2.1
Perjalanan Peta Politik Islam di Indonesia
Islam mulai memasuki wilayah politik Indonesia sejak pertama kali
negara Indonesia mengadakan pemilihan umum (pemilu). Dengan cara membuat suatu
wadah, yaitu mendirikan partai politik. Pada waktu itu partai yang berasaskan Islam
yaitu ada dua, Partai Masyumi dan Partai NU. Melalui wadah ini umat Islam
memainkan perannya sebagai seorang politikus yang ingin menanamkan nilai-nilai Islam.
Dalam tesis Harun Nasution yang berjudul The Islamic State in Indonesia. The
Rise of the Ideology, the Movement for its Creation and the Theory of the
Masjumi, beliau mengemukakan bahwa ada perbedaan besar antara NU dan
Masyumi.
Kaum modernis di dalam Masyumi pada umumnya mereka hendak membangun
suatu masyarakat muslim dan sebagai akibatnya mereka mengharapkan suatu negara
islam. Kelompok yang diwakili NU lebih sering memperjuangkan suatu Negara
sebagai langkah pertama dan melalui negara Islam ini mereka hendak mewujudkan
suatu masyarakat Islam. Suatu perbedaan lain adalah, bahwa ulama mendapat
kedudukan yang penting dalam organisasi negara konsep NU, sedangkan posisi
mereka tidak begitu menonjol dalam pemikiran kaum Masyumi (92).([1])
Setelah jatuhnya orde lama dan berganti orde baru, peran politik Islam
dalam negara Indonesia cenderung mengalami kemunduran. Disebabkan karena adanya
usaha represif terhadap partai politik yang berhaluan Islam, yang dilakukan
oleh penguasa pada waktu itu karena ketakutan akan kehilangan kekuasaannya.
Selama kekuasaan orde baru hanya ada tiga partai yang diakui dan boleh ikut
dalam pemilu. Dan partai yang berasas Islam pada waktu itu adalah Partai
Persatuan Pembangunan (PPP).
Adanya usaha represif yang dilakukan oleh rezim orde baru, yang
berkuasa selama 32 tahun, rupanya menimbulkan kekecewaan pada banyak pihak.
Puncak dari kemarahan tersebut adalah dengan turunnya mahasiswa ke jalan dan
menduduki gedung DPR-MPR. Yang dimotori oleh mahasiswa UIN, UGM, dan UI. Dampak
dari demonstrasi tersebut membuat semakin memudarnya legitimasi politik rezim
orde baru, sehingga pada tanggal 21 Mei 1998 presiden Soeharto mengundurkan
diri dari kursi kepresidenan.
Babak baru dalam dunia perpolitikan di Indonesia dimulai. Pada
pemilu yang dilangsungkan tahun 1999, organisasi Islam banyak mendirikan partai
politik yang berasaskan islam dan atau berbasis umat islam. Diantaranya: PPP,
PAN, PKB, PNU, PBB, PK sekarang PKS, dll. Pada masa itu simbol-simbol agama
sangat mewarnai kancah perpolitikan Indonesia.
Simbol-simbol keagamaan yang diekspresikan apparatus birokrasi,
tentu memiliki makna sosial. Bisa jadi ia merupakan representasi dari kesalehan
dan kesadaran spiritual apparatus birokrasi, tetapi juga bukan mustahil ia juga
bisa berubah menjadi sumber pengumpulan legitimas. Hasil
dari pemilu tahun 1999 tersebut membawa Abdurrahman Wahid (Gus Dur) menjadi
presiden RI ke-4.
Sejak pemilu tahun 1999 sampai dengan sekarang, umat Islam mulai
kebingungan akan pilihan yang harus ia pegang. Sebab, semuanya mengaku bernafas
Islam dan mementingkan hak rakyat. Dalam tubuh partai politik-pun banyak
mengalami perebutan kepemimpinan dan atau pecah menjadi beberapa partai.
Perubahan setting politik pasca-Orde Baru tanpa diduga memberi ruang
bagi berkembangnya wacana penegakkan syariat Islam di Indonesia.
Seperti yang telah dilakukan oleh Aceh, dan beberapa daerah yang menginginkan
penggunaan syariat Islam.
[1] Sudirman Pembaharuan
Hukum Islam: Mempertimbangkan Harusn Nasution , dalam Refleksi
Pembaharuan Pemikiran Islam, Jakarta: LSAF, 1989, Hal.153
No comments:
Post a Comment