Saturday, March 15, 2014

HUKUM-HUKUM ISLAM


Nilai Hukum di Dalam Fiqh
            Menurut ajaran Islam semua tindakan manusia baik yang berupa perkataan maupun perbuatan mempunyai ketentuan hukum.  Ketentuan hukum inilah yang disebut dengan nilai hukum di dalam Fiqh/Hukum Islam.
            Di dalam Fiqh dikenal lima macam nilai hukum yang disebut Al-Ahkamal-Khamsah, diantaranya sebagai berikut:
1.       Wajib/Fardhu
            Yang dimaksud wajib/fardhu ialah suatu perintah yang harus dilaksanakan oleh setiap orang Islam.  Perbuatan ini apabila dilakukan diberi pahala dan apabila ditinggalkan berdosa dan akan mendapat siksa.  Wajib ini ada bermacam-macam, yaitu:
1)      Ditinjau dari segi waktu untuk melaksanakannya, wajib dibagi dua, yaitu:
a.       Wajib yang Mutlak , yaitu perintah yang tidak ditentukan waktu tertentu untuk melaksanakannya.  Oleh karena itu untuk melaksanakannya dapat dilakukan kapan saja.  Misalnya ibadah haji, adalah diwajibkan atas orang Islam yang telah dewasa dan mampu sekali seumur hidup untuk melaksanakannya tidak ditentukan waktunya/tahunnya.
b.      Wajib yang Muaqqat,  yaitu yang ditentukan waktu untuk melaksanakannya.  Oleh karena itu orang tidak bebas melaksanakannya di luar waktu yang telah ditentukan.  Misalnya Puasa Ramadhan yang wajib dilaksanakan dalam bulan Ramadhan dan shalat lima waktu yang wajib dilaksanakan pada waktu-waktunya yang telah ditentukan.
2)      Ditinjau dari segi siapa yang wajib melaksanakan, wajib dibagi dua, yaitu:
a.       Wajib ‘aini, ialah perbuatan yang harus dilakukan oleh setiap orang yang sudah dewasa, misalnya: Puasa Ramadhan, Shalat lima waktu.
b.      Wajib Kifayah, ialah perbuatan yang dapat dilaksanakan secara kolektif, apabila sebagian dari mereka telah melaksanakan maka gugurlah tuntutan terhadap yang lainnya.  Apabila semua melakukannya maka masing-masing akan mendapat pahala, akan tetapi apabila tidak seorang pun yang melaksanakannya maka mereka itu masing-masing berdosa sebagai orang yang mengabaikan kewajiban.  Misalnya: Shalat jenazah, mendirikan rumah sakit, rumah sekolah, mendirikan tempat peribadatan.
3)      Ditinjau dari segi qadarnya (kuantitas), wajib dibagi dua, yaitu:
a.       Wajib Muhaddad, yaitu kewajiban yang ditentukan batas kadarnya (jumlahnya) misalnya: shalat lima waktu, zakat harta, kifarat, Puasa Ramadhan.  Kewajiban ini kalau tidak dilaksanakan pada waktunya, tetap menjadi tanggungan selamanya, sampai kewajiban ditunaikan semuanya.
b.      Wajib ghairu Muhaddad , yaitu kewajiban yang tidak ditentukan batas kadarnya.  Misalnya: membelanjakan harta di jalan Tuhan, memberikan makan orang yang sedang kelaparan, dan sebagainya.  Adanya kewajiban-kewajiban tersebut adalah karena perintah syara’ tetapi tentang berapa jumlahnya tergantung kepada keadaan.  Kewajiban ini kalau ditunaikan secukupnya pada waktunya, maka tidak menjadi tanggungan atau hutang yang wajib dibayar kekurangannya (A. Hanafi M.A. : 22).
2.       Sunnah (Mandub)
   Yang dimaksud sunnah/mandub adalah perbuatan yang diperintahkan untuk dilakukan, namun perintah ini tidak mutlak, sebab perbuatan ini kalau dilakukan mendapat pahala, tetapi bila ditinggalkan tidak berdosa sehingga tidak dikenakan siksa.  Sunnah dapat juga diartikan sebagai suatu anjuran untuk melakukan suatu perbuatan.  Sunnah dapat dibagi menjadi beberapa macam, yaitu:
1.   Sunnah ‘amiyah, yaitu perbuatan yang dianjurkan untuk dilakukan oleh setiap orang Islam.  Misalnya: shalat sunat Ratibah/shalat sunat yang dikerjakan sebelum dan sesudah shalat lima waktu.
2.   Sunnah Kifayat, yaitu perbuatan yang dianjurkan untuk dilakukan cukup seorang saja dari sejumlah orang.  Misalnya: memberi salam, mendoakan orang bersin.
3.   Sunnah Mu’akhadah, yaitu perbuatan tidak wajib yang selalu dikerjakan oleh Rasul, hanya kadang-kadang saja ditinggalkannya.  Misalnya: Shalat Witir, Shalat hari raya.
4.   Sunnat Ghairu Mu’akhadah, yaitu segala perbuatan tidak wajib yang kadang-kadang dikerjakan oleh Rasul, misalnya: Salat sunnat sebelum shalat Maghrib.
3.        Haram
            Yang dimaksud haram adalah suatu perbuatan yang dilarang, apabila ditinggalkan akan diberi pahala dan apabila dilakukan akan mendapat siksa.  Haram dibagi menjadi dua yaitu:
1.      Haram Lidzatihi, ialah perbuatan yang haram dengan sendirinya bukan karena hal-hal lain hukumnya haram.  Misalnya: berzina, mencuri, merampok, menipu.
2.      Haram Li’aridi, ialah perbuatan yang hukumnya haram karena berbarengan dengan perbuatan lain.  Misalnya: jual beli pada saat adzan Jum’at telah diserukan. Allah berfirman:
$pkšr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#þqãZtB#uä #sŒÎ) šÏŠqçR Ío4qn=¢Á=Ï9 `ÏB ÏQöqtƒ ÏpyèßJàfø9$# (#öqyèó$$sù 4n<Î) ̍ø.ÏŒ «!$# (#râsŒur yìøt7ø9$# 4 öNä3Ï9ºsŒ ׎öyz öNä3©9 bÎ) óOçGYä. tbqßJn=÷ès?  
“Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat Jum'at, Maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui”.( Al-Jumu’ah :9)
Ayat tersebut terdapat perintah meninggalkan  jual beli apabila adzan Jum’at telah diserukan.  Sehingga memberikan ketentuan hukum bahwa jual beli dilarang oleh karena adanya seruan adzan Jum’at.  Berjual beli itu sendiri adalah hal yang dibenarkan Islam, tetapi bila diadakan pada waktu telah terdengar seruan adzan Jum’at itu menjadi haram hukumnya.  Hal-hal yang haram karena berbarengan dengan hal-hal yang diharamkan tidak berakibat tidak sahnya perbuatan itu sendiri.  Jadi jual beli tetap dipandang sah, tetapi orangnya berdosa  karena melanggar larangan/tidak taat perintah Al-Qur’an (Ahmad Azhar : 25).
     Berbeda halnya dengan perbuatan yang haram lidzatihi yang apabila dilanggar mengakibatkan hal-hal yang merupakan hasil dari perbuatan itu sendiri tidak sah.  Misalnya: zina adalah haram lidzatihi, maka anak yang lahir karena perbuatan zina dipandang sebagai anak yang tidak sah dan tidak mempunyai hubungan nasab dengan ayahnya.
4.      Makruh
Yang dimaksud makruh adalah perbuatan yang terlarang, bila ditinggalkan akan diberi pahala tetapi bila dilakukan tidak berdosa dan tidak dikenakan siksa.  Makruh dapat dibagi menjadi tiga macam, yaitu:
1.      Makruh tanzih, ialah perbuatan yang lebih baik ditinggalkan daripada dikerjakan.  Bila ditinggalkan berpahala dan bila dilaksanakan tidak berdosa meskipun tercela.  Makruh tanzih ini adalah kebalikan sunnah.  Misalnya: makan minum dengan menggunakan tangan kiri.
2.      Makruh tahrim, ialah perbuatan yang dilakukan namun dasar hukumnya tidak pasti.  Misalnya: memakai cincin emas adalah dilarang menurut ulama madzab Hanafi.
3.      Tarkul-aula, ialah meninggalkan perbuatan-perbuatan yang amat dianjurkan.  Misalnya: meninggalkan Shalat Witir.
5.      Mubah (Jaiz)
Yang dimaksud mubah/jaiz ialah perbuatan yang bila dilaksanakan tidak berpahala dan bila ditinggalkan juga tidak berdosa dan tidak dikenakan siksa.  Mubah dapat dibagi menjadi tiga macam:
1.      Dinyatakan dalam syara’ tidak berdosa untuk melakukannya.
2.      Tidak ada dalil yang mengharamkan.
3.      Yang dinyatakan dalam syara’ boleh memilih, kalau suka boleh dilakukan dan kalau tidak suka boleh meninggalkan.[1]


[1] Karnan Biduri, Akbar. Macam-macam Hukum di Syari’at Islam (fospi.wordpress.com 2008)

No comments:

Post a Comment