1.2
Ciri-ciri Sastra Angkatan Balai Pustaka
Jenis sastra
periode ini terutama adalah roman dan juga cerita pendek, namun jumlahnya masih
sangat minim. Puisi berupa syair dan pantun juga pada umumnya disisipkan dalam
roman-roman untuk memberi nasihat kepada pembaca, yang bersifat tradisional. Adapun
konsep pemikiran dan ciri-ciri angkatan Balai Pustaka, adalah sebagai berikut:
1.2.1
Ciri-ciri Intrinsik
1.
Gaya bahasanya mempergunakan perumpamaan klise, pepatah-pepatah, dan
peribahasa, namun mempergunakan bahasa percakapan sehari-hari yang lain dari
bahasa hikayat sastra lama;
2.
Alur roman sebagian besar alur lurus, ada juga yang menggunakan alur sorot
balik, tetapi sedikit;
2.
Teknik penokohan dan perwatakannya banyak mempergunakan analisis langsung
dan diskripsi fisik, tokoh-tokohnya berwatak datar;
3.
Pusat pengisahannya umumnya mempergunakan metode orang ketiga yang bersifat
romantik ironik lebih-lebih roman awal, pelaku-pelaku cerita diperlakukan
seperti boneka, misalnya Siti Nur baya. Ada juga pengisahan dengan metode orang
pertama, misalnya Di Bawah Lindungkan Ka’bah, tetapi yang menggunakan metode
ini sedikit sekali;
4.
Banyak digresi, yaitu banyak sisipan peristiwa yang tidak berhubungan
langsung dengan isi cerita, seperti uraian adat, dongeng-dongeng, syair, dan
pantun nasihat;
5.
Bersifat didaktis, sifat ini berpengaruh sekali pada gaya penceritaan dan
struktur penceritaannya. Semuanya ditunjukkan kepada pembaca untuk memberi
nasihat; dan
6.
Bercorak romantis, melarikan diri dari masalah-masalah kehidupan
sehari-hari yang menekan.
2.2.2
Ciri-ciri Ekstrinsik
1.
Bermasalah adat, terutama masalah adat kawin paksa, permaduan, dan
sebagainya;
2.
Pertentangan paham antara kaum tua dan kaum muda. Kaum tua mempertahankan
adat lama, sedangkan kaum muda menghendaki kemajuan menurut paham kehidupan
modern;
3.
Latar cerita pada umumnya latar daerah, pedesaan, dan kehidupan daerah;
4.
Cerita bermain di zaman sekarang, bukan di tempat dan zaman antah-berantah;
dan
5.
Cita-cita kebangsaan belum dipermasalahkan, masalah-masalah bersifat
kedaerahan.
2.2.3
Ciri-ciri Global
1.
Agak
dinamis.
2.
Bercorak
pasif-romantik. Ini berarti bahwa cita-cita baru senantiasa terkalahkan oleh
adat lama yang membeku, sehingga merupakan angan-angan belaka.
Itulah sebabnya dalam mencapai cita-citanya, pelaku utama senantiasa kandas,
misalnya dimatikan oleh pengarangnya.
3.
Mempergunakan
bahasa Melayu baru, yang tetap dihiasi ungkapan-unngkapan klise serta uraian-uraian
panjang.
4.
Menilik
bentuknya, kesusastraan angkatan Balai Pustaka ini mempunyai ciri-ciri:
a.
Para
penyairnya masih banyak yang mempergunakan bentuk-bentuk puisi lama, pantun dan
syair, seperti terlihat pada karya Tulis Sutan Ati, Abas, Sutan Pamunjtak.
b.
Bentuk
puisi barat yang tidak terlalu terikat oleh
syarat-syarat, seperti puisi lama, mulai dipergunakan oleh
para penyair muda. Para penyair baru ini dipelopori oleh Moh. Yamin, yang
mempergunakan bentuk sonata dalam kesusastraan Indonesia.
c.
Bentuk
prosa yang memegang peranan pada masa kesusastraan angkatan Balai Pustaka adalah
Roman. Roman angkatan ini bertema perjuangan atau perlawanan terhadap adat istiadat
lama, misalnya kawin paksa.
Daftar
Pustaka
Djoko Pradopo, Rachmat. 2005. Beberapa
Teori Sastra, Metode Kritik, dan Penerapannya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Maria, Nurl Sisiliya; 2012, Sejarah
Sastra Angkatan Pujangga Baru. Diakses 16 April 2012 09:35 dari www.nurulmariasisiliya.blongspot.com/.../sejarah-sastra-angkatan-pujangga-baru.html
No comments:
Post a Comment