Saturday, March 15, 2014

PENGETAHUAN BERBAHASA DAN KETRAMPILAN BERBAHASA


Pengetahuan Bahasa dan Keterampilan/Kemahiran Berbahasa
Masyarakat sering bertanya-tanya mengapa lulusan SD tidak bisa membuat tulisan yang runtut, lulusan SLTP tidak bisa menulis surat kepada orang tuanya dengan bahasa yang baik dan benar, lulusan SLTA tidak bisa membuat laporan kegiatan, lulusan perguruan tinggi tidak bisa membuat skripsi dengan benar. Jawabannya gampang sekali yaitu karena mereka memang tidak diajarkan oleh guru bahasanya membuat kalimat yang runtut, membuat surat kepada orang lain, membuat laporan kegiatan, dan membuat karangan ilmiah/skripsi. Mengapa guru bahasanya tidak mengajarkan materi yang sangat penting tersebut? Karena mereka dulu waktu sekolah juga tidak diajarkan materi seperti itu dan kurikulum Bahasa Indonesia-nya juga tidak ada materi-materi seperti itu. Lantas apa yang mereka ajarkan kepada siswanya? Yang mereka ajarkan adalah kaidah kebahasaan, lafal, intonasi, kosa kata, jenis kata, bentuk dan struktur kalimat, istilah, definisi konsep, dan teori kebahasaan. Misal apotik adalah …, bus, truk, dan minibus adalah termasuk jenis angkutan …, Amir memukul anjing: Amir adalah …, memukul adalah …, dan anjing adalah …, fabel adalah …, prosa narasi adalah …, kata majemuk adalah …, kesehatan adalah termasuk kata …, lawan kata sedih adalah …, yang dimaksud sinonim adalah …, dan seterusnya. Karena materi ini yang diajarkan guru kepada siswanya maka siswa tak pernah mampu membuat kalimat yang runtut, membuat surat, membuat laporan, dan membuat karangan ilmiah/skripsi! Materi seperti itu sangat pas bagi siswa yang hobi mengisi teka-teki silang!
Semua materi yang termasuk kaidah kebahasaan, lafal, intonasi, kosa kata, jenis kata, bentuk dan struktur kalimat, imbuhan, istilah, definisi konsep, dan teori kebahasaan disebut pengetahuan kebahasaan. Pengetahuan kebahasaan inilah yang ditekankan oleh aliran pengajaran bahasa tradisional yang mengacu pada teori bahasa Latin yang berambisi untuk diilmiahkan melalui pendekatan logika Aristoteles.  Berangkat dari kerangka pikir inilah maka pelajaran bahasa pada masa lalu selalu dimulai dengan rumus-rumus ala matematika seperti tenses dalam bahasa Inggris, nahwu sorof dalam bahasa Arab, dan tata bahasa dalam Bahasa Indonesia . Di negara-negara maju pendekatan saintifik/ilmiah seperti itu sudah ditinggalkan sejak tahun 1970-an. Namun di Indonesia meskipun kurikulum bahasa 1994 sudah meninggalkannya tapi praktik pengajarannya masih tak beranjak dari pendekatan tradisional tersebut.
Saat ini para pakar bahasa telah sepakat bahwa bahasa itu bukan konsep-konsep kebahasaan seperti SPOK, kata benda, kata sifat, kata keterangan, imbuhan, sinonim, antonim, homofonim, dan seterusnya tapi alat/media untuk mengekpresikan pikiran, gagasan, dan maksud. Sedangkan konsep-konsep kebahasaan tersebut adalah alat untuk mendukung penyampaian pikiran, gagasan, dan maksud sehingga apa yang disampaikan menjadi baik dan benar. Berangkat dari pemikiran ini Kurikulum Bahasa Indonesia  1994 memberi pengertian bahasa adalah salah satu alat komunikasi. Melalui bahasa manusia dapat saling berhubungan (berkomunikasi), saling berbagi pengalaman, saling belajar dari yang lain, dan meningkatkan kemampuan intelektual. Mata pelajaran bahasa dan sastra Indonesia adalah program untuk mengembangkan pengetahuan, keterampilan berbahasa, dan sikap positip terhadap Bahasa Indonesia.       
Jadi, mata pelajaran Bahasa Indonesia adalah suatu program pengajaran yang mengembangkan 3 aspek: 1) pengetahuan bahasa, 2) keterampilan berbahasa, 3) sikap positip/apresiatif terhadap Bahasa Indonesia.
Pengetahuan bahasa adalah pengetahuan kebahasaan yang mencakup kaidah kebahasaan, lafal, intonasi, kosa kata, jenis kata, bentuk dan struktur kalimat, imbuhan, istilah, definisi konsep, dan teori kebahasaan kaidah kebahasaan, lafal, intonasi, kosa kata, jenis kata, bentuk dan struktur kalimat, imbuhan, istilah, definisi konsep, dan teori kebahasaan;
Keterampilan berbahasa adalah kemampuan menangkap pikiran, gagasan, dan maksud orang lain dan/atau menyampaikan pikiran, gagasan, dan maksudnya kepada orang lain; dan sikap positip terhadap Bahasa Indonesia  adalah sikap menghargai Bahasa Indonesia  sebagai bahasa nasional dan ilmiah. Selanjutnya dalam Kurikulum 1994 pengetahuan bahasa dimasukkan dalam kebahasaan, keterampilan berbahasa dimasukkan dalam pemahaman dan penggunaan, dan sikap positip terhadap Bahasa Indonesia dimasukkan dalam apresiasi sastra Indonesia. Sedangkan dalam KBK 2004 dan SI 2006 pengetahuan bahasa menyatu dengan keterampilan berbahasa yang terdiri atas mendengarkan, berbicara, dan membaca, dan menulis tersebut. Artinya guru bahasa Indonesia harus pandai memasukkan pengetahuan bahasa ke dalam pembelajaran keterampilan berbahasa khususnya dalam bacaan. Begitu dengan apresiasi sastra. Nah, dalam sastra ini, guru harus bisa memilih materi sastra untuk mengembangkan keterampilan berbahasa tersebut.
Sesuai dengan pengertian bahasa sebagai alat komunikasi maka Kurikulum Bahasa Indonesia 1994 menitik beratkan pada keterampilan berbahasa yang dibuktikan dengan butir-butir pembelajaran yang isinya tak lain adalah kegiatan berbahasa. Sehubungan dengan keterampilan berbahasa tersebut maka agar siswa memiliki kemampuan tersebut maka ia harus menguasai kompetensi-kompetensi berikut:
1)      Mampu menangkap gagasan orang lain (kemampuan ini disebut kemampuan receptive yang dalam Kurikulum Bahasa Indonesia 1994 diterjemahkan  dengan istilah pemahaman. Dalam KBK 2004 dan SI 2006 masuk kelompok mendengarkan dan membaca)
2)      Mampu menyampaikan gagasannya sendiri kepada orang lain (kemampuan ini disebut kemampuan productive yang dalam Kurikulum Bahasa Indonesia 1994 diterjemahkan dengan istilah penggunaan. Dalam KBK 2004 dan 2006 masuk kelompok berbicara dan menulis).
Kemampuan receptive/pemahaman diperoleh melalui:
1)    mendengarkan/menyimak;
2)    membaca.
Sedangkan kemampuan productive/penggunaan diperoleh melalui:
1)    berbicara;
2)    menulis.
Dengan demikian, modal utama siswa agar menguasai keterampilan berbahasa adalah:
1)    Harus mampu menangkap apa yang didengar/disimak dari:
a)    orang berbicara;
b)    orang bertanya;
c)    orang bercakap-cakap;
d)    orang membaca;
e)    orang berdiskusi;
f)     orang bercerita;
g)    orang mendongeng;
h)   orang berpidato;
i)     dikte dari guru/orang lain;
j)      orang/alat memberi pengumuman;
k)    radio/tape recorder/televisi;
l)     telepon.
2)    Harus mampu memahami isi apa yang dibaca dari:
a)    buku;
b)    surat kabar/majalah;
c)    tabloit;
d)    buletin;
e)    selebaran;
f)     pamflet;
g)    iklan;
h)   spanduk;
i)     pengumuman;
3)    Harus mampu menuliskan apa yang dipikirkan, digagas, dan dimaksudkan kepada  orang lain dalam bentuk:
a)    pesan singkat;
b)    berita/informasi;
c)    surat;
d)    karangan;
e)    ringkasan cerita;
f)     catatan penting;
4)    Harus mampu menyampaikan gagasaan, pikiran, dan maksud kepada  orang lain secara lisan misalnya:
a)    berbicara;
b)    bertanya;
c)    bercakap-cakap;
d)    berdiskusi;
e)    bercerita;
f)     menyampaikan pesan;
g)    melakukan wawancara;
h)   mendongeng;
i)     berpidato;
j)      memberi pengumuman;
k)       menelpon.
Secara singkat pembelajaran bahasa dengan titik tekan pada keterampilan berbahasa berarti mengajarkan kemampuan:
1)    Mendengarkan/menyimak;
2)    Berbicara;
3)    Membaca;
4)    Menulis.
Secara operasional mengajarkan keterampilan berbahasa pada aspek mendengarkan/menyimak misalnya: dengarkan cerita Pak Guru dan pahami isinya, dengarkan dan pahami isinya dongeng Kancil dan Buaya yang disampaikan temanmu, dengarkan dan pahami isinya pengumuman yang disampaikan lewat pengeras suara, dan lain-lain. Untuk aspek membaca misalnya: bacalah dan pahami isinya teks bacaan,  bacalah cerita pendek pada majalah Bobo halaman 5 dan pahami isinya, bacalah dan pahami maksudnya spanduk yang melintang di jalan raya depan sekolah, dan seterunysa. Untuk aspek menulis, misalnya: tulislah perjalananmu dari rumah ke sekolah, tulislah pesan kepada temanmu bahwa kamu nanti sore akan menelpon, tulislah pengalamanmu waktu pergi ke Jakarta, dan seterusnya. Untuk aspek berbicara misalnya: minta izinlah ke belakang dengan bahasa yang baik dan benar,  telponlah temanmu bahwa nanti sore di sekolah ada kegiatan Pramuka dan ia diminta datang, bertanyalah kepada petugas di terminal yang isinya kamu ingin menanyakan bus mana yang menuju Yogyakarta, sampaikan pesan Pak Guru kepada Kepala Sekolah bahwa Pak Guru pulang lebih awal, laporlah kepada Kepala Sekolah bahwa jam pelajaran ke-4-5 tidak ada yang mengajar, dan seterusnya.
Namun demikian, materi kebahasaan tetap diajarkan juga. Hanya fungsinya bukan lagi sebagai materi utama seperti pengajaran sebelum Kurikulum 1994 tapi hanya berfungsi sebagai pendukung keterampilan berbahasa. Dengan dukungan materi kebahasaan maka kegiatan berbahasa siswa atau keterajmpilan berbahasanya menjadi benar atau sesuai dengan kaidah kebahasaan.
Jika keempat aspek ini yang diajarkan maka pada akhir proses pembelajaran, siswa akan mampu menangkap informasi/pesan dari orang lain, memahami makna apa yang dibaca, menuliskan apa yang dipikirkan, dan menyampaikan pikiran, gagasan, dan maksudnya kepada orang lain secara lisan. Inilah yang disebut dengan keterampilan/kemahiran berbahasa. Jika materi ini yang diajarkan kepada siswa sejak kelas 1, maka siswa akan mampu menangkap informasi/pesan jika diajak bicara, mampu memahami apa yang dibaca, dan yang lebih penting lagi adalah mampu menuliskan pikiran/gagasan/maksudnya secara runtut dan logis secara tertulis dan lisan. Dengan demikian, tidak ada cerita lagi lulusan SD tidak bisa membuat kalimat yang runtut, lulusan SLTP tidak bisa membuat surat, lulusan SLTA tidak bisa membuat karangan/laporan, dan mahasiswa tidak bisa membuat skripsi.
Selain keterampilan berbahasa, Kurikukum 1994, KBK 2004 dan SI 2006 juga minta diajarkan apresiasi sastra, yaitu memberikan penghargaan yang tinggi pada karya-karya sastra demi mempertajam nilai rasa humanismenya. Pelajaran sastra sangat penting karena melalui pelajaran sastra, rohani siswa disentuh dengan nilai-nilai kemanusiaan sehingga akan menjadi manusia yang halus, peka, dan kasih terhadap sesama.
Dalam hal pembelajaran sastra tersebut banyak guru yang melenceng dari tujuan pembelajaran sastra. Perlu diketahui bahwa tujuan akhir dari pembelajaran sastra adalah peningkatan sikap dan perilaku siswa terhadap harkat dan martabat manusia dan nilai-nilai kemanusiaan. Dengan demikian, ranahnya adalah afeksi, bukan kognisi. Oleh karena itu, pembelajaran sastra yang membahas format, nama pengarang, nama tokoh, dan setting terjadinya peristiwa adalah tidak tepat.

Apa saja komponen komponen bahasa ?
4.      Apa kelemahan bahasa ?
5.      Bagaimanakah definisi logika dan manfaatnya ?
6.      Objek apa saja yang ada di dalam logika ?


No comments:

Post a Comment