup dua bidang, yaitu vokal yang dihasilkan oleh alat ucap manusia, dan arti atau makna yaitu hubungan antara rangkaian bunyi vokal dengan barang atau hal yang diwakilinya,itu. Bunyi itu juga merupakan getaran yang merangsang alat pendengar kita (=yang diserap oleh panca indra kita, sedangkan arti adalah isi yang terkandung di dalam arus bunyi yang menyebabkan reaksi atau tanggapan dari orang lain). Arti yang terkandung dalam suatu rangkaian bunyi bersifat arbitrer atau manasuka. Arbitrer atau manasuka berarti tidak terdapat suatu keharusan bahwa suatu rangkaian bunyi tertentu harus mengandung arti yang tertentu pula. Apakah seekor hewan dengan ciri-ciri tertentu dinamakan anjing, dog, hund, chien atau canis itu tergantung dari kesepakatan anggota masyarakat bahasa itu masing-masing.
2.3 )  FUNGSI BAHASA                                                                           
Dalam berkomunikasi sehari-hari, salah satu alat yang paling sering digunakan adalah bahasa, baik bahasa lisan maupun bahasa tulis. Begitu dekatnya kita kepada bahasa, terutama bahasa Indonesia, sehingga tidak dirasa perlu untuk mendalami dan mempelajari bahasa Indonesia secara lebih jauh. Akibatnya, sebagai pemakai bahasa, orang Indonesia tidak terampil menggunakan bahasa. Suatu kelemahan yang tidak disadari.                                   
Komunikasi lisan atau nonstandar yang sangat praktis menyebabkan kita tidak teliti berbahasa. Akibatnya, kita mengalami kesulitan pada saat akan menggunakan bahasa tulis atau bahasa yang lebih standar dan teratur. Pada saat dituntut untuk berbahasa’ bagi kepentingan yang lebih terarah dengan maksud tertentu, kita cenderung kaku. Kita akan berbahasa secara terbata-bata atau mencampurkan bahasa standar dengan bahasa nonstandar atau bahkan, mencampurkan bahasa atau istilah asing ke dalam uraian kita. Padahal, bahasa bersifat sangat luwes, sangat manipulatif. Kita selalu dapat memanipulasi bahasa untuk kepentingan dan tujuan tertentu. Lihat saja, bagaimana pandainya orang-orang berpolitik melalui bahasa. Kita selalu dapat memanipulasi bahasa untuk kepentingan dan tujuan tertentu. Agar dapat memanipulasi bahasa, kita harus mengetahui fungsi-fungsi bahasa. Pada dasarnya, bahasa memiliki fungsi-fungsi tertentu yang digunakan berdasarkan kebutuhan seseorang, yakni sebagai alat untuk mengekspresikan diri, sebagai alat untuk berkomunikasi, sebagai alat untuk mengadakan integrasi dan beradaptasi sosial dalam lingkungan atau situasi tertentu, dan sebagai alat untuk melakukan kontrol sosial (Keraf, 1997: 3).Derasnya arus globalisasi di dalam kehidupan kita akan berdampak pula pada perkembangan dan pertumbuhan bahasa sebagai sarana pendukung pertumbuhan dan perkembangan budaya, ilmu pengetahuan dan teknologi. Di dalam era globalisasi itu, bangsa Indonesia mau tidak mau harus ikut berperan di dalam dunia persaingan bebas, baik di bidang politik, ekonomi, maupun komunikasi.  Konsep-konsep dan istilah baru di dalam pertumbuhan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) secara tidak langsung memperkaya khasanah bahasa Indonesia. Dengan demikian, semua produk budaya akan tumbuh dan berkembang pula sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi itu, termasuk bahasa Indonesia, yang dalam itu, sekaligus berperan sebagai prasarana berpikir dan sarana pendukung pertumbuhan dan perkembangan iptek itu (Sunaryo, 1993, 1995).                                                                                             
Menurut Sunaryo (2000 : 6), tanpa adanya bahasa (termasuk bahasa Indonesia) iptek tidak dapat tumbuh dan berkembang. Selain itu bahasa Indonesia di dalam struktur budaya, ternyata memiliki kedudukan, fungsi, dan peran ganda, yaitu sebagai akar dan produk budaya yang sekaligus berfungsi sebagai sarana berfikir dan sarana pendukung pertumbuhan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Tanpa peran bahasa serupa itu, ilmu pengetahuan dan teknologi tidak akan dapat berkembang. Implikasinya di dalam pengembangan daya nalar, menjadikan bahasa sebagai prasarana berfikir modern. Oleh karena itu, jika cermat dalam menggunakan bahasa, kita akan cermat pula dalam berfikir karena bahasa merupakan cermin dari daya nalar (pikiran).                                                   
Hasil pendayagunaan daya nalar itu sangat bergantung pada ragam bahasa yang digunakan. Pembiasaan penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar akan menghasilkan buah pemikiran yang baik dan benar pula. Kenyataan bahwa bahasa Indonesia sebagai wujud identitas bahasa Indonesia menjadi sarana komunikasi di dalam masyarakat modern. Bahasa Indonesia bersikap luwes sehingga mampu menjalankan fungsinya sebagai sarana komunikasi masyarakat modern. 
  Bahasa sebagai Alat Ekspresi Diri
Pada awalnya, seorang anak menggunakan bahasa untuk mengekspresikan kehendaknya atau perasaannya pada sasaran yang tetap, yakni ayah-ibunya. Dalam perkembangannya, seorang anak tidak lagi menggunakan bahasa hanya untuk mengekspresikan kehendaknya, melainkan juga untuk berkomunikasi dengan lingkungan di sekitarnya. Setelah kita dewasa, kita menggunakan bahasa, baik untuk mengekspresikan diri maupun untuk berkomunikasi. Seorang penulis mengekspresikan dirinya melalui tulisannya. Sebenarnya, sebuah karya ilmiah pun adalah sarana pengungkapan diri seorang ilmuwan untuk menunjukkan kemampuannya dalam sebuah bidang ilmu tertentu. Jadi, kita dapat menulis untuk mengekspresikan diri kita atau untuk mencapai tujuan tertentu.                          
Sebagai contoh lainnya, tulisan kita dalam sebuah buku,  merupakan hasil ekspresi diri kita. Pada saat kita menulis, kita tidak memikirkan siapa pembaca kita. Kita hanya menuangkan isi hati dan perasaan kita tanpa memikirkan apakah tulisan itu dipahami orang lain atau tidak. Akan tetapi, pada saat kita menulis surat kepada orang lain, kita mulai berpikir kepada siapakah surat itu akan ditujukan. Kita memilih cara berbahasa yang berbeda kepada orang yang kita hormati dibandingkan dengan cara berbahasa kita kepada teman kita.                      
Pada saat menggunakan bahasa sebagai alat untuk mengekspresikan diri, si pemakai bahasa tidak perlu mempertimbangkan atau memperhatikan siapa yang menjadi pendengarnya, pembacanya, atau khalayak sasarannya. Ia menggunakan bahasa hanya untuk kepentingannya pribadi. Fungsi ini berbeda dari fungsi berikutnya, yakni bahasa sebagai alat untuk berkomunikasi. Sebagai alat untuk menyatakan ekspresi diri, bahasa menyatakan secara terbuka segala sesuatu yang tersirat di dalam dada kita, sekurang-kurangnya untuk memaklumkan keberadaan kita.
 Unsur-unsur yang mendorong ekspresi diri antara lain :
a)      agar menarik perhatian orang  lain terhadap kita,
b)      keinginan untuk membebaskan diri kita dari semua tekanan emosi
Pada taraf  permulaan, bahasa pada anak-anak sebagian berkembang  sebagai alat untuk menyatakan dirinya sendiri (Gorys Keraf, 1997 :4).
  Bahasa sebagai Alat Komunikasi
Komunikasi merupakan akibat yang lebih jauh dari ekspresi diri. Komunikasi tidak akan sempurna bila ekspresi diri kita tidak diterima atau dipahami oleh orang lain. Dengan komunikasi pula kita mempelajari dan mewarisi semua yang pernah dicapai oleh nenek moyang kita, serta apa yang dicapai oleh orang-orang yang sezaman dengan kita.                         
Sebagai alat komunikasi, bahasa merupakan saluran perumusan maksud kita, melahirkan perasaan kita dan memungkinkan kita menciptakan kerja sama dengan sesama warga. Ia mengatur berbagai macam aktivitas kemasyarakatan, merencanakan dan mengarahkan masa depan kita (Gorys Keraf, 1997 : 4). Pada saat kita menggunakan bahasa sebagai alat komunikasi, kita sudah memiliki tujuan tertentu. Kita ingin dipahami oleh orang lain. Kita ingin menyampaikan gagasan yang dapat diterima oleh orang lain. Kita ingin membuat orang lain yakin terhadap pandangan kita. Kita ingin mempengaruhi orang lain. Lebih jauh lagi, kita ingin orang lain membeli hasil pemikiran kita. Jadi, dalam hal ini pembaca atau pendengar atau khalayak sasaran menjadi perhatian utama kita. Kita menggunakan bahasa dengan memperhatikan kepentingan dan kebutuhan khalayak sasaran kita.                                                                                                                                             
Pada saat kita menggunakan bahasa untuk berkomunikasi, antara lain kita juga mempertimbangkan apakah bahasa yang kita gunakan laku untuk dijual. Oleh karena itu, seringkali kita mendengar istilah “bahasa yang komunikatif”. Misalnya, kata makro hanya dipahami oleh orang-orang dan tingkat pendidikan tertentu, namun kata besar atau luas lebih mudah dimengerti oleh masyarakat umum. Kata griyamisalnya, lebih sulit dipahami dibandingkan kata rumah atau wismaDengan kata lain, kata besar, luas, rumah, wismadianggap lebih komunikatif karena bersifat lebih umum. Sebaliknya, kata-kata griya atau makro akan memberi nuansa lain pada bahasa kita, misalnya, nuansa keilmuan, nuansa intelektualitas, atau nuansa tradisional.                                                                                 
Bahasa sebagai alat ekspresi diri dan sebagai alat komunikasi sekaligus pula merupakan alat untuk menunjukkan identitas diri. Melalui bahasa, kita dapat menunjukkan sudut pandang kita, pemahaman kita atas suatu hal, asal usul bangsa dan negara kita, pendidikan kita, bahkan sifat kita. Bahasa menjadi cermin diri kita, baik sebagai bangsa maupun sebagai diri sendiri.
  Bahasa sebagai Alat Integrasi dan Adaptasi Sosial
Bahasa disamping sebagai salah satu unsur kebudayaan, memungkinkan pula manusia memanfaatkan pengalaman-pengalaman mereka, mempelajari dan mengambil bagian dalam pengalaman-pengalaman itu, serta belajar berkenalan dengan orang-orang lain. Anggota-anggota masyarakat  hanya dapat dipersatukan secara efisien melalui bahasa. Bahasa sebagai alat komunikasi, lebih jauh memungkinkan tiap orang untuk merasa dirinya terikat dengan kelompok sosial yang dimasukinya, serta dapat melakukan semua kegiatan kemasyarakatan dengan menghindari sejauh mungkin bentrokan-bentrokan untuk memperoleh efisiensi yang setinggi-tingginya. Ia memungkinkan integrasi (pembauran) yang sempurna bagi tiap individu dengan masyarakatnya (Gorys Keraf, 1997 : 5). Cara berbahasa tertentu selain berfungsi sebagai alat komunikasi, berfungsi pula sebagai alat integrasi dan adaptasi sosial. Pada saat kita beradaptasi kepada lingkungan sosial tertentu, kita akan memilih bahasa yang akan kita gunakan bergantung pada situasi dan kondisi yang kita hadapi. Kita akan menggunakan bahasa yang berbeda pada orang yang berbeda. Kita akan menggunakan bahasa yang nonstandar di lingkungan teman-teman dan menggunakan bahasa standar pada orang tua atau orang yang kita hormati.                                                                        
 Pada saat kita mempelajari bahasa asing, kita juga berusaha mempelajari bagaimana cara menggunakan bahasa tersebut. Misalnya, pada situasi apakah kita akan menggunakan kata tertentu, kata manakah yang sopan dan tidak sopan. Bilamanakah kita dalam berbahasa Indonesia boleh menegur orang dengan kata Kamu atau Saudara atau Bapak atau Anda? Bagi orang asing, pilihan kata itu penting agar ia diterima di dalam lingkungan pergaulan orang Indonesia. Jangan sampai ia menggunakan kata kamu untuk menyapa seorang pejabat. Demikian pula jika kita mempelajari bahasa asing. Jangan sampai kita salah menggunakan tata cara berbahasa dalam budaya bahasa tersebut. Dengan menguasai bahasa suatu bangsa, kita dengan mudah berbaur dan menyesuaikan diri dengan bangsa tersebut.
  Bahasa sebagai Alat Kontrol Sosial
  Sebagai alat kontrol sosial, bahasa sangat efektif. Kontrol sosial ini dapat diterapkan pada diri kita sendiri atau kepada masyarakat. Berbagai penerangan, informasi, maupun pendidikan disampaikan melalui bahasa. Buku-buku pelajaran dan buku-buku instruksi adalah salah satu contoh penggunaan bahasa sebagai alat kontrol sosial.                   
Ceramah agama atau dakwah merupakan contoh penggunaan bahasa sebagai alat kontrol sosial. Lebih jauh lagi, orasi ilmiah atau politik merupakan alat kontrol sosial. Kita juga sering mengikuti diskusi atau acara bincang-bincang (talk show) di televisi dan radio. Iklan layanan masyarakat atau layanan sosial merupakan salah satu wujud penerapan bahasa sebagai alat kontrol sosial. Semua itu merupakan kegiatan berbahasa yang memberikan kepada kita cara untuk memperoleh pandangan baru, sikap baru, perilaku dan tindakan yang baik. Di samping itu, kita belajar untuk menyimak dan mendengarkan pandangan orang lain mengenai suatu hal.                                                                                                                    
Contoh fungsi bahasa sebagai alat kontrol sosial yang sangat mudah kita terapkan adalah sebagai alat peredam rasa marah. Menulis merupakan salah satu cara yang sangat efektif untuk meredakan rasa marah kita. Tuangkanlah rasa dongkol dan marah kita ke dalam bentuk tulisan. Biasanya, pada akhirnya, rasa marah kita berangsur-angsur menghilang dan kita dapat melihat persoalan secara lebih jelas dan tenang.
2.4 ) KETERKAITAN BAHASA DAN FIKIRAN
Pada hakikatnya dalam kegiatan berkomunikasi terjadi proses memproduksi dan memahami ucapan.  Dapat dikatakan bahwa psikolinguistik adalah studi tentang mekanisme mental yang terjadi pada orang yang menggunakan bahasa, baik pada saat memproduksi atau memahami ujaran .Dengan kata lain, dalam penggunaan bahasa terjadi proses mengubah pikiran menjadi kode dan mengubah kode menjadi  pikiran. Ucapan merupakan sintesis dari proses pengubahan konsep menjadi kode, sedangkan pemahaman pesan tersebut hasil analisis kode.
Bahasa sebagai wujud atau hasil proses dan sebagai sesuatu yang diproses baik berupa   bahasa  lisan  maupun  bahasa  tulis,  sebagaimana  dikemukakan   oleh  Kempen (Marat, 1983: 5) bahwa Psikolinguistik adalah studi mengenai manusia sebagai pemakai bahasa, yaitu studi mengenai sistem-sistem bahasa yang  ada pada manusia yang dapat menjelaskan cara manusia dapat menangkap ide-ide orang lain dan bagaimana ia dapat mengekspresikan ide-idenya sendiri melalui bahasa, baik secara tertulis ataupun secara lisan. Apabila dikaitkan dengan keterampilan berbahasa yang harus dikuasai oleh seseorang, hal ini berkaitan dengan keterampilan berbahasa, yaitu menyimak, berbicara, membaca, dan menulis.
Semua bahasa yang diperoleh pada hakikatnya dibutuhkan untuk berkomunikasi. Karena itu,  Slama (Pateda, 1990: 13) mengemukakan bahwa psycholinguistics is the study of relations between our needs for expression and communications and the means offered to us by a language learned in one’s childhood and later ‘psikolinguistik adalah telaah tentang hubungan  antara kebutuhan-kebutuhan kita untuk berekspresi dan berkomunikasi dan benda-benda yang ditawarkan kepada kita melalui bahasa yang kita pelajari sejak kecil dan tahap-tahap selanjutnya. Manusia hanya akan dapat berkata dan memahami satu dengan lainnya dalam kata-kata yang terbahasakan. Bahasa yang dipelajari semenjak anak-anak bukanlah bahasa yang netral dalam mengkoding realitas objektif. Bahasa memiliki orientasi yang subjektif dalam menggambarkan dunia pengalaman manusia. Orientasi inilah yang selanjutnya mempengaruhi bagaimana manusia berpikir dan berkata. Perilaku yang tampak dalam berbahasa adalah perilaku manusia ketika  berbicara dan menulis atau ketika dia memproduksi  bahasa, sedangkan prilaku yang tidak tampak adalah perilaku manusia ketika memahami yang  disimak atau dibaca sehingga menjadi sesuatu yang dimilikinya atau memproses sesuatu yang akan diucapkan atau ditulisnya.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan ruang lingkup Psikolinguistik yaitu penerolehan bahasa, pemakaian bahasa, pemproduksian bahasa, pemprosesan bahasa, proses pengkodean,  hubungan antara bahasa dan prilaku manusia, hubungan antara bahasa dengan otak. Berkaitan dengan hal ini Yudibrata, (1998:  9) menyatakan bahwa Psikolinguistik meliputi pemerolehan atau akuaisisi bahasa, hubungan bahasa dengan otak, pengaruh pemerolehan bahasa dan penguasaan bahasa terhadap kecerdasan cara berpikir, hubungan encoding (proses mengkode) dengan decoding (penafsiran/pemaknaan kode), hubungan antara pengetahuan bahasa dengan pemakaian bahasa dan perubahan bahasa).
Manusia sebagai pengguna bahasa dapat dianggap sebagai organisme yang beraktivitas untuk mencapai ranah-ranah psikologi, baik kognitif, afektif, maupun psikomotor. Kemampuan menggunakan bahasa baik secara reseptif (menyimak dan membaca) ataupun produktif (berbicara dan menulis) melibatkan ketiga ranah tadi. Istilah cognitive berasal dari cognition yang padanannya knowing berarti mengetahui. Dalam arti yang luas cognition (kognisi) ialah perolehan, penataan, dan penggunaan pengetahuan.. (Neisser dalam Syah, 2004:22). Dalam perkembangan selanjutnya istilah kognitiflah yang menjadi populer sebagai salah satu domain, ranah/wilayah/bidang psikologis manusia yang meliputi perilaku mental manusia yang berhubungan dengan pemahaman, pertimbangan, pemecahan masalah, pengolahan informasi, kesengajaan, dan keyakinan.
Menurut Chaplin (Syah, 2004:22) ranah ini berpusat di otak yang juga berhubungan dengan konasi (kehendak) dan afeksi (perasaan) yang bertalian dengan ranah rasa. Ranah kognitif yang berpusat di otak merupakan ranah yang yang terpenting Ranah ini merupakan sumber sekaligus pengendali ranah-ranah kejiwaan lainnya, yaitu ranah efektif (rasa) dan ranah psikomotor (karsa). Dalam kaitan ini Syah (2004: 22) mengemukakan bahwa tanpa ranah kognitif sulit dibayangkan seseorang dapat berpikir. Tanpa kemampuan berpikir mustahil seseorang tersebut dapat memahami dan meyakini faedah materi-materi yang disajikan kepadanya.                                                                                                                
Afektif adalah ranah psikologi yang meliputi seluruh fenomena perasaan seperti cinta, sedih, senang, benci, serta sikap-sikap tertentu terhadap diri sendiri dan lingkungannya. Sedangkan, psikomotor adalah ranah psikologi yang segala amal jasmaniah yang konkret dan mudah diamati baik kuantitas maupun kualitasnya karena sifatnya terbuka (Syah, 2004: 52).
Beberapa ahli mencoba memaparkan bentuk hubungan antara bahasa dan pikiran, atau lebih disempitkan lagi, bagaimana bahasa mempengaruhi pikiran manusia. Dari banyak tokoh yang memaparkan hubungan antara bahasa dan pikiran, penulis melihat bahwa paparan Edward Sapir dan Benyamin Whorf yang banyak dikutip oleh berbagai peneliti dalam meneliti hubungan bahasa dan pikiran
Sapir dan Worf mengatakan bahwa tidak ada dua bahasa yang memiliki kesamaan untuk dipertimbangkan sebagai realitas sosial yang sama.
 Sapir dan Worf menguraikan dua hipotesis mengenai keterkaitan antara bahasa dan pikiran.
1.      Hipotesis pertama adalah lingusitic relativity hypothesis yang menyatakan bahwa perbedaan struktur bahasa secara umum paralel dengan perbedaan kognitif non bahasa (nonlinguistic cognitive). Perbedaan bahasa menyebabkan perbedaan pikiran orang yang menggunakan bahasa tersebut.
2.      Hipotesis kedua adalah linguistics determinism yang menyatakan bahwa struktur bahasa mempengaruhi cara inidvidu mempersepsi dan menalar dunia perseptual.
Dengan kata lain, struktur kognisi manusia ditentukan oleh kategori dan struktur yang sudah ada dalam bahasa. Pengaruh bahasa terhadap pikiran dapat terjadi melalui habituasi dan beroperasinya aspek formal bahasa, misalnya gramar dan leksikon. Whorf mengatakan “grammatical and lexical resources of individual languages heavily constrain the conceptual representations available to their speakers”. Gramar dan leksikon dalam sebuah bahasa menjadi penentu representasi konseptual yang ada dalam pengguna bahasa tersebut. Selain habituasi dan aspek formal bahasa, salah satu aspek yang dominan dalam konsep Whorf dan Sapir adalah masalah bahasa mempengaruhi kategorisasi dalam persepsi manusia yang akan menjadi premis dalam berpikir, seperti apa yang dikatakan oleh Whorf berikut ini :
“Kita membelah alam dengan garis yang dibuat oleh bahasa native kita. Kategori dan tipe yang kita isolasi dari dunia fenomena tidak dapat kita temui karena semua fenomena tersebut tertangkap oleh majah tiap observer. Secara kontras, dunia mempresentasikan sebuah kaleidoscopic flux yang penuh impresi yang dikategorikan oleh pikiran kita, dan ini adalah sistem bahasa yang ada di pikiran kita. Kita membelah alam, mengorganisasikannya ke dalam konsep, memilah unsur-unsur yang penting.”
                                                                       
Bahasa bagi Whorf pemandu realitas sosial dan mengkondisikan pikiran individu tentang sebuah masalah dan proses sosial. Individu tidak hidup dalam dunia objektif, tidak hanya dalam dunia kegiatan sosial seperti yang biasa dipahaminya, tetapi sangat ditentukan oleh simbol-simbol bahasa tertentu yang menjadi medium komunikasi sosial. Tidak ada dua bahasa yang cukup sama untuk mewakili realitas yang sama. Dunia tempat tinggal berbagai masyarakat dinilai oleh Whorf sebagai dunia yang sama akan tetapi dengan karakteristik yang berbeda. Singkat kata, dapat disimpulkan bahwa pandangan manusia tentag dunia dibentuk oleh bahasa sehingga karena bahasa berbeda maka pandangan tentang dunia pun berbeda. Secara selektif individu menyaring sensorik yang masuk seperti yang diprogramkan oleh bahasa yang dipakainya. Dengan begitu, masyarakat yang menggunakan bahasa yang berbeda memiliki perbedaan sensorik pula (Rakhmat, 1999).
Bahasa memiliki tujuh ciri sebagai berikut :
1.      sistematis , yang berarti bahasa mempunyai pola atau sistem
2.      arbiter ( manasuka ) artinya , kata sebagai simbol berhubungan secara tidak logis dengan apa yang di simbolkan nya
3.      ucapan / vokal. Bahasa berupa bunyi.
4.      Bahasa itu simbol. Kata sebagai simbol itu mengacu pada objeknya
5.      Bahasa , selain mengacu pada objek , juga mengacu pada dirinya sendiri. Artinya , bahasa dapat untuk menganalisis bahasa itu sendiri
6.      Manusiawi , yakni bahasa hanya di miliki oleh manusia
7.      Bahasa itu komunikasi. Fungsi terpenting dari bahasa dalah menjadi lat komunikasi dan interaksi   
Fungsi fungsi bahasa di kelompokkan jadi ekspresif, konatif , dan representasional. Dengan fungsi ekspresifnya, bahasa terarah pada si pembicara. Dalam fungsi konatifnya bahasa , terarah pada lawan bicara, dan dengan fungsi representasionalnya bahasa terarah pada objek lain di luar pembicara dan lawan bicara. Fungsi fungsi bhasa juga dibedakan jadi simbolik , emotif dan efektif.
STRUKTUR BAHASA DAN KOSAKATA                                                      
Saking pentingnya struktur atau tata bahasa bagi kegiatan ilmiah , suryasumantri mengajukan pertanyaan teoritis : bagaimana mungkin seseorang dapat melakukan penalaran yang cermat tanpa menguasai struktur bahasa yang tepat ? penguasaan tata bahasa secara pasif dan aktif memungkinkannya menyusun pernyataan pernyataan dengan baik dan juga menarik kesimpulan dengan betul. Tata bahasa ialah kumpulan kaidah tentang struktur gramatikal bahasa. Lebih lanjut , charlton laird memberikan tata bahasa sebagai alat dalam mempergunakan aspek logis dan kreatif dari pikiran untukn mengungkapkan makna dan emosi dengan memakai aturan aturan tertentu                                                                         
Selain struktur atau tata bahasa , yang penting pila di kuasai oleh ilmuwan adalah kosakata dan maknannya. Sebab, yang disampaikan pembicaraatau penulis kepada lawan bicaranya atau pembacanya sejatinya ialah makna ( informasi , pengetahuan ). Dan makna ini di wadahio dalam kosakata. Yang dalam khazanah ilmiah di namakan dengan istilah atau terminologi. Tata bahasa, kosakata dan makna inilah yang kerap menimbulkan persoalan dalam kegiatan ilmiah lantaran kelemahan inheren bahasa. Maka , sekali lagi andaikata ilmiuwan ridak cukup menguasai tata bahasa , kosakata dan makna , persoalan persoalan dalam kegitan ilmiah akan semakin rumit.
KELEMAHAN BAHASA                                                                                         
Sampai disini, kiranya sudah dapat di pahami bahwa bahasa sangat vital bagi manusia dalam menjalankan aktivitas sehari hari. Pun bahasa memperjelas cara berfikir manusia, maka orang yang terbiasa menulis dengan bahasa yang baik akan mempunyai xcara berfikir yang sistematis. Lebih jauh sesungguhnya bahasa menstrukturkan pengalaman manusia, dan begitu pula sebaliknya.                                                         
Namun bahasa pun tak luput dari sejumlah kelemahan inheren yang bisa menghambat komunikasi.  Pertama, bahasa memiliki multifungsi (ekspresif, konatif, representasional, informatif, deskriptif, simbolik, emotif, afektif ) yang dalam praktiknya sukar untuk di pisah pisahkan. Akibatnya, ilmuwan sukar untuk membuang faktor emotif dan afektifnyaketika mengkomunikasikan pengetahuan informatifnya. Syahdan, pengetahuan yang di utarakan tak sepenuhnya kalis dari emosi dan afeksidan karenanya tak seutuhnya objektif ; konotasinya bersifat emosional.                                                                                                               
Kedua, kata kata mengandung makna atau arti yang tidak seutuhnya jelas dan eksak. Misalnya, kata “cinta” di pakai dalam lingkup yang luas dalam berhubungan antara ibu dan anak , ayah dan anak, sumi dan istri, kakek dan nenek, sepasang kekasih. Banyaknya makna yang termuat dalam arti kata “cinta” menyulitkan kita untuk membuat bahasa yang tepat dan menyeluruh. Sebaliknya, beberapa kata yang merujuk pada sebuah makna – bersifat majemuk atau plural , kerap kali memantik apa yang di istilahkan sebagai kekacauan semantik, yakni dua orang yang berkomunikasi menggunakan sebuah kata dengan makna makna yang berlainan, atau mereka menggunakan dua kata yang berbeda untuk sebuah makna yang sama.       Ketiga, bahasa acap kali bersifat sirkular ( berputar putar ). Jujun mencontohkan kata “pengelolaan” yang di definisikan sebagai “kegiatan yang di lakukan dalam sebuah organisasi” , sedangkan organisai di definisikan sebagai “suatu bentuk kerja sama yang merupakan wadah dari kegiatan pengelolaan”. Kelemahan kelemahan bahasa tersebut sebenernya telah menjadi kajian keilmuwan tersendiri dalam, misalnya, filsafat, analitik, linguistik, psikolinguistik, sosiolinguistik.                                                                        
Jelaslah bagi kita bahwa bahasa menjadikan manusia sebagai makhluk yang lebih maju ketimbang makhluk makhluk lainnya. Jelaslah pula bahwa, di satu sisi, bahasa sebagai sarana berfikir ilmiah  mempunyai fungsi fungsi yang sangat bermanfaat bagi aktivitas aktivitas ilmiah . Di sisi lain , bahasa tidak lepas dari kelemahan kelemahan yang merintangi pencapain tujuan dari aktivitas aktivitas ilmiah. Kelemahan kelemahan bahasa ini barangkali akan di tutupi oleh kelebihan kelebihan  dari dua sarana berfikir ilmiah lainnya, yaitu matematika dan statitiska .
KONSEP DAN DEFINISI BAHASA
Manusia yang nalurinya selalu hidup bersama menyebabkan perlunya berkomunikasi sesamanya. Alat komunikasi ini adalah bahasa. Dengan mempergunakan bahasa seseorang dapat berbicara dengan orang lain untuk dapat dipahami dan dimengerti. Komunikasi yang berhasil guna dan berdaya guna dengan sendirinya memerlukan media bahasa yang komunikatif yang mempunyai aturan-aturan, norma-norma dan kaidah-kaidah bahasa dan kebahasaan yang perlu dilaksanakan.
Bahasa itu sangat penting bagi manusia, dan masyarakat. Bahasa itu digunakan di mana saja, dan kapan saja oleh masyarakat, baik masyarakat desa,kota, nasional maupun internasional. Bahasa itu membuat orang jadi senang, sedih atau mempunyai pengetahuan. Bahasa demikian berperan dan pentingnya, dan demikian pula luas jangkauan dan ruang lingkupnya, sehingga kadang kala hadir pendapat yang mengatakan tanpa bahasa kehidupan manusia tidak mempunyai arti sama sekali. Manusia dalam hubungannya dengan bahasa sudah merupakan seakan lepat dengan daun. Bentuk dan keinginan apapun yang dipunyai manusia memerlukan bahasa. Ambillah beberapa contoh berkelahi dengan teman, bertengkar, mengomel, menasehati, bahkan sampai-sampai bercumbu-rayu maupun sambil berkerut dahi menjawab pertanyaan ujian yang sulit atau sambil menukar sebuah ban mobilpun bahasa selalu hadir dan berperan serta. Jadi bahasa adalah segala-galanya.
Bahasa adalah isyarat-isyarat vokal yang arbitrer yang digunakan oleh anggota masyarakat (kelompok sosial) yang bermanfaat bagi kerja sama, saling memahami pribadi-pribadi, demikian pula keperluan, harapan, keinginan, dan cita-cita. Bahasa menurut interpretasi sastra (literary interpretation); Di mana makna bersifat figurative/ Contoh : Language of colour, bahasa warna, Language of love, bahasa cinta, Language of the flowers, bahasa bunga. Jadi apapun yang kita lakukan di dunia harus memakai bahasa. Tidak ada satu saatpun dalam kehidupan sehari-hari yang bebas dari kata-kata, bahkan sewaktu bermimpipun kita seakan berbicara atau diajak bicara. Kita bicara walaupun tidak ada yang menjawab. Kita bicara kepada binatang dan kepada diri kita sendiri. Si kecil asyik berbicara dengan boneka mainannya. Manusialah satu-satunya makhluk yang bertutur-kata Kemampuan berbahasa inilah yang membedakan manusia lebih dari makhluk yang lain. Sering kita mendengar ungkapan bahwa manusia adalah speaking animal. Kalau begitu maka untuk betul-betul mengerti kemanusiaan ini, kita mesti mempelajari yang membuat manusia jadi manusia. Konon tersurat dalam beberapa kepercayaan bahwa bahasa adalah sumber kehidupan dan kekuatan manusia.
Kalau demikian adanya, kita jadi manusia karena mengetahui paling tidak satu bahasa, apalagi kalau mengetahui lebih dari satu bahasa. Maka semakin manusialah kita ini. Seperti yang telah disebutkan di atas, kegiatan apapun yang ada di dunia harus mempergunakan bahasa. Sebagai contoh seorang ahli bangunan, ahli kesehatan, ahli mesin, ahli hukum, ahli ekonomi, baik di dalam negeri, maupun di luar negeri harus menggunakan bahasa sebagai alat untuk berinteraksi atau mengadakan hubungan. Pendekatan kita terhadap bahasa bisa saja menganggap sebagai fenomena perseorangan. Bila seseorang mengatakan bahasanya kasar sekali atau tutur katanya menyenangkan, maka dia secara disadari atau tidak memberikan pemenang atau memenangkah tingkah laku (human behaviour) orang lain. Manusia dalam kehidupan sehari-hari berbicara, menulis, membaca dan mendengarkan. Keempat keterampilan ini bukan dihadiahkan begitu saja sewaktu dilahirkan, tetapi mesti dipelajari. Tiap orangpun berbeda kemampuannya dalam keterampilan-keterampilan itu.Ada yang menjadi penyair, penyiar, ahli pidato dan sebagainya. Orang yang tuli sejak lahir memperlihatkan penampilan berbahasa yang tidak normal. Dan sering kecelakaan atau penyakit mengganggu kebahasaan seseorang. Melihat ini semua, bahasa dapat kita lihat sebagai bagian dari psikologi manusia, tingkah laku tersendiri, tingkah laku yang fungsi utamanya adalah komunikasi dan interaksi.
Keterampilan Berbahasa
II. Jenis – Jenis Keterampilan Berbahasa 
Sehubungan dengan penggunaan bahasa, terdapat empat keterampilan dasar bahasa, yaitu mendengarkan (menyimak), berbicara, membaca, dan menulis. Keterampilan Berbahasa
1.      Keterampilan Menyimak
Menyimak adalah keterampilan memahami bahasa lisan yang bersifat reseftif. Dengan demikian di sini berarti bukan sekedar mendengarkan bunyi-bunyi bahasa melainkan sekaligus memahaminya. Dalam bahasa pertama (bahasa ibu), kita memperoleh keterampilan mendengarkan melalui proses yang tidak kita sadari sehingga kitapun tidak menyadari begitu kompleksnya proses pemmerolehan keterampilan mendengar tersebut. Berikut ini secara singkat disajikan disekripsi mengenai aspek-aspek yang terkait dalam upaya belajar memahami apa yang kita sajikan dalam bahasa kedua.
Ada dua jenis situasi dalam mendengarkan yaitu situasi mendengarkan secara interaktif dan situasi mendengarkan secara non interaktif. Mendengarkan secara interaktif terjadi dalam percakapan tatap muka dan percakapan di telepon atau yang sejenis dengan itu. Dalam mendengarkan jenis ini kita secara bergantuan melakukan aktivitas mendengarkan dan memperoleh penjelsan, meminta lawan bicara mengulang apa yang diucapkan olehnya atau mungkin memintanya berbicara agak lebih lambat. Kemudian contoh situasi-situasi mendengarkan noninteraktif, yaitu mendengarkan radio, TV, dan film, khotbah atau mendengarkan dalam acara-acara seremonial. Dalam situasi mendengarkan nonietraktif tersebut, kita tidak dapat meminta penjelasan dari pembicara, tidak bisa meminta pembicaraan diperlambat.
Berikut ini adalah keterampilan-keterampilan mikro yang terlibat ketika kita berupaya untuk memahami apa yang kita dengar, yaitu pendengar harus;
1.       Menyimpan/mengingat unsur bahasa yang didengar menggunakan daya ingat jangka pendek (short term memory).
2.       Berupaya membedakan bunti-bunyi yang yang membedakan arti dalam bahasa target.
3.       Menyadari adanya bentuk-bentuk tekanan dan nada, warna suara dan intinasi, menyadari adanya reduksi bentuk-bentuk kata.
4.       Membedakan dan memahami arti dari kata-kata yang didengar.
5.       Mengenal bentuk-bentuk kata yang khusus (typical word-order patterns)
2.      Keterampilan Berbicara
Kemudian sehubungan dengan keterampilan berbicara secara garis besar ada tiga jenis situasi berbicara, yaitu interaktif, semiaktif, dan noninteraktif. Situasi-situasi berbicara interaktif, misalnya percakapan secara tatap muka dan berbicara lewat telepon yang memungkinkan adanya pergantuan anatara berbicara dan mendengarkan, dan juga memungkinkan kita meminta klarifikasi, pengulangan atau kiat dapat memintal lawan berbicara, memperlambat tempo bicara dari lawan bicara. Kemudian ada pula situasi berbicara yang semiaktif, misalnya dalam berpidato di hadapan umum secara langsung. Dalam situasi ini, audiens memang tidak dapat melakukan interupsi terhadap pembicaraan, namun pembicara dapat melihat reaksi pendengar dari ekspresi wajah dan bahasa tubuh mereka. Beberapa situasi berbicara dapat dikatakan bersifat noninteraktif, misalnya berpidato melalui radio atau televisi.
Berikut ini beberapa keterampilan mikro yang harus dimiliki dalam berbicara, dimana permbicara harus dapat;
1.       Mengucapkan bunyi-bunyi yang berbeda secara jelas sehingga pendengar dapat membedakannya.
2.       Menggunakan tekanan dan nada serta intonasu secara jelas dan tepat sehingga pendengar daoat memahami apa yang diucapkan pembicara.
3.       Menggunakan bentuk-bentuk kata, urutan kata, serta pilihan kata yang tepat.
4.       Menggunakan register aau ragam bahasa yang sesuai terhadap situasi komunikasi termasuk sesuai ditinjau dari hubungan antar pembicara dan pendengar.
5.       Berupaya agar kalimat-kalimat untama jelas bagi pendengar.
3.      Keterampilan Membaca
Membaca adalah keterampilan reseptif bahasa tulis. Keterampilan membaca dapat dikembangkan secara tersendiri, terpisah dari keterampilan mendengar dan berbicara. Tetapi, pada masyarakat yang memilki tradisi lireasi yang telah berkembang, seringkali keterampilan membaca dikembangkan secara terintergrasi dengan keterampilan menyimak dan berbicara.
Keterampilan-keterampilan mikro yang terkait dengan proses membaca yang harus dimiliki oleh pembicara adalah;
1.       Mengenal sistem tulisan yang digunakan.
2.       Mengenal kosakata.
3.       Menentukan kata-kata kunci yang mngindentifikasikan topik dan  gagasan utama.
4.       Menentukan makna kata-kata, termasuk kosakata split, dari   konteks tertulis.
5.       Mengenal kelas kata gramatikal, kata benda, kata sifat, dan sebagainya.
4.      Keterampilan Menulis
Menulis adalah keterampilan produktif dengan menggunakan tulisan. Menulis dapat dikatakan suatu keterampilan berbahasa yang paling rumit di antara jenis-jenis keterampilan berbahasa lainnya. Ini karena menulis bukanlah sekedar menyalin kata-kata dan kalimat-kalimat, melainkan juga mengembangkan dan menuangkan pikiran-pikiran dalam suatu struktur tulisan yang teratur.
Berikut ini keterampilan-keterampilan mikro yang diperlukan dalam menulis. 
1.      Menggunakan ortografi dengan benar, termasuk di sini penggunaan ejaan.
2.      Memilih kata yang tepat.
3.      Menggunakan bentuk kata dengan benar.
4.      Mengurutkan kata-kata dengan benar.
5.      Menggunakan struktur kalimat yang tepat dan jelas bagi pembaca.
5.      Keterampilan Menulis 
Keterampilan menulis adalah kemampuan yang dimiliki seseorang dalam bidang tulis menulis sehingga tenaga potensial dalam menulis. Keterampilan menulis untuk saat sekarang telah menjadi rebutan dan setiap orang berusaha untuk dapat berperan dalam dunia menulis. Banyak orang berusaha meningkatkan keterampilan menulisnya dengan harapan dapat menjadi penulis handal.
Seperti diketahui, menulis itu adalah sebuah keterampilan sehingga dapat dilatih sedemikia rupa meningkatkan kemampuan tersebut. Dalam dunia penulisan, pengetian keterampilan menulis seringkali menjadi sesuatu yang bias sehingga banyak yang tidak memahami pengertian yang sesungguhnya. Hal ini banyak dibuktikan dari kenyataan banyak yang menganggap bahwa menulis itu ditentukan karena bakat.
Apakah benar, kemampuan menulis itu ditentukan oleh bakat? Jika ditelaah pengertian bakat, setidaknya secara sederhana anda dapat  mengatakan bahwa  bakat adalah kemampuan yang dimiliki dan dibawa seseorang sejak lahir. Padahal sebenarnya pengertian keterampilan menulis itu adalah keterampilan itu sendiri. Artinya, seseorang mempunyai kemampuan menulis karena dia terampil. Sementara untuk dapat terampil dalam menulis, maka dia harus melakukannya secara langsung atau melatih dirinya sehingga terampil. Dengan demikian pengertian keterampilan menulis adalah kemampuan yang didapat dan dimiliki oleh seseorang setelah melalui proses pelatihan secara itens, khusus dalam bidang menulis. Dengan mengikuti pelatihan atau berlatih secara itens, maka seseorang dapat terampil menulis. 

No comments:

Post a Comment