2.1
Perkembangan
Pendidikan Islam di Indonesia
Pendidikan Islam yaitu
bimbingan jasmani dan rohani menuju terbentuk kepribadian utama menurut
ukuran-ukuran Islam. Dengan pengertian lain Pendidikan Islam merupakan suatu
bentuk kepribadian utama yakni kepribadian muslim. Kepribadian yang memiliki
nilai-nilai agama Islam memilih dan memutuskan serta berbuat berdasarkan
nilai-nilai Islam dan bertanggung jawab sesuai dengan nilai-nilai Islam.
Pendidikan Islam merupakan pendidikan yang bertujuan membentuk individu menjadi
makhluk yang bercorak diri berderajat tinggi menurut ukuran Allah dan isi
pendidikan adalah mewujudkan tujuan ajaran Allah (Djamaluddin 1999: 9).
Suatu hal yang tidak terlepas dalam wacana
pendidikan di Indonesia adalah Pondok Pesantren. Ia adalah model sistem
pendidikan pertama dan tertua di Indonesia. Dalam catatan sejarah, Pondok
Pesantren dikenal di Indonesia sejak zaman Walisongo. Ketika itu Sunan Ampel
mendirikan sebuah padepokan di Ampel Surabaya dan menjadikannya pusat
pendidikan di Jawa. Para santri yang berasal dari pulau Jawa datang untuk
menuntut ilmu agama. Bahkan di antara para santri ada yang berasal dari Gowa
dan Talo, Sulawesi.
Menurut Fadlil Aljamali tujuan pendidikan islam
adalah sebagai berikut: Pertama mengenalkan manusia akan
peran diantara sesama (makhluk) dan tanggung jawab pribadinya. Kedua
mengenalkan manusia akan interaksi sosial dan tanggung jawab dalam tata hidup
bermasyarakat. Ketiga mengenalkan manusia akan
alam ini dan mengajak mereka untuk mengetahui hikmah diciptakan serta memberi
kemungkinan untuk mengambil manfaat dari alam tersebut. Keempat
mengenalkan manusia akan pencipta alam ini (Allah) dan memerintahkan beribadah
kepada-Nya.
Dengan demikian sesungguh
pendidikan Islam tak saja fokus pada education for the brain tetapi
juga pada education for the heart. Dalam pandangan Islam karena salah
satu misi utama pendidikan Islam adalah dalam rangka membantu peserta didik
mencapai kesejahteraan lahir. Demikian pula pendidikan Islam mesti bersifat
integralitik berarti ia harus memandang manusia sebagai satu kesatuan utuh
kesatuan jasmani rohani, kesatuan intelektual emosional dan spiritual, kesatuan
pribadi dan sosial, dan kesatuan dalam melangsungkan mempertahankan dan
mengembangkan hidup dan kehidupannya.
Pendidikan Islam baik sebagai konsep maupun
sebagai aktivitas yang bergaerak dalam rangka pembinaan kepribadian yang utuh
paripurna memerlukan suatu dasar yang kokoh. Kajian tentang pendidikan Islam
tak lepas dari landasan yang terkait dengan sumber ajaran Islam yaitu Al-Qur’an
dan Hadist :([1])
1.
Al-Qur’an
§
Al-Qur’an
ialah firman Allah berupa wahyu yang disampaikan oleh Jibril kepada Nabi
Muhammad SAW. Ajaran yang terkandung dalam Al-Qur’an itu terdiri dari dua
prinsip besar yaitu yang berhubungan dengan masalah keimanan yang disebut
aqidah dan yang berhubungan dengan amal disebut syari’ah. Oleh karena itu
pendidikan Islam harus menggunakan Al-Qur’an sebagai sumber dalam merumuskan
berbagai teori tentang pendidikan Islam sesuai dengan perubahan dan pembaharuan.
2.
As-Sunnah
As-Sunnah ialah perkataan perbuatan ataupun
pengakuan rasul. Sunnah merupakan sumber ajaran kedua sesudah Al-Qur’an yang
juga sama berisi pedoman untuk kemaslahatan hidup manusia dalam segala aspek untuk
membina umat menjadi manusia seutuh atau muslim yang bertaqwa. Untuk itulah Rosulullah
menjadi guru dan pendidik utama. Maka dari pada itu Sunnah merupakan landasan
kedua bagi cara pembinaan pribadi manusia muslim dan selalu membuka kemungkinan
penafsiran berkembang.
3.
Ijtihad
Ijtihad adalah berfikir dengan menggunakan
seluruh ilmu yang dimiliki oleh ilmuan syari’at Islam untuk menetapkan atau
menentukan sesuatu hukum syara’ dalam hal-hal yang belum ditegaskan oleh
Al-Qur’an dan Sunnah.
Namun dengan demikian ijtihad dalam hal ini
dapat saja meliputi seluruh aspek kehidupan termasuk aspek pendidikan tetapi
tetap berpedoman pada Al-Qur’an dan Sunnah. Oleh karena itu ijtihad dipandang
sebagai salah satu sumber hukum Islam yang sangat dibutuhkan sepanjang masa
setelah Rosululloh wafat. Sasaran ijtihad ialah segala sesuatu yang diperlukan
dalam kehidupan yang senantiasa berkembang.
Pemerintah melalui Departemen Agama telah
mengeluarkan kebijak-sanaannya dalam pendidikan, yaitu dengan SK Menteri Agama
tentang penyelenggaraan pendidikan agama. Maka berdirilah MI, MTs, MA dan IAIN
dengan tujuan mencetak ulama yang dapat menjawab tantangan zaman dan memberi
kesempatan kepada warga Indonesia yang mayoritas muslim mendalami ilmu agama.
Ijazah pun telah disetarakan dengan pendidikan umum sesuai dengan SK bersama
tiga menteri (Menag, Mendikbud, Mendagri). Dengan demikian lulusan madrasah
disetarakan dengan lulusan sekolah umum negeri.
Namun demikian, setelah berjalannya proses
kebijakan tersebut, terbukti masih terdapat kelemahan-kelemahan, baik mutu
pengajar, alumni (siswa) dan materinya, sehingga cita-cita mencetak ulama yang
handal kandas di tengah jalan. Hal ini terbukti masih dominannya lulusan pendidikan
agama dalam soal keagamaan. Bahkan lulusan madrasah dapat dikatakan serba
tanggung, menjadi seorang profesional pun tidak, ulama pun tidak. Sehingga pada
waktunya nanti Indonesia akan mengalami kelangkaan ulama. Ini terbukti dengan
menjauhnya masyarakat dari madrasah. Mereka lebih bangga menyekolahkan anak-anaknya
di sekolah-sekolah umum. Alasannya sederhana, lulusan madrasah sulit mencari
pekerjaan dibanding lulusan sekolah umum, walaupun pendapat ini tidak
seluruhnya benar, tapi demikianlah yang kini berkembang di masyarakat.
Begitu pula dalam masalah pendidikan,
kepentingan dan keinginan umat Islam juga ditampung di Departemen ini. Namun
sangat disayangkan perhatian para pemimpin negeri ini kurang begitu besar
terhadap pendidikan Islam di bawah naungan Depag ini. Hal ini terbukti dengan
anggaran yang sangat berbeda dengan saudara mudanya yaitu pendidikan nasional.
Perbedaan perhatian dengan wujud kesenjangan anggaran ini kemudian menyebabkan
munculnya perbedaan kualitas pendidikan yang berbeda. Di satu sisi
lembaga-lembaga pendidikan yang di bawah departemen pendidikan nasional
mengalami perkembangan cukup pesat sementara pendidikan Islam yang berada di
bawah payung Departemen Agama “terseok-seok” dalam mengikuti perkembangan
zaman.
Di tengah gagalnya sebagian sistem pendidikan
Islam dewasa ini, ada baiknya kita menyimak kembali sistem pendidikan
pesantren. Dalam hal ini, Gontor telah berani melangkah maju menuju perubahan yang
sangat pesat dalam menjaga kearifan perkembangan Islam saat ini. Penggunaan
dasi dan celana yang diterapkan Gontor adalah untuk mendobrak mitos bahwa
santri selalu terkebelakang dan ketinggalan zaman. Prinsip ini tercermin dengan
masuknya materi bahasa inggris menjadi pelajaran utama setelah bahasa Arab dan
agama, dengan tujuan agar santri dapat mengikuti perkembangan zaman dan mampu
mewarnai masyarakat dengan segala perubahannya.
Gontor mempunayi empat prinsip, yaitu: berbudi
tinggi, berbadan sehat, berpikiran bebas dan berpengetahuan luas. Langkah-langkah
reformasi yang dilakukan Gontor pada gilirannya melahirkan alumni-alumni yang
dapat diandalkan, terbukti dengan duduknya para alumni Gontor di berbagai
bidang, baik di instansi pemertintah maupun swasta. Bila mazdhab Ampel telah
melahirkan para ulama, pejuang kemerdekaan dan mereka yang memenuhi
kebutuhan lokal, maka Gontor telah memenuhi kebutuhan di segala sendi kehidupan
di negeri ini.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa
lembaga-lembaga pendidikan Islam, khususnya pesantren telah banyak memberikan
andil bagi bangsa Indoneisa, baik dahulu maupun kini. Kehandalan pondok
pesantren selama berabad-abad, walau dengan segala kesederhanaannya masih
menjadi harapan umat Islam sebagai benteng satu-satunya bagi umat Islam dan
kelimiahannya. Karena dari sanalah lahir generasi-generasi yang melanjutkan
da’wah Islam.
No comments:
Post a Comment